"Lho, Agni?"
Aku mengumpat dalam hati. Ternyata, penyelamat yang sempat membuatku hampir mengucapkan terima kasih tadi adalah orang yang membuat kepalaku pusing lima hari ini. Yeah, sama halnya aku yang terkejut, di ambang pintu-tepat di belakang tubuh gempal Chef William, Pak Laksamana-aku rasa lebih terkejut lagi. Kedua halis tebalnya nyaris terangkat naik dan membuat garis lurus seperti ulat bulu.
Lucu sekali dan terlihat menggemaskan.
"Kenapa kamu ada di sini, Agni?" tanya Chef William.
Aku berdiri canggung sebelum melirik ke arah mbak Anggun.
Apa yang harus aku katakan?
"Saya-"
"Melakukan kesalahan! Iya, Agni barusan melakukan kesalahan Chef, Will. Tadi ada dua pelanggan ngajuin komplain sama saya soal pasta Kerang buatan Agni yang katanya agak amis dan berair." Sela Mbak Anggun.
Aku melirik tajam, sudah ingin protes. Tapi, pelototan tajam Mbak Anggun membuatku kembali menelan bulat-bulat kalimat protes yang sudah di ujung tenggorokan. Hei, bagaimanapun, aku juga tadi berbohong dengan alasan yang sama pada Mbak Anggun. Hanya, aku tidak menyangka saja bahwa kalimat berbohong itu di jadikan referensi Mbak Anggun untuk berbohong juga.
Apes. Satu kebohongan memang akan melahirkan kebohongan lain.
"Begitu?" Jawab Chef William. Dia terlihat menyerong sejenak dan kembali menatapku. "Kenapa kamu membuat kesalahan yang selalu kamu ingatkan pada orang-orang, Agni?"
"Ingatkan?" sela Mbak Anggun, terkejut.
Chef William mengangguk. Tatapan matanya berubah menjadi curiga, melirikku dan Mbak Anggun secara bergantian.
"Satu-satunya kesalahan Agni mungkin karna dia terlalu gila bekerja. Jadi, mendengar anak itu membuat kesalahan rasanya aneh sekali."
Dalam hati, aku mengeluh, Chef William jelas tahu ada sesuatu yang ganjil. Bagaimanapun, dia atasanku secara langsung saat bekerja di Kitchen. Otomatis, kesalahan yang mbak Anggun sebutkan mungkin membuatnya curiga. Bukan bermaksud ingin sombong sebenarnya, meskipun aku melakukan kesalahan, aku tidak pernah mentolelir masakan yang masih berbau amis ataupun pasta yang lembek. Itu sesuatu yang menurutku amat sangat tidak layak untuk di sajikan.
Tapi, melihat wajah pucat Mbak Anggun di samping Chef William membuatku mau tak mau merasa kasihan. Tujuan Mbak Anggun itu sebenarnya baik. Hanya, mungkin untuk ke depannya, Mbak Anggun harus mengesampingkan rasa ingin tahunya demi kebaikan dirinya sendiri.
Apalagi, penyebab dari semua ini adalah Pak Laksamana. Orang yang sedang mengamati kejadian ini di belakang Chef William dengan santai. Aku yakin sekali, kedua sudut bibir Pak Laksamana bahkan sudah terangkat tiga senti, seolah-olah kejadian ini begitu menghibur hatinya.
"Em, Begini Chef Will. Maaf sebelumnya atas kejadian tidak menyenangkan ini. Saya tidak akan mengulanginya lagi. Aku berjanji."
"Dan kamu justru membuat ini menjadi lebih rumit, Agni."
Alisku naik, mengamati Chef William yang sudah bersedekap. Mbak Anggun menelan ludah, rambutnya yang tidak terikat di selipkan ke belakang telinga.
"Chef William, bukankah kita harus rapat?" ingat, Mbak Anggun menyela.
Chef William menggeleng tegas, masih menatapku. "Sebentar, aku harus menyelesaikan ini dulu." Katanya.
"Apa Maksud anda, Chef?" Mbak Anggun semakin gugup, melirikku dan Chef William secara bersamaan.
"Maksudku, kamu berhak mengatakan alasan mengapa hal ini bisa terjadi, Agni. Kamu harus mempunyai pembelaan terhadap diri kamu sendiri. Aku butuh penjelasan, bukan permintaan maaf dan tidak mengulanginya lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTUK-MU LAKSAMANA [UP SETIAP JUM'AT]
General Fiction[UPDATE SETIAP JUM'AT❗❗❗] Menjadi dewasa bagi Kumari terlalu banyak hal terasa menyebalkan. Salah satunya adalah rasa ketidak percayaan dirinya. Apalagi, di tengah-tengah polemik hutang yang terasa mencekik nafasnya, Percintaan justru hadir sebagai...