- A N D R O M E D A-
"Perkebunan ini punya keluarga temen gue," ucap Dani membuka ceritanya.
"Ya ... Bisa dibilang hubungan gue sama dia tuh deket lah. Waktu kita masih kecil, kita sering main-main di sini. Lalu, akhirnya papanya dia buat rumah pohon ini sebagai tempat main kami."
"Terus, sekarang temen lo itu di mana?" tanya Andro.
"Sekarang dia ngelanjutin sekolahnya ke luar negeri. Entah sampai kapan. Cuma yang pasti, dia pernah bilang ke gue, gue boleh dateng ke rumah pohon ini kapan pun itu. Karena kalau rumah pohon segede ini kalau nggak keurus, 'kan juga sia-sia gitu."
"Dan akhirnya lo menjadikan rumah pohon ini sebagai tempat pelarian lo, right?"
Dani mengangguk.
"Maaf, Dan. Bukanya gimana-gimana, gue tadi ke rumah lo karena gue mau ..."
"Jenguk gue karena gue udah nggak masuk sekolah dengan alasan sakit?" tebak Dani. Kini, giliran Andro yang mengangguk mengiakan.
"Sekarang lo udah tahu, gue nggak bener-bener sakit, tapi karena ada masalah sama keluarga gue."
"Kok keluarga lo bisa jadi begitu?" telisik Andro.
Lelaki itu menghela napas berat. "Panjang ceritanya, An."
"Gue siap dengerin kok."
Dani menatap wajah polos Andro. Memastikan bahwa wajah itu tak akan membocorkan rahasianya selama ini. Lagi, lelaki itu kembali menghela napas berat.
"Semua berawal sejak gue masuk SMP. Sebenarnya ayah gue itu orang baik. Beliau juga awalnya bekerja di sebuah perusahaan besar. Awalnya sih baik-baik aja. Gue dan keluarga gue hidup tentram tanpa ada pertikaian sedikit pun."
Jeda.
"Lalu sampai pada akhirnya ketika gue masuk SMP, tiba-tiba Ayah kena PHK karena perusahaan tempat beliau bekerja itu bangkrut. Beliau udah berusaha untuk nyari pekerjaan ke tempat lain, tapi nggak ada yang mau menerima beliau. Beliau putus asa. Dan sejak saat itu Ayah jadi suka mabuk-mabukan sama main judi. Pergi dari siang, malam-malam baru pulang dengan tubuh sempoyongan karena mabuk. Bahkan nggak jarang Ayah pulang terus marah-marah dan berakhir mukulin Bunda atau gue."
"Jadi, memar yang lo sembunyiin dari gue waktu itu karena ..."
Dani mengangguk. Seolah ia paham kata-kata selanjutnya yang akan Andro ucapkan.
"Kalau udah kayak gitu, kenapa nggak dilaporkan ke pihak berwajib?" tanya Andro.
"Sebenarnya gue udah minta Bunda buat melaporkan Ayah, tapi Bunda nggak tega mau melaporkan Ayah karena Bunda udah terlanjur sayang banget sama Ayah."
Dani mengangkat satu sudut bibirnya lalu terkekeh hambar. Matanya mulai berair. "Ternyata emang bener, cinta itu bikin buta."
"Dani ..."
Andro menyentuh bahu itu. Bahu yang selama ini terlihat tegap padahal memikul banyak beban di sana. Andro tidak menyangka seorang Danica Alexandre yang dikenal sebagai cowok cool itu ternyata bisa serapuh ini.
"I know your feeling , Dani. Just cry."
Sekian detik kemudian, lelaki itu sudah meletakkan kepalanya pada pundak Andro. Bahunya bergetar hebat. Andro membawanya ke dalam pelukan, mengusap punggungnya sembari menyalurkan ketenangan. Hari ini runtuh sudah benteng yang Dani bangun. Ia sudah tak bisa lagi menahannya.
"It's ok."
Andro membiarkan lelaki itu menangis selama beberapa menit. Tanpa ia sadari, air matanya turut jatuh ketika menyaksikan Dani menangis. Andro tak sekuat itu. Dia itu memang tipikal orang dengan rasa simpati yang tinggi. Jadi jangan heran apabila Andro ikut menangis saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andromeda || AlSand
Fanfiction[Note: SEBELUM BACA, BUDAYAKAN VOTE TERLEBIH DAHULU!] Update hari: Sabtu-Minggu "Lo sahabat terbaik gue, untuk saat ini, besok, dan selamanya. Gue nggak akan ninggalin lo." "Gue pegang janji lo." --- "Lo lebih berhak bahagia di sini." "Gue nggak a...