21✈️{P,MM!}

368 36 9
                                    

Don't forget
〈⁠(⁠•⁠ˇ⁠‿⁠ˇ⁠•⁠)⁠-⁠→Vote and Coment

🛫📍🛬

"Kakek!" panggil Naruto berjalan ke arah ruang kerjanya dimana sang kakek tidur di sana. Ketukan pintu terdengar, Naruto terus memanggil kakeknya namun tak ada jawaban sama sekali hingga ia memilih membukanya tanpa kunci, karena memang tidak di kunci. "Dimana dia?" hanya berpikir positif, karena kakeknya mungkin berjalan-jalan keluar untuk mencari udara segar.

Naruto kembali ke kamarnya, sekedar mengambil jas kerjanya, namun ia urungkan ketikan melihat Hinata juga baru keluar dari kamar mandi. Kali ini wanita itu memakai pakaian yang lebih tertutup seperti saat ini, Hinata mengenakan Hoodie di pagi hari dengan celana panjang hitam dan Surai basahnya.

Naruto terseringai saat mendapatkan tatapan sinis dari Hinata yang sibuk mengeringkan rambut dengan handuk. "Sudah sehat, Nona?!" God Naruto. Hinata tahu maksud dari pria menyebalkan itu. Hinata tak menjawabnya, berjalan ke arah meja rias melewati Naruto. "Minggir!" ketus.

Saat sibuk mengeringkan rambut, bukannya pergi, pria pirang itu masih menatapnya lewat pantulan cermin. -'Senyumannya sangat konyol, untung kau tampan. Tapi menyebalkan!' Pikir Hinata balik tajam menatap Naruto.

"Aku ingin bertanya." Sedikit malu, Hinata sebisa mungkin melihat mata Naruto yang masih berdiri. Tak ada gunanya marah-marah, toh semuanya sudah terjadi-- itulah yang Hinata pikirkan.

"Aku... Ap-apa kau mengeluarkan tamunya di dalam? Atau di luar?" suaranya begitu pelan nyaris tak terdengar. Naruto faham artinya, ia malah terseringai nakal. "Kenapa?"

Hinata berdiri dengan keberanian. "Ke-na-pa? Aku tidak ingin sampai hamil anak mu, itu tidak akan terjadi!" geram Hinata menolak benih Naruto.

"Hei, kau beruntung jika hamil anak ku! Banyak wanita yang ingin ku hamili, harusnya kau senang jika pria tampan seperti ku menanamkan benihnya di rahim mu!"

"Aku tidak akan sudi meski di dunia ini hanya ada pria seperti mu. AKU TIDAK AKAN PERNAH MAU HAMILLLLLL!" suara Hinata begitu lantang. Setelah puas mengatakan semuanya, Hinata berjalan keluar di susul oleh Naruto yang masih terkekeh kecil dan sangat menikmati kemarahan istrinya.

"Kenapa kau tidak mau hamil Nak Hinata?" Deg! Rasanya sangat horor, Hinata dan Naruto sama-sama terkejut membelalak lalu berbalik ke belakang dan melihat wajah sang kakek yang sendu serta bingung. Seketika pikiran jail mulai terjadi. "Ya Kek! Kakek beritahu dia, kenapa tidak mau hamil, padahal dia sudah berjanji akan memberikan 100 cicit' kan?!" rasanya ingin sekali Hinata membungkam mulut itu dan senyuman licik si Rubah menyebalkan itu.

"Em.. bu-bukan itu Kek, ma-maksudku. Aku tidak ingin hamil karena... Karena..." Menoleh ke arah Naruto yang masih tersenyum. Dia harus pandai berbohong karena kakek dan Naruto sudah tahu tentang penyakit perutnya.

Tiba-tiba Hinata mulai menangis. "Hikss, aku takut jika sampai hamil Naruto tidak akan menerima anak kami hikss." Naruto langsung terkejut buka main.

"Memangnya kenapa? Apa yang bocah pirang itu lakukan hah?" tanya khawatir kakeknya memegang kedua pundak Hinata.

"Dia-dia... Naruto hanya mencintai anime kesukaannya Kek Hikss, bahkan saat kami bercinta dia tidak memanggil namaku, melainkan nama Sailor moon Hikss!"

Please, Marry Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang