Bagian - 3

1K 93 2
                                    

Satu dosa yang tidak akan pernah bisa terampuni dari banyaknya perbuatan buruk yang sudah Jovita lakukan.
Sebuah jenis dosa yang dikerjakan dengan sangat konsisten. Jovita sudah sering membayangkan bahwa di kehidupannya mendatang, api neraka akan langsung melahapnya. Tuhan tidak perlu repot-repot mengkaji ulang untuk melemparnya ke dalam golongan setan dan dedemit karena angka dosa secara otomatis muncul sangat besar di atas kepalanya.

Seharusnya setelah malam itu, saat ia pulang dalam keadaan mabuk berat, dan tanpa sadar masuk ke dalam kamar yang bukan miliknya. Astaga, Jovita yang secara usia sudah lebih dewasa dan matang, seharusnya bisa mengendalikan perasaan dan rasa tertariknya pada sosok yang sudah dianggap adik kandung sendiri.

Jovita adalah perwujudan manusia yang terlalu bobrok. Seharusnya Jovita menganggap perbuatannya itu fatal dan berjanji tidak akan mengulanginya, tapi yang terjadi di hari berikutnya, perempuan nakal ini malah dengan rutin mengunjungi ruang pribadi adiknya dan melancarkan godaan. Sungguh laknat perilakunya.

Baiklah, mari kita sedikit bercerita tentang sosok yang dianggap adik kandung sendiri. Yang bernama lengkap Raymond Biantara Lathif.

Bocah itu hasil dari percampuran Amerika Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum bahwa penghuni tempat tinggalnya terdahulu dipenuhi bayi-bayi yang dicetak dari hubungan di luar nikah.

Biantara memiliki kulit sedikit eksotis, tubuhnya tinggi tegap, hidungnya mancung, alisnya tebal dan tatapannya tegas. Terkadang Jovita memandangnya seperti Taylor Daniel Lautner, mirip sekali. Di mata Jovita, Biantara yang kala itu tak lebih dari bocah kecil malang, yang menggerakkan hati Jovita untuk putus sekolah dan memilih melakoni pekerjaan di dunia malam, telah menjelma menjadi sosok yang sangat gagah dan rupawan.

Jovita menyaksikan Biantara versi anak-anak lalu bertumbuh dengan sangat sempurna, hingga tinggi dan besarnya pun sudah melebihinya. Tidak salah bila pelukan Biantara memberikan rasa hangat dan aman ditubuhnya. Terlebih saat kemarin sore bocah itu dengan berani pasang badan untuk membela. Jovita ketagihan, rasa kagumnya semakin bertambah.

Biantara tumbuh menjadi sosok yang lurus dan teratur. Entah karena bocah itu yang tidak memiliki bibit keluar jalur seperti dirinya, atau memang lingkungan yang mempengaruhi. Bocah itu menurut saat Jovita meminta untuk fokus belajar dan kuliah. Dunia Biantara yang hanya seputar kampus, mengurus laboratorium yang terkadang menjadi alasan bocah itu pulang telat, dan beberapa kali Jovita tidak sengaja mendengar percakapannya di telepon bersama dengan para dosen. Saat sudah berada di rumah, tidak jarang pegawai kelurahan menyeretnya ke kantor untuk mengurus database.

Beda dengan Jovita yang hilang perawan di usianya yang masih belia, dan menganggap alkohol layaknya air putih, Biantara justru tidak mengenal itu semua. Kehidupan bebas, diburu dosa dan penyesalan.

Tapi sejak malam itu, semua telah berubah, dan Jovitalah si pelaku yang sudah mengubah seorang Biantara dari bocah murni menjadi lelaki dewasa sepanas api neraka. Bocah itu tidak lagi canggung saat mengangkat tubuhnya yang tanpa busana dari atas Jovita, lalu dengan santai mengenakan bokser dan kaosnya kembali sambil bertanya, "Aku lapar mau nyari makan di luar. Kamu mau nitip apa?"

Jovita menarik selimut sambil terus mengamati pergerakan sosok di depannya. "Pengin nasi uduk pakai ayam kampung. Sayurnya cah jamur aja. Kamu belinya di tempat biasa kan? Uangnya ambil di domp ... ck! Kebiasaan!" Bocah itu sudah amblas sebelum Jovita menyelesaikan kalimatnya.

Tak lama ponsel Jovita berbunyi, nama salah seorang kawan dekat satu profesi tertera di layar. "Kamu itu kemana aja sih?! Dicariin Bang Alex tuh. Katanya dichat checklist doang. Untung aja aku punya nomormu yang lain." Suara Katty langsung nyerocos.

"Tapi kamu nggak lancang ngasih tahu nomorku yang ini ke Bang Alex kan?" Lelaki yang disebutkan namanya itu adalah pemilik kelab tempat Jovita bekerja. Jovita sengaja memisahkan nomor pribadi dengan yang biasa disebarluaskan pada pelanggan.

"Aman. Saking setia kawannya, aku sampai namain nomormu yang ini dengan nama yang nggak bakalan orang tahu kalau itu kamu." Memang hanya Katty satu-satunya manusia yang dibiarkan masuk hingga ke urusan pribadinya. "Masih ngapain sih? Jangan bilang, kamu baru aja kelar enak-enak sama Bian, dan sekarang lagi rebahan di atas kasur sambil mainan HP."

Emang iya, batin Jovita tapi lebih memilih tidak menjawab.

"Jadi penasaran gimana rasanya?! Sampai bikin kamu memutuskan untuk menutup paha dan lebih memilih Bian ketimbang duitnya Bang Alex." Sejak malam itu Jovita tidak lagi mengambil job tambahan dalam tanda kutip. "Nggak mungkin kalau hanya sekedar nafsu, pasti ada sesuatu kan? Aduh, susah deh kalau sudah pakai perasaan. Aku sudah pernah ngalamin, dan itu nggak enak banget ...."

"Nggak usah curhat!" Potong Jovita. "Mending buruan ngomong deh, apa tujuanmu nelepon?"

"Yeee bentar dong. Aku tuh mau ngasih tahu kamu supaya nggak salah arah saat menjatuhkan hatimu ke laki-laki. Terlebih dia usianya jauh di bawahmu. Ya semoga aja Bian juga merasakan hal yang sama. Karena kalau nggak, rasanya bakalan sakit banget. Sumpah."

"Katt, yakali aku baper sama bocah. Ada-ada aja deh! Kamu ini kayak nggak kenal aku aja."

"Justru karena aku sangat mengenal kamu makanya aku tahu perbedaan kamu tiga bulan yang lalu sama yang sekarang. Kamu itu banyak berubah setelah ML sama Bian, Jov. Aku yang ngelihat gelagatmu saat di tempat kerja, kamu kelihatan nggak nyaman, kamu semakin ngebatesin interaksimu sama pelanggan, kamu yang makin jaga jarak, semua terekam di kaca benggalaku."

Tanpa memutuskan sambungan teleponnya Jovita bangkit dari tempat tidur dan lekas mengenakan daster. Sebentar lagi pasti Bian datang membawa makanan pesanannya.

"Ya ampun, Jov, ingat nggak sih dulu kita sering berbagi kalau ada pelanggan yang good looking dan royal. Setelah kamu pakai, terus besoknya kamu kasih ke aku, begitu sebaliknya. Hahahaha. Aku yakin kamu nggak sepelit itu. Ini serius kamu nggak mau sekali-kali ngebiarin aku ...."

"Nggak!" Potong Jovita. Mulut Katty memang kurang ajar.

Katty tergelak kencang. "Emang dasar pelit! Hem, beberapa tahun lagi kita sudah kepala tiga, wajar kalau pikiran untuk hidup normal sering kali terlintas. Seharusnya kamu mendapatkan pria settle, bukan brondong yang secara emosi saja belum stabil."

Mengapa jadi semakin jauh sekali topik pembahasan yang diusung Katty sore hari ini? "Aku matiin ya, Katt, kamu jadi mau ngomong soal Bang Alex atau ceramahin aku terus? Sumpah, ini telingaku sudah mulai berasap."

"Dih, masak gitu?"

"Buruan! Atau beneran aku matiin."

"Ya intinya Bang Alex heran banget kenapa kamu sekarang sering nolak job padahal selama ini kamu orangnya paling rajin dan nggak rewel."

"Trus kamu jawab apa pas dia ngomong gitu?" Jovita juga tidak mengerti kenapa ia harus merasa bersalah dengan profesi yang sudah dilakoninya selama bertahun-tahun?!

"Jawabanku nggak masuk akal sih, habisnya aku juga bingung mau jawab apa. Aku bilang kalau kamu butuh waktu sendiri karena habis dituduh pelakor sama istri pelanggan. Bang Alex spontan langsung nyeletuk, nggak mungkinlah, Katt, Jovita kan anaknya cuek banget, masalah sepele kayak gitu nggak ada apa-apa buat dia."

Jovita mendengus. "Kan kamu bisa bilang kalau sekarang aku masih males. Nanti kalau duitnya habis juga bakalan kerja lagi. Gitu. Susahnya di mana sih, Katt? Kesel banget deh. Nggak bisa diandelin."

"Ya gimana lagi?! Aku kan nggak biasa bohong."

"Pret!"

"Bang Alex bilang kalau dalam seminggu ini aja ada 10 orang yang nyariin kamu. Duh, Jov, itu duit semua. Coba mau sama aku, sudah aku sikat deh mereka dari kemarin-kemarin."

Terdengar suara pintu rumah terbuka dan itu tandanya Bian sudah datang. "Katt, sudah dulu! Kita lanjut aja nanti. Atau kamu nanti malam kalau sempat mampir ke rumah deh."

"Ck! Malam ini nggak bisa. Besok pagi aja deh aku ke situ."

KELIRU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang