Backsound: Olivia Rodrigo - Vampire
_______________________
Ruang tamu legang.
Aku menyerahkan beberapa berkas—Yang di berikan pengacara Pak Laksamana—satu dua, berisi bukti-bukti pinjaman yang sudah di lunasi, dua tiga berisi bukti-bukti transaksi pembelian narkotika, tiga empat mengenai kontrak yang berisi Mas Wahyu sudah menjual ku. Seharusnya, itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Bapak dan Ibu tidak ragu lagi untuk mengizinkan rehabilitasi Mas Wahyu.
“Agni hanya mengantarkan berkas ini untuk di tandatangani Ibu dan Bapak. Mas Wahyu perlu di rehabilitasi dan,” Aku melirik Melissa yang mengintip dari arah pintu kamar, “Agni akan membawa Melissa pergi.”
Sekali lagi, Ibu membaca sekilas berkas-berkas yang ku serahkan, sebelum matanya menatapku, berkaca-kaca.
“Apa maksud kamu ngasih ini, Agni?”
“Untuk mencegah Mas Wahyu bertindak lebih jauh lagi. Mas Wahyu harus di rehabilitasi jika Ibu dan Bapak tidak mau Mas Wahyu di penjara.”
“Kenapa baru sekarang? kamu sengaja ngumpulin semua bukti-bukti ini buat bales dendam sama Wahyu atas apa yang udah dia lakuin selama ini?” Di tempat duduknya, Ibu gemetar hebat. “Atau ini semua karena sikap Ibu sama kamu tempo hari lalu? Kamu marah sama Ibu dan sengaja ngelakuin ini buat mengancam Ibu?”
Aku menghela nafas, menatap lurus pada mata Ibu yang sudah banjir air mata. Di samping Ibu, Bapak ikut menenangkan, merangkul Ibu sebagai bentuk dukungan.
“Bu, ini bukan soal itu.”
“Terus apa, Agni? Kamu ingin Ibu minta maaf? Kamu ingin apa? Ibu akan lalukan apapun asalkan kamu berhenti—”
“Bu, ini bukan perihal siapa yang harus meminta maaf atau aku. Ini tentang Mas Wahyu yang bersalah dan harus di hukum.” Aku memotong, tegas. “Mas Wahyu sudah bertindak terlalu jauh. Ini adalah hukuman paling ringan yang di terima Mas Wahyu.”
“Tapi Wahyu gak bersalah, Agni!” Ibu membentak, meninggikan suara.
“Dengan menjadikanku jaminan dan menggunakan narkoba itu yang Ibu maksud tidak bersalah?”
Ibu diam, tidak bisa menjawab.
“Jika seseorang tidak membantu Agni melunasi semua hutang-hutang itu, Agni mungkin sekarang sudah menjadi pelacur bang Julius, Bu. Tidakkah Ibu berpikir sampai sejauh itu?”
“Tapi semua hutang-hutang itu sudah lunas dan kamu baik-baik saja. Fakta bahwa Wahyu adalah kakak kandung kamu itu tidak bisa di bantah. Kalian bersaudara, satu darah. Kenapa kamu tega melakukan ini padanya, Agni?”
“Seharusnya, pertanyaan itu Ibu tanyakan pada Mas Wahyu. Kenapa dia tega menjual ku? Bukankah aku adik kandungnya?”
Sekali lagi, Ibu diam, memalingkan wajah.
“Agni, kamu harus tenang dan pikirkan ini baik-baik. Kamu tidak boleh mengambil keputusan secara impulsif atau berdasarkan emosi sepihak kamu.” Ujar Bapak, memutuskan ikut dalam pembicaraan.
Demi cafe Latte kesukaanku! Emosi sepihak?
Kepalaku benar-benar pusing. Kewarasanku mulai terenggut dengan emosi yang bergumul di dalam dada. Tidakkah sejauh ini Ibu dan Bapak sudah mengerti?
“Agni sudah memikirkan ini secara matang-matang, Pak. Lagi pula, Mas Wahyu itu hanya di rehabilitasi, bukan di penjara.”
“Tapi itu sama saja dengan membunuhnya secara perlahan!” sahut Ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTUK-MU LAKSAMANA [UP SETIAP JUM'AT]
Aktuelle Literatur[UPDATE SETIAP JUM'AT❗❗❗] Menjadi dewasa bagi Kumari terlalu banyak hal terasa menyebalkan. Salah satunya adalah rasa ketidak percayaan dirinya. Apalagi, di tengah-tengah polemik hutang yang terasa mencekik nafasnya, Percintaan justru hadir sebagai...