| 3 |

6.4K 179 1
                                    

✿︎✿︎✿︎

Begitu meninggalkan kafe, Tyler membawa mereka menuju kediaman keluarga Leonard.

Cindy sudah mengirimkan pesan pada ibunya kalau ia akan langsung bekerja dan tinggal bersama Leonard selama satu bulan. Tentu saja ia tidak membagikan detail lain, terutama fakta Will adalah pria dewasa. Harriet tidak perlu ikut berpikir akan kondisi Cindy saat ini. Ibunya akan cemas jika tahu.

Setelah perjalanan sekitar setengah jam, mereka memasuki area gerbang. Ternyata jarak gerbang dan kediaman terbilang jauh. Begitu mobil berhenti, Cindy tak bisa menahan rasa takjub. Kediaman di depannya terlalu luas dan megah untuk disebut tempat tinggal. Deskripsi yang lebih tepat adalah istana. Cindy masih tak percaya ia akan tinggal di tempat ini selama sebulan ke depan. Wow.

Begitu turun dari mobil, dua pria dan satu wanita langsung menyambut kedatangan mereka. "Ini Nana, kepala pelayan keluarga Leonard. Kamu bisa meminta bantuan apapun padanya." Ucap Tyler merujuk pada wanita yang mungkin berusia 40-an itu. Wanita itu tersenyum.

Cindy juga balas tersenyum. "Saya Cindy."

Tak lama kemudian, Will menarik tangan Cindy. "Ayo, Cin. Kita harus bermain." Pria itu berlari kecil yang sontak membuat Cindy ikut berlari menyamai langkah besarnya. Mereka menaiki tangga menuju lantai dua.

Begitu langkah mereka berhenti, Cindy menengok ke belakang. Tyler sudah berada tak jauh dari mereka. Benar-benar khas pengawal. Tyler tampak selalu mengikuti gerak-gerik Will.

"Cin, kamu siap masuk kamar Will?" Tanya Will antusias.

Cindy mengangguk. "Tentu, Will. Ayo, aku penasaran."

Will membuka pintu dan mereka masuk. Kamar Will adalah definisi kamar anak. Oops, lebih tepatnya kamar anak perempuan. Sedikit aneh.

Karena semua perabot berwarna pink. Termasuk kasur, sprei, bantal, selimut, semuanya berwarna senada. Bahkan mainan yang berserakan di lantai juga. Semua serba pink.

"Saat kecil, Will memang feminim soal warna." Tyler menjelaskan. Sudah bisa ditebak, Tyler ikut masuk.

Sementara itu, telinga Cindy berusaha mencerna kata 'saat kecil'. Apa Will dewasa tak lagi menyukai warna feminim? Seberapa banyak Will berubah saat dewasa? Cindy tentu tidak menyuarakan pertanyaan di otaknya.

"Tyler, kamu keluar saja. Will mau berdua bersama Cindy." Ucap Will. Tangannya bermain mobil-mobilan di lantai yang telah dilapisi karpet tebal. Tentu saja berwarna pink.

Tyler mengangguk. "Oke, Will. Baik-baik bersama Cindy ya." Perhatian pria itu lalu beralih ke arah Cindy. "Kamu akan tidur di kamar sebelah. Tak perlu mengkhawatirkan perlengkapan, Nana sudah mempersiapkan semuanya."

"Terima kasih." Balas Cindy. Pria itu mengangguk, lalu berjalan pergi. Sekarang, ia hanya berdua bersama Will.

Saat ia menoleh ke arah Will, pria itu tampak tak tertarik lagi dengan mainan di depannya. Will terlihat melamun.

"Will, kamu bosan?"

"Will rindu mama." Jawab Will.

Setelah menghabiskan beberapa waktu bersama Will, Cindy menyadari kebiasaan pria itu saat berbicara. Will mengganti kata 'aku' dengan namanya.

Ucapan Will kembali meremas jantung Cindy. Ia segera menghampiri pria itu dan tanpa ragu mengusap punggungnya. Rasanya tak adil Will harus mengalami segala hal buruk yang menimpanya. Cindy sangat prihatin.

"Sekarang ada Cindy. Will tidak perlu kesepian lagi."

"Tapi Cindy bukan mama."

"Will boleh menganggap Cindy sebagai mama Will."

"Gak mau. Cindy teman Will."

"Oke. Kalau begitu kita berteman." Ucap Cindy akhirnya. Sebenarnya dia sendiri bingung kemana arah pembicaraan Will. Ia hanya mengikuti alur. Cindy bahkan mengikuti kebiasaan Will.

Seharian itu, tak banyak yang Cindy lakukan. Dia hanya perlu menemani Will kemanapun. Ia merasa seperti duplikat Tyler, tentu saja minus badan kekar dan aura mengintimidasi.

✿︎✿︎✿︎

Obsess Me, Idiot! [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang