Backsound: Selena Gomez ft Rema - Calm down
_____________________________
Bagiku, melampiaskan emosi dengan banyak bekerja adalah cara paling efektif untuk menghilangkan amarah dalam diri. Apalagi setelah kejadian kemarin, aku amat sangat kesulitan untuk menyesuaikan kembali suasana hatiku. Berbagai pikiran dan juga sifat-sifat buruk bermunculan, mencoba menghasut dan mengambil alih sisa kesadaranku yang mati-matian aku pertahankan. Maka dari itu, aku membutuhkan banyak ruang untuk terus menyibukkan tubuhku hingga aku tidak lagi sempat berpikir apapun.Tapi gagasan itu selalu membuat Chef Will marah padaku. Seharian—usai aku mengambil cuti kemarin—aku mengambil jatah memasak pasta lebih banyak dari pada yang lain. Aku berkerja seperti orang kesetanan, melewatkan makan siang dan berisitirahat. Mungkin, Chef Will menyadari hal itu dan memutuskan untuk mengeluarkan ku dari Kitchen usai mengomel panjang lebar pada semua crew Kitchen karena bekerja lambat sedangkan pesanan terus menumpuk.
Mas Bagus menepuk pundakku, memberi semangat melalui tatapannya bahwa pria itu mengerti alasan omelan Chef Will karena mengkhawatirkan ku. Bukan masalah semua orang yang bekerja terlalu lambat.
Jadi, usai menyelesaikan membuat Vongole—pasta kerang—aku benar-benar meninggalkan Kitchen karena tidak ingin membuat semua orang lebih menderita akibat kemarahan Chef Will padaku.
Usai lima belas menit istirahat, Lana mengabarkan bahwa Chef Will memanggilku ke ruangannya, ada sesuatu yang penting dan harus di bicarakan. Tidak mau membuat Chef Will menunggu dan semakin marah, aku bergegas.
“Duduk, Agni.” seru Chef Will saat aku baru menutup pintu.
Aku mengangguk, duduk di kursi depan meja kerja Chef Will.
“Kamu tahu kenapa aku memanggil kamu, Agni?”
“Ya Chef.” Aku mengangguk, memikirkan beberapa alasan penyebab panggilan Chef Will.
“Jangan keras kepala dan berikan aku pembelaan kamu.” Pinta Chef Will.
Tadinya, aku akan menggeleng, menjawab aku tidak mempunyai pembelaan. Tapi demi melihat wajah mengerikan Chef Will yang hendak mengamuk lagi, aku memutuskan untuk menjawab jujur. Ide buruk jika aku tetap diam tanpa pembelaan.
“Saya butuh banyak bergerak agar bisa mengalihkan pikiran saya, Chef.”
“Aku sudah bertanya permasalahannya pada Bre kemarin. Pria itu tadinya tidak mau buka mulut sampai aku mengancam, kalau tidak di beritahu, aku tidak akan merestui kalian. Jadi, Bre berubah pikiran dan menceritakan secara garis besar padaku.” Chef Will menghela nafas, Ekspresi kerasnya lebih melunak. “Kamu baik-baik saja, Agni?”
Mendengar perhatian Chef Will membuat hatiku menghangat. Meskipun terkadang sifat Chef Will keras, aku sangat mengetahui bahwa lebih dari apapun, Chef Will selalu memperhatikanku lebih dari siapapun.
“Saya baik-baik saja, Chef. Terima kasih sudah bertanya.”
“Tapi tetap saja. Cara bekerjamu hari ini tidak di benarkan.” Tegur Chef Will. “Bukan seperti itu cara untuk menghilangkan pikiran-pikiran meresahkan di dalam kepala, Agni. Itu beresiko. Dengan kondisi kamu yang masih banyak lebam, kamu bisa mengalami cidera bahu dan peradangan sendi di pergelangan tangan kalau terus memaksakan. Memangnya kamu sudah bosan untuk memasak Pasta?”
Aku menggeleng. Aku juga tahu resiko itu. Menjadi koki pembuat pasta perlu keahlian dalam memegang pan. Bahu dan pergelangan tangan adalah senjata utama untuk menghadirkan pasta lezat.
“Baiklah, aku tahu tidak ada gunanya menceramahi kamu panjang lebar seperti ini. Aku tahu watak kamu itu keras kepala sekali. Jadi, cara satu-satunya adalah menyuruhmu pulang. Kamu bisa pulang lebih awal untuk beristirahat.”
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTUK-MU LAKSAMANA [UP SETIAP JUM'AT]
Ficción General[UPDATE SETIAP JUM'AT❗❗❗] Menjadi dewasa bagi Kumari terlalu banyak hal terasa menyebalkan. Salah satunya adalah rasa ketidak percayaan dirinya. Apalagi, di tengah-tengah polemik hutang yang terasa mencekik nafasnya, Percintaan justru hadir sebagai...