| 5 |

6.4K 163 1
                                    

✿︎✿︎✿︎

Hangat.

Cindy merasa hangat dan nyaman. Baru kali ini ia bisa menikmati keberadaan guling di dada dan perutnya. Biasanya ia bukan pecinta guling. Cindy lebih suka tidur terlentang karena ia merasa bebas. Apa yang berbeda pagi ini?

Tiba-tiba Cindy ingat kalau sekarang ia tinggal di keluarga Leonard dan semalam Will tidur bersamanya. Mata Cindy seketika terbuka. Saat menunduk, ia sadar. Dia bukan memeluk guling, tapi kepala Will yang berada di ceruk payudaranya. Semalam Cindy ketiduran hingga belum sempat menyelinap bangun.

Oh! Mereka tiduran semacam ini semalaman?

Cindy berniat mendorong Will, tapi rasanya terlalu nyaman.

Tak boleh. Saat ini ia sedang bekerja. Cindy tidak boleh memikirkan hal yang tidak-tidak. Cindy memutuskan untuk melepas tangan Will yang masih melingkar di perutnya, tapi tangan Will malah memeluk semakin erat. "Will, waktunya bangun."

"Gak mau. Will masih ngantuk." Suara Will terdengar serak. Apa yang salah dengannya hingga menganggap suara itu seksi.

"Bukannya Mr. Henry akan datang hari ini?" Cindy mengingat ucapan Tyler kemarin. Pamannya yang bernama Henry akan pulang bersama putrinya dari luar negeri.

"Will gak suka paman." Sepertinya pertanyaan mengenai Henry sangat sensitif hingga Will menjawab dengan ketus.

Cindy mengusap kepala Will berusaha menenangkan. "Kan, ada Cindy. Ayo, bangun dulu."

Will mendongak menatapnya, "Cin, Will mau bangun tapi ada syarat."

"Syarat?" Cindy mengernyit tak paham.

"Tiap malam, Will harus tidur sama Cindy, ya?" Ucapnya. Matanya memelas dan terlihat rapuh. "Will gak mau lagi mimpi buruk. Cindy teman Will, kan?"

Cindy mengangguk. Tak ada salahnya, kan?

"Oke." Will seketika bangun berdiri dengan bersemangat. "Will tidur disini tiap malam. Cindy gak boleh bohong." Ucapnya dengan tingkah girang, kemudian pria itu berlari kembali ke kamarnya.

Sedangkan Cindy masih melongo. Ia akan tidur bersama Will tiap malam?

Barusan Cindy mengangguk setuju bukan tentang tidur bersama, tapi tentang teman. Melihat Will yang sangat gembira, Cindy membiarkan kesalahpahaman itu berlalu. Toh, Cindy harus mengakui dalam hatinya ia juga merasa nyaman. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali ia tidur dengan sangat pulas seperti semalam. Tak ingin berpikir terlalu muluk, Cindy segera beranjak ke kamar mandi.

Apa berat badannya bertambah?

Pertanyaan pertama yang terlintas di otaknya begitu Cindy melihat pantulan dirinya di cermin. Setiap kali Cindy bertambah gemuk ataupun kurus, pasti muncul lebam berbentuk lingkaran besar di tubuhnya.

Kali ini, ia mendapati ada bekas lebam di ceruk payudaranya. Aneh sekali. Biasanya lebam tersebut berada di paha atau betis, bukan payudara. Atau, apa semalam ia digigit serangga?

Cindy menggelengkan kepala. Jangan berpikir terlalu berlebihan, lebam seperti bukan perkara serius. Mungkin hanya gigitan serangga. Batinnya.

Nanti ia akan mengganti seluruh seprai, sarung bantal dan selimut. Ada hal lebih penting hari ini, yaitu kedatangan Henry Leonard, paman Will yang akan pulang bersama putrinya.

Tyler sudah memperingatkan kalau Cindy harus berhati-hati terhadap pria tua itu. Peringatan Tyler membuat Cindy tak tenang. Cindy segera menyelesaikan aktivitasnya di kamar mandi dan menemui Will.

Beberapa saat kemudian, mereka berjalan ke meja makan. Sepertinya tamu yang akan berkunjung sudah berada di sana lebih awal. Tapi begitu Cindy dan Will muncul, hanya ada seorang pria tua yang duduk menunggu disana. Cindy menduga putri Henry tidak jadi datang atau terlambat.

"Pagi, Will." Sambut Henry. Dari ekspresi wajahnya saja, Cindy sudah tidak suka. Terlihat sekali kalau Henry pria licik.

"Pagi, Uncle." Will menyapa dengan malas. Pria itu memilih duduk di seberang Henry, sedangkan Cindy masih berdiri di belakang Will.

"Bagaimana Nanny barumu? Dia asik, kan?"

"Cindy bukan Nanny, Uncle. Cindy teman Will." Balas Will ketus khas anak kecil. "Cin, duduk sini." Will menepuk kursi sebelahnya. "Temenin Will."

"Oke." Cindy mengikuti keinginan Will. Dari sedikit interaksi ini saja, Cindy bisa menyimpulkan kalau hubungan Will dan pamannya tidak begitu baik. Pantas saja Tyler memperingatkan soal berhati-hati saat ada Henry.

Setelah itu, mereka menikmati sarapan. Tak ada lagi yang berbicara. Mungkin makan dalam diam adalah budaya keluarga Leonard.

Cindy mengamati Will yang beberapa kali mencuri pandang menatap Henry. Jelas bukan tatapan suka, Will menatap Henry dengan kesal dan marah. Aneh sekali. Cindy merasa itu bukan tindakan anak kecil. Anak-anak tidak paham soal menahan diri, tapi Will seperti menahan banyak hal.

Melihat suasana ruang makan, selera makan Cindy seperti hilang. Ia sudah merasa penuh walau baru makan sedikit.

Tiba-tiba Henry berkata, "Cindy, kita perlu bicara di ruanganku." Pria tua itu lalu beranjak berdiri tanpa menunggu jawaban Cindy terlebih dulu. "Sekarang."

"Cindy harus menemani Will terapi, Uncle." Will beralasan. Pria itu menarik tangan Cindy yang hendak mengikuti Henry.

"Kalian bisa pergi bersama minggu depan." Sergah Henry singkat.

Cindy berusaha melepas tangan Will, lalu meyakinkan pria itu dengan senyum. "Tidak apa, Will." Ucapnya sekalipun jantungnya berdetak cepat. Ia sama sekali tidak merasa antusias berdua dalam satu ruangan dengan Henry.

Akhirnya Will bersedia melepas tangannya. Cindy segera beranjak mengikuti langkah Henry. Semoga tak ada hal buruk menanti.

✿︎✿︎✿︎

Ramaikan dengan vote dan komen, yuk!

Biar Scarlett semangat nulisnya.

Obsess Me, Idiot! [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang