Bagian - 9

731 92 0
                                    

"Medina yang sudah bawa aku ketemu sama pamannya." Jawab bocah itu saat Jovita menanyakan tentang kesibukkannya beberapa hari ini. Yang membuatnya jarang pulang ke rumah. "Semua karyawan wajib tinggal di wisma. Sebenarnya pamannya Medina nggak ngewajibin aku banget, karena pekerjaanku bisa dikerjaan di mana saja. Tapi aku nggak mau ada orang yang berpikir aku nggak profesional."

"Apa sih nama aplikasinya?" Tanya Jovita lebih lanjut. "Orang kaya juga ternyata keluarganya Medina."

"Openorderdotcom. Yang biasa kamu pakai belanja."

"Ya ampun, serius? Kamu ketemu ownernya langsung? Aku pernah lihat di infotainment orangnya keturunan arab kan, Bi? Keker gitu kan orangnya?" Jovita mendadak heboh. Sebenarnya saat masih kerja di kelab, Jovita cukup sering melihatnya. Lelaki paruh baya itu biasa melakukan pertemuan dengan klien di tempat-tempat hiburan malam. Dan yang membuat Jovita salut, tidak sekalipun dari pemilik marketplace ternama di negaranya ini menyentuh alkohol.

"Sepertinya begitu. Ck, aku nggak terlalu memperhatikan, Jov!"

"Ya iyalah! Malah aneh kalau kamu merhatiin cowok sampai segitunya."

Tatapan Jovita mengikuti langkah Biantara yang masuk ke dalam kamarnya untuk meletakkan tas ransel dan tak lama kemudian muncul kembali langsung menuju ke dapur untuk membuat sesuatu. Kesukaan bocah itu kopi hitam pahit, Jovita sudah sangat hafal.

"O jadi gitu. Aku pikir kalian ada hubungan, karena sering keluar berdua. Kalau emang kalian pacaran, kita nggak perlu lagi tidur bareng. Kamu pasti bakalan ngerasa berdosa sudah main di belakang Medina." Ungkap Jovita terus terang saat bocah itu melintas di hadapannya dengan menenteng cangkir kopi hendak kembali ke kamar.

Biantara langsung menghentikan langkahnya. "Terus kamu akan melakukannya dengan laki-laki yang banyak tatonya tadi?"

"Laki-laki yang banyak tatonya?" Beo Jovita. "Astaga, maksud kamu Mas Alex? Ya nggak lah, Bian! Dia kan bos aku!"

"Bisa aja kan?!" Bocah itu kembali melangkah. Jovita beranjak dari tempat duduknya mengikuti si tukang tuduh tersebut.

"Memangnya aku seburuk itu di matamu?" Tuntut Jovita sedikit tersinggung.

"Kamu sudah dicap buruk di mata banyak orang di luar sana, Jov." Tekan bocah itu santai, seolah kata-katanya barusan tidak berpengaruh apa-apa bagi Jovita.

Rasanya seperti baru saja dikuliti. Jovita kehilangan suaranya. Fakta bahwa dirinya sudah tidur dengan banyak laki-laki menjadi mimpi buruk yang tak berkesudahan. Terlalu banyak noda yang ia pikul. "Tapi kamu masih mau sama aku! Nggak jijik juga kan?!" Todongnya ketus.

Cukup menohok. Sejenak, bocah itu diam menatapnya, sebelum mengucapkan respon yang membuat Jovita kian terhina. "Aku nggak harus menolak sesuatu yang gratis kan?"

Jovita berbalik sambil menutup pintu kamar Biantara dengan cukup keras. Bocah itu benar-benar keterlaluan. Omongannya tidak sopan. Jovita benci mendengar fakta bahwa dirinya dianggap semurah itu oleh orang terdekatnya.

Sepanjang hari Jovita lebih banyak mengurung diri di ruang pribadinya. Melakukan yoga, menonton film di netflix, dan sesekali melamunkan banyak hal. Termasuk omongan Biantara yang tak henti mengganggu pikirannya.

Jovita beralih menekuri layar ponsel. Bermaksud mencari lowongan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Hampir semua tempat membutuhkan ijazah terakhir SMA. Sedangkan Jovita SMP saja tidak lulus. Ada satu restoran yang tidak terlalu membutuhkan syarat pendidikan untuk pekerjanya, yaitu restoran yang menjual menu masakan padang, haruskah Jovita mulai mendaftar di sana?

"Apa?! Kamu mau kerja di warung masakan padang? Aku nggak salah dengar, Jov?!" Sembur Katty setelah Jovita mengutarakan niatnya untuk mendaftar ke warung padang yang terletak di dekat kampus Biantara.

KELIRU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang