03 : cafe dan strawberry

219 35 10
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sagara membereskan cafenya yang mulai sepi pelanggan pada sore itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sagara membereskan cafenya yang mulai sepi pelanggan pada sore itu. Ia sengaja menutup kafenya lebih awal setiap weekend agar ia bisa beristirahat malam harinya setelah bekerja seminggu penuh.

Setelah semua karyawannya pulang, Sagara kini dengan bosan duduk di meja kasir sambil menatap lurus ke arah dua pemuda yang masih bercengkerama. Tak sadar jika cafenya sudah sedari tadi kosong menyisakan mereka bertiga. Benar benar pelanggan tak tau diri.

Memasang raut senyumnya, ia bergegas mengusir pelanggan itu secara halus. Sagara sudah merindukan kasur empuk dan anime favoritnya. Ia tak bisa menahan lebih lama lagi.

"Permisi kak, cafe kami sudah tutup. Kira kira kakaknya berapa lama lagi ya di sini?" Sagara memasang senyum ramahnya sambil menekan kata katanya agar pemuda di hadapannya mengerti keinginannya.

"Lah lu kaya sama orang lain aja, gar. Kalo lo mau pulang duluan, pulang aja. Biar gue yang ngunci nanti. Gue masih kangen kangenan sama adek gue." Pemuda di hadapannya itu melambai lambaikan tangannya di hadapan wajah Sagara agar Sagara tak mengganggu aktivitasnya.

"Lo pikir lo yang punya usaha kak? Gue yang tanggung jawab. Ntar cafe gue ada apa apa gimana?" Sagara menyingkirkan tangan pemuda itu dengan cepat. Ia lelah sekarang.

"Lah kan gue ada masang modal juga di cafe lo. Lo lupa kalo gue abang lo? Ga percayaan amat jadi orang." Pemuda yang lebih tua darinya itu kini melemparkan sisa sisa remahan pastry yang ada di piringnya ke wajah Sagara. Iseng banget ni orang, batin Sagara.

"Udah bang, bang Sagara nya kayanya emang cape juga. Pulang aja lagi yuk." Akhirnya pemuda yang termuda di antara mereka menengahi pertengkaran mereka sebelum amarah Sagara memuncak.

"Tapi gue masih kangen sama lo, guh." Pemuda tua itu, Jian kini cemberut menatap Teguh yang mendukung Sagara.

"Lo ga liat udah mau malam bang? Ntar keduluan papa gue pulang nya."

Sagara memperhatikan interaksi diantara kedua pemuda itu dengan cermat. Berpikir sejenak, ia lalu menarik paksa tangan Jian ke dapur cafe.

Sesampainya di dapur, Jian berseru protes dengan Sagara yang menarik tangannya terlalu kuat. Ia mengomel pergelangan tangannya yang sudah memerah,

OccasionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang