| 10 |

5.4K 149 0
                                    

✿︎✿︎✿︎

"Bercak merah di tubuh Anda jelas hickey, nona Cindy." Ucap dokter Lea setelah hasil pemeriksaanya keluar.

"Anda tidak salah?"

"Kondisi Anda sangat sehat, nona. Tak ada kelainan apapun." Tambahnya.

Cindy bisa merasakan jantungnya berdegup kencang. Otaknya berpikir keras. Jika kondisinya sehat dan memar tersebut benar hickey, lalu dari mana datangnya hickey tersebut?

Satu-satunya pria yang belakangan ini berdekatan dengannya cuma Will. Mereka bahkan berpelukan tiap malam. Tapi pria itu tidak ada bedanya dengan anak kecil. Lantas siapa?

"Nona Cindy?" Panggilan dokter Lea menyadarkan lamunannya.

"Ehm. Maaf." Sesal Cindy. "Kalau begitu saya permisi, dokter Lea." Pamitnya sebelum melangkah keluar.

Cindy melihat Will cengar-cengir menunggu di luar ruang periksa. Kakinya bergoyang maju mundur. Persis seperti anak kecil. Tentu saja dia tidak sendirian. Kemanapun Will pergi, Tyler selalu bersamanya.

"Will, kita harus bicara."

"Bicara aja, Cin. Will mendengarkan."

Huft. Setelah dipikir-pikir, tidak mungkin disini. Apalagi ada Tyler.

"Tidak jadi. Nanti saja."

Will mengangguk berkali-kali. Melihat tingkahnya, mustahil Will yang memberikan jejak hickey di tubuhnya. Tapi tidak ada penjelasan lain.

Begitu sampai di rumah, mereka mendapat sambutan tidak terduga.

"William, akhirnya kamu pulang juga." Ucap seorang wanita yang sepertinya seusia Cindy. Wanita itu duduk di sofa dengan satu gelas jus terletak di meja. "Oh, bersama dengan pelayanmu juga?" Tambahnya begitu melihat Cindy.

"Cindy bukan pelayan, Anne." Ucap Will kesal. Cindy terkejut saat Will memeluk protektif pinggangnya dari samping. "Dia teman Will."

"Terserahmu saja, idiot!" Padahal Anne Leonard terbilang sangat cantik, sayang sekali kecantikannya ternodai oleh sikapnya yang terbilang buruk. Ucapannya jahat dan menghina. Anne melirik arah tangan Will yang melingkar di pinggang Cindy. "William, kamu tidak lupa kita akan segera menikah, kan?"

Deg. Tubuh Cindy langsung tegang. Tangannya mengepal menahan emosi. Mereka akan segera menikah? Kenapa Cindy tidak tahu? Pertanyaan yang lebih tepat, kenapa Cindy peduli dan kesal?

"Will gak suka Anne." Balas Will cepat sambil menarik Cindy ke lantai atas.

"Tapi kita akan tetap menikah, William!" Teriak Anne dari bawah.

Cukup satu kali pertemuan, Cindy langsung tak menyukai Anne. Sepertinya ayah dan anak memang mirip. Henry dan Anne memiliki sifat yang sama, selain jahat dan licik, mereka bersikap seolah mereka yang paling berkuasa.

Will menutup pintu dengan kasar. Napasnya menggebu. Melihat reaksi Will, Cindy sadar kalau bukan hanya dia yang kesal dengan pernikahan itu.

Hanya saja, kenapa Cindy tidak tahu?

Cindy ingin berkomentar pada Tyler, tapi pria itu tidak terlihat. Sepertinya pergi begitu mengantar mereka sampai kediaman. Sekarang Tyler memang jarang bersama Will saat mereka di kediaman.

"Will." Panggil Cindy meletakkan tangan di pundak Will. Ia bermaksud menenangkan. "Duduk." Cindy mendudukkan Will ke tepi ranjang. Tangannya menepuk pundak Will berulang kali agar emosi Will mereda.

"Will benci Anne." Ucap Will.

"Will punya Cindy."

Melihat kondisi Will, Cindy seolah lupa dengan kondisinya sendiri. Pertanyaan yang sudah ia persiapkan tadi tak mampu keluar dari mulutnya.

Ah! Nanti.

Ternyata kata nanti itu terus berlanjut hingga malam tiba. Cindy belum menanyakan apapun.

Mereka beruntung karena Anne tidak tinggal lama. Wanita itu pergi lagi entah kemana. Terserah, Cindy tidak peduli. Siang tadi, Cindy tidak jadi bertanya karena tak tega melihat kondisi Will, tapi bukan berarti otaknya berhenti berpikir sepenuhnya.

Tiba-tiba ia mengingat Will selalu memberinya hadiah permen sebelum tidur. Cindy curiga ada sesuatu yang aneh dengan permen-permen yang Will berikan. Mungkinkah sejenis obat tidur.

Cindy berharap perkiraannya salah. Ia terlanjur protektif terhadap Will. Ia akan sangat kecewa kalau ternyata ia ditipu. Malam ini, ia akan menemukan jawabannya.

"Will, aku ke kamar mandi dulu." Ucap Cindy begitu membuka bungkus permen dan berakting memasukkan permen tersebut dalam mulutnya. Ia bergegas.

Begitu sampai di kamar mandi, Cindy segera meludahkan permen tersebut ke toilet, kemudian ia segera berkumur.

"Cin, jangan lama-lama. Will ngantuk." Teriaknya dari luar.

"Sebentar, Will."

Malam ini, Cindy akan mendapatkan jawaban. Ia hanya berharap semoga tak ada rasa kecewa.

✿︎✿︎✿︎

Ramaikan dengan vote dan komen, yuk!

Biar Scarlett semangat nulisnya.

Obsess Me, Idiot! [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang