| 2 |

6.5K 196 5
                                    

Selamat membaca 🥰 

✿︎✿︎✿︎

Setelah menandatangani perjanjian, Cindy mengikuti Tyler ke lantai tiga. Melihat tidak adanya pelanggan, sepertinya mereka sedang menuju area kantor Lunatic. Jelas area khusus untuk karyawan.

Tak butuh waktu lama, Tyler berhenti dan membuka pintu. Pria itu masuk dan Cindy mengikuti.

Di dalam ruangan, pria berwajah tampan duduk di sofa. Begitu melihat Cindy masuk, mata pria itu seolah langsung memerangkapnya. Mata biru laut cerah yang yang indah namun menenggelamkan.

Pria itu terus menatap. Cindy mulai merinding seperti saat pertama kali bertemu Tyler, tapi efeknya lebih parah. Cindy merasa pria itu bisa membaca isi pikiran, seolah pria itu bisa mengetahui rahasia terburuknya. Tak berhenti disitu, Cindy merasa ditelanjangi dengan cara tidak sopan sehingga ia harus mengepalkan tangan agar tidak langsung kabur saat itu juga.

Apa yang salah dengannya? Kenapa reaksinya terlalu berlebihan?

"Ehem." Tyler berdehem, memecahkan aksi saling tatap yang membuat Cindy gelisah itu. Sedangkan pria di seberang sana, seolah baru sadar ada pria lain bersama Cindy beralih menatap Tyler. Lalu mereka tampak bertukar kode.

Tyler kemudian berjalan ke belakang pria yang duduk di sofa. "Cindy, dia adalah William Leonard."

Pria yang dibicarakan langsung nyengir. Tingkahnya langsung berbeda. Ia langsung bertingkah seperti anak kecil. Hilang sudah aura dewasa yang sebelumnya mengintimidasi Cindy.

"Dia teman baru Will, Tyler?" Will bertanya dengan mata berbinar. Matanya kembali menatap Cindy seolah wanita itu adalah hadiah. Pria itu tampak sangat senang.

"Benar, Will. Namanya Cindy."

Setelah beberapa saat, Cindy baru sadar. Dia telah melakukan kesalahan besar. Dia bukan mengasuh anak-anak, tapi pria dewasa.

"Tyler?" Cindy butuh penjelasan. Ini bukan yang ia setujui di kontrak. "Dia.."

"Kemari, Cindy. Duduklah." Jawab Tyler. Cindy menurut karena dia memang butuh pijakan. Dia memilih duduk di seberang Tyler dan Will. "Pada saat Mr. dan Mrs. Leonard mengalami kecelakaan, Will berada di luar negeri dan mengalami kecelakaan serupa. Setelah itu, Will kehilangan ingatan hidupnya 20 tahun belakang. Sekarang, dia layaknya anak usia 9 tahun, Cindy."

"Tapi dia bukan anak-anak." Pria yang duduk di seberangnya jelas pria dewasa. Mulai dari wajah dan bentuk tubuhnya, tidak ada tanda kekanak-kanakan. Oke, kecuali sikapnya.

Cindy memang merasa prihatin dan bersimpati dengan keadaan Will. Tapi Cindy sulit untuk menyanggupi jika ia harus mengasuh pria tampan seksi seperti Will. "Aku pengasuh anak-anak, Tyler, bukan pria dewasa."

"Kondisi Will layaknya anak-anak yang hidup di tubuh pria dewasa. Lihatlah sikapnya, Cindy." Percayalah, Cindy sudah mengamati Will sedari tadi. Pria itu bahkan memakai hoodie merah muda dengan karakter kartun. Sungguh pilihan anak-anak. "Anggap saja Will adalah anak-anak. Kumohon, Cindy."

"Tyler, apa Cindy tidak mau bermain dengan Will?" Pria itu bertanya dengan mata berkaca-kaca. Seolah sebentar lagi dia akan menangis. Cindy merasa hatinya seolah diremas karena tak tega melihatnya. Rasa simpati adalah kelemahan Cindy.

"Bukan begitu, Will. Cindy masih berpikir. Tenang, Cindy sudah setuju dan mustahil berubah pikiran."

Apa Tyler baru saja mengancamnya?

Cindy memang sudah menandatangani kontrak. Dengan alasan apapun, ia memang tak bisa mundur. Kecuali ia bersedia membayar denda, sesuatu yang lebih merugikan.

Setelah ia ingat lagi, memang tidak ada keterangan Cindy akan mengasuh anak-anak. Disana hanya tertera nama William Leonard. Cindy yang bodoh karena berasumsi Will adalah anak kecil. Sekarang, ia harus membayar harga atas kebodohannya.

Tapi saat mendengar Tyler yang memohon lalu air mata Will yang hampir tumpah, hatinya tersentuh. Cindy tahu ia harus membulatkan tekad. Lagi pula ia sudah terlanjur menandatangani kontrak. Sekarang, Cindy harus bisa melihat sisi baik dari kondisi ini.

Will menghampiri Cindy, lalu menarik tangannya hingga Cindy ikut berdiri. Tangan Will bergoyang ke kanan dan ke kiri. Wajahnya masih sama, seperti ingin menangis. "Cindy, mau bermain dengan Will, ya? Nanti kita ke rumah. Trus kita main bersama."

Cindy tersenyum. Ia sungguh tak tega melihat mata Will yang berkaca-kaca. Apalagi mengingat kondisi Will sangat buruk. Bukan hanya kedua orang tuanya meninggal, ia juga kecelakaan dan kehilangan 20 tahun hidupnya. Kalau Cindy bisa membantu, bukankah bagus?

"Ayo, kita bermain." Cindy akhirnya memutuskan.

✿︎✿︎✿︎ 

Obsess Me, Idiot! [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang