| 17 |

4.6K 106 1
                                    

✿︎✿︎✿︎

Will sedang menatap ke luar jendela Leonard Building, otaknya berputar cepat memikirkan cara efektif dan tercepat untuk menyingkirkan Henry. Beberapa menit lalu, ia sudah berhasil mengambil kembali posisinya dengan membuktikan diri bahwa dia sudah sehat. Tentu hanya pada orang-orang yang bisa dipercaya.

Tiba-tiba Tyler menerobos masuk dengan terburu-buru. "Will ada masalah." Will mengernyit. "Baru saja, Henry ingin menghancurkan Nanny Lenhart."

Will langsung merebut tablet di tangan Tyler. Disana tertulis artikel tuntunan terhadap Nanny Lenhart yang melakukan penyalahgunaan wewenang. Tentu saja itu tak benar. "Cindy." Nama itu langsung terlintas di otaknya. "Minta Reuben mengurus ini, Tyler. Kita harus pulang sekarang." Ia tidak ingin Cindy tahu berita ini.

Tyler mengangguk dan segera menghubungi Reuben, lalu memberitahu detail yang harus dilakukan. Dengan cepat, Will juga membuka ponsel. Ia memeriksa kamera yang mengawasi setiap sudut kediaman Leonard.

"Sialan!" Umpatnya begitu menyaksikan Cindy duduk tak sadarkan diri dan terikat di ruang kerja bersama Henry. Seharusnya, pagi ini ia tidak meninggalkan Cindy sendirian. "Tyler, ikut denganku." Berbagai skenario buruk muncul di otak Will semakin memperbesar penyesalannya. Ia tidak boleh terlambat. Ia tidak boleh kehilangan Cindy.

Dalam waktu sekejap Will sudah sampai di kediaman Leonard. Will memerintahkan Tyler agar menyetir mobil dengan kecepatan tinggi dan menerobos banyak sekali lampu merah. Urusan polisi, Will akan memikirkan belakangan.

Will segera masuk kediamannya. Sepi adalah kesan pertama yang ia dapat. Tak ada seorangpun pelayan. Tapi ia tidak peduli. "Tyler, kamu periksa seluruh pelayan."

Tyler mengangguk.

Tujuan utamanya adalah Cindy. Will segera menuju ruang kerja Henry. Begitu sampai, Will langsung menggebrak pintu yang terkunci. Ia tidak tahu apa saja yang telah dilakukan Henry. Tapi asal Cindy masih bernapas, pasti ada jalan.

Will pasti akan membuat perhitungan dengan Henry karena berani menyentuh wanitanya. Sudah cukup Henry mengambil kedua orangtuanya, Will takkan membiarkan pamannya juga mengambil Cindy darinya. Tidak akan.

"Cindy!"

Tidak ada jawaban.

Kosong.

Tidak ada Cindy.

Will segera melihat ponselnya lagi. "Sialan!" Ternyata kamera yang ia pasang dalam mode pause. Pantas Cindy masih terlihat duduk dan diam tak bergerak, karena kamera yang ia pasang berhenti merekam.

Artinya Henry tahu.

Tak tahan menahan emosinya, Will meninju meja di depannya hingga retak. Ia bahkan tak peduli dengan tangannya yang berdarah. Ternyata disana ada secarik kertas.

Bukan hanya kamu yang bisa bermain, William. Sudah tak perlu ditanyakan siapa yang menulisnya, jelas Henry.

Beberapa menit kemudian, Tyler menyusul. "Semua pelayan disekap di dalam gudang. Sedangkan penjaga, mereka tidak ada." Ucap Tyler yang baru masuk ruangan. "Will?"

Will menunjukkan tulisan tersebut pada Tyler.

"Shit!" Umpat Tyler.

"Panggil orang itu, Tyler. Aku akan setuju apapun kesepakatannya."

Tyler segera menghubungi seseorang. "I need a favor." Ucapnya pada seseorang di seberang telepon.

Will bisa mendengar orang tersebut tertawa, tapi ia tak peduli. Cindy adalah prioritasnya.

Bertahanlah, Cin.

✿︎✿︎✿︎

Ramaikan dengan vote dan komen, yuk!

Biar Scarlett semangat nulisnya.

Obsess Me, Idiot! [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang