Tahun 1990, dia adalah sahabatku.
Tahun 1995, dia adalah cinta pertamaku.
Tahun 1996, dia adalah petunjuk arahku.
Tahun 2010, dia adalah kenangan paling menyakitkan sekaligus paling indah dalam hidupku.
Iya, dia. Kisah ini untuknya. Manusia pal...
Suara indah Nike Ardilla mengalun lembut di lantai 3 Pasar Turi. Tempat segala peralatan elektronik dijual. Akhir pekan yang begitu ramai. Para penjual sibuk menawarkan dagangannya, mengharap pada setiap orang yang lewat. Suara - suara keras berbahasa jawa - dari yang lembut hingga kasar - beradu menciptakan suasana riuh. Beberapa penjual bercengkerama dengan penghuni kios sebelah. Beberapa sibuk tawar menawar dengan pembeli. Beberapa pula ketiduran di kios karena semalam sibuk bermain judi gaplek.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
- Pasar Turi Lama, 1990 -
Gadis kecil berambut kuncir kuda itu tertawa riang. Wajahnya manis. Kulitnya sawo matang, matanya belo dengan rambut ikal. Dress merah muda selutut yang ia gunakan terlihat sudah tua. Warnanya memudar. Kusut pula. Ia menenteng belanjaan berisi barang yang paling ia inginkan, sebuah radio baru keluaran tahun 1986, international F 1211. Ini adalah barang termewah yang pernah miliki.
Di sampingnya, seorang ibu muda berjalan dengan muka masam. Wanita itu terlihat rapi, dengan kaos lengan pendek berbahan rib biru muda dan rok selutut. Riasan tebal mewarnai wajahnya, meskipun bedaknya terlihat terlalu putih hingga terkesan abu - abu.
Wanita itu menatap sinis pada anak gadis yang berjalan di hadapannya. Ia tidak suka anak itu, sangat tidak suka. Baginya, si kecil itu adalah beban terbesar, kesalahan paling fatal yang pernah ia lakukan. Bagaimana tidak? ia hamil di usia 16 tahun. Oleh laki - laki pengangguran yang bahkan tidak jelas latar belakangnya. Lelaki yang langsung memilih pergi ketika tahu ia menghamili anak di bawah umur.
Namanya Sari. Seorang single parent asli Malang yang harus mencari peruntungan di kota Surabaya. Bersama anak yang terpaksa ia besarkan, bekerjalah ia dimana saja. Menjadi kuli pabrik, penjual minuman di pinggir jalan, hingga menjadi perempuan panggilan sudah dilakukan semua. Baginya, semua uang sama saja. Tidak ada halal - haram. Yang penting bisa makan dan bertahan hidup.
"Lila, ati - ati nggowo radione. Engko rusak"(1) kata Sari dengan suara bernada tinggi, menyuruh sang anak hati - hati membawa radio yang dengan setengah hati ia belikan.
"Inggih bu" jawab si anak kecil, seketika berhenti berlari kecil. Mulai pelan - pelan mengatur langkah.
Gadis ini sudah terbiasa dengan sang Ibu yang tidak pernah berbicara lembut padanya, tidak pernah menyentuhnya, bahkan tidak pernah menatap wajahnya saat berbicara. Dulu memang ia merasa sedih, namun lama kelamaan rasanya kebas. Ia sudah tidak peduli lagi. Yang penting, ia bisa sekolah, satu - satunya hal yang bisa dilakukannya dengan sangat baik. Ia juga sudah bersyukur bisa mendapatkan radio yang selama ini hanya bisa dinikmatinya dengan menumpang dengar di rumah sebelah. Hadiah pertama dan satu - satunya dari sang ibu.