"Saya. Saya yang memegang Fenna pertama kalinya."
"Oh, kamu ya Ton?" kata Niko, ternyata juga kenal dengan Tonny, pelayan lelaki yang berusia 24 tahun.
"Kamu ikut aku deh, Ton."
"Lho, memangnya kenapa, Bang Niko? Saya nggak ngapa-ngapain si Fenna kok, Sumpah."
"Iya, aku percaya. Tapi ada sesuatu yang perlu dibersihkan dari dirimu. Karena kau telah tertular gaib kutukan dari Fenna."
"Gaib kutukan?"
"Fenna sendiri tertular dari Herlis, yang kemarin berpasangan dengan Yaksa."
"Astaga. Apa benar begitu sih? Rasa- rasanya tadi Pak Handri juga bilang begitu sama saya, Bang Niko. Tapi..."
"Sudah, sudah, kamu ikut aku saja sekarang juga biar nggak makan korban lain lagi."
Akhirnya setelah melalui izin polisi yang menangani kasus itu, Tonny pun ikut Niko ke rumah Kumala Dewi. Di perjalanan Buron berbisik kepada Niko tanpa didengar Tonny.
"Kayaknya dia sih aman aman aja, Nik Radar gaibku nggak menemukan energi gaib apa-apa pada dirinya."
"Ah, salah radar kali luh, biar Kumnla saja yang menangani."
****
Kumala hanya menarik napas mendengar kabar peristiwa maut itu terulang lagi. Tapi ekspresi wajah Sandhi tampak terpanjat tegang begitu mendengar laporan Niko kepada Kumala. Niko mengatakan dengan rasa bangga, bahwa ia telah berhasil membawa pulang orang yang pertama kalinya memegang tubuh Fenna. Namun ketika disebutkan nama orang tersebut adalah Tonny, Kumala Dewi segera mencibir kesal.
"Bukan lelaki Tapi yang perempuan."
"Yang perempuan?"
"Iya. Perempuan siapa pun yang pertama kali memegang tubuh Fenna, itulah yang terpengaruh gaib, pembantai maut. Pasti kalau dia berciuman atau kencan dengan seorang lelaki, maka lelaki itu akan mengalami kematian seperti para korban lainnya."
"Ooo, jadi nggak berlaku bagi lelaki pertama yang memegang Fenna, begitu?"
"Tuh, apa kataku tadi, Nik," bisik Buron sambil bersungut-sungut.
"Lalu, siapa perempuan pertama yang memegang Fenna, ya?" Tonny manyahut.
"Setahuku, kalau nggak Nitta, ya Venti. Sebab waktu itu yang menolong Fenna adalah aku, Nitta dan Venti."
"Nah, cari itu. Satu di antara keduanya pasti tertular gaib pembantai. Cari dia secepatnya!" tegas Kumala kepada Buron dan Niko.
Mereka berdua saling pandang dengan hati kesal. Nitta berhasil ditemui Niko dan Buron di rumahnya, Gadis itu masih muda, usianya masih 22 tahun. Menurut pengakuannya, ia memang pegawai baru di King's Pub. Bahkan menurut keterangan Aceng, Nitta masih dalam masa job training. Belum pegawai tetap Kondisi kerjanya sedang dalam pemantauan pihak manager. Meski demikian, Niko tetap membawa pulang Nitta ke rumah Kumala.
Tapi lagi lagi di perjalanan Buron berbisik kepada Niko, bahwa menurutnya Nitta tidak mempunyai kekuatan gaib yang membahayakan.
"Dia hanya punya gaib penyelamat Jiwa. berupa rajah yang disimpan dalam dompetnya," bisik Buron.
"Kenapa kamu nggak bilang dari tadi?
Sekarang sudah telanjur dekat rumah, apa mau di pulangin lagi?""Biarin aja. Biar lebih kenal denganku. Aku maksir dengan kecantikannya yang mungil itu, Nik."
"Wah, elu bener-bener jin mata playboy. Brengsek," gerutu Niko dengan hati dongkol. Buron hanya cengar-cengir dan semakin sering mengajak bicara Nitta yang duduk di jok belakang sendirian.
Tentu saja Dewi Ular ngomel setelah mendengar penjelasan dari Niko tentang maksud Buron membawa pulang Nitta. Buron sendiri hanya hanya cengar-cengir saat mendengar gerutuan Kumala Dewi, dan sempat jengkel ketika Sandhi ikut membumbui gerutuan tersebut.
Namun apalah artinya sebaris gerutuan buat jelmaan Jin Layon, dibandingkan dengan suatu kesimpulan yang mereka peroleh, bahwa kekuatan gaib pembantai itu kini berada pada diri Venti.
Esok harinya mereka mencari Venti, tapi menurut keterangan teman sekostnya, Venti yang berusia 25 tahun itu sejak semalam tidak pulang ke tempat kost tersebut. Diduga, gadis berambut pendek dengan poni depan rata itu pulang ke rumah pamannya di daerah Tangerang. Niko dan Buron pergi ke sana, karena tugas itu memang dipercayakan Kumala kepada mereka berdua.
Namun sampai di rumah pamannya Venti, gadis itu tidak ada. Tidak pulang ke rumah sang paman. Kemungkinan besar justru pulang ke kampung, karena hari itu adik bungsu Venti sedang dikhitan di kampungnya. Kumala mencegah niat Niko mengejar Venti ke kampung halamannya. Selain letaknya jauh dari Jakarta, ternyata ada permasalahan lain yang perlu mendapat perhatian khusus dari mereka.
Pertama tentang status kebangsawanan Handri, yang menurut informasi dari pihak kerabatnya, Handri adalah keturunan bangsawan juga dari luar Jawa. Permasalahan kedua, bahwa ternyata mayat Handri tidak dimakamkan oleh pihak keluarganya pada hari itu juga.
"Jenazah kakak saya disemayamkan di rumah duka," kata adik kandung Handri yang bernama Monna.
"Di rumah duka mana?" tanya Buron yang masih didampingi Niko.
"Saya sendiri nggak tahu Soalnya itu bukan kehendak kami. Sebenarnya pihak keluarga nggak menginginkan begitu."
"Lho, lantas keinginan siap kalau begitu?" tanya Niko heran.
"Keinginan dari para sesepuh yayasan."
"Yayasan apa sih?"
"Handri kan tergabung dalam sebuah yayasan sosial, dan dia menjadi sekretaris yayasan itu."
"ya, yayasannya namanya apa?"
Monna yang berambut panjang dan beralis tebal itu tampak kebingungan. Gadis berusia 26 tahun itu mengaku tidak tahu nama yayasan tersebut, ia hanya tahu bahwa Handri adalah salah satu aktivis dari sebuah yayasan sosial. Persoalan itulah yang dibahas mereka di rumah Kumala Dewi. Mereka sama-sama merasa heran, mengapa pihak keluarga sampai mengikuti keinginan pihak yayasan untuk menunda pemakaman Handri, padahal untuk urusan berkabung seperti itu, pihak keluargalah yang punya wewenang memakamkan jenazah yang bersangkutan. Yayasan tidak punya wewenang menentukan apa pun terhadap jenazah anggotanya.
"Anehnya lagi," kata Sandhi. "Mengapa pihak keluarga Handri sampai nggak tahu di mana jenazah Handri di semayamkan? Ini benar-benar janggal sekali kan?"
"Bukan nggak tahu, tapi sengaja dirahasiakan tempat itu," kata Dewi Ular dengan kalem.
"Dirahasiakan?" Niko berkerut dahi.
"Mustahil pihak, keluarga membiarkan jenazah Handri dibawa pergi dan disemayamkan tanpa diketahui tempatnya. Jelas ini suatu akal-akalan saja. Keluarga bangsawan itu bukan keluarga bodoh kan. Jadi yang perlu kita selidiki adalah yayasan itu sendiri, apa motivasinya menginapkan jenazah Handri di tempat yang sangat rahasia?"
"Gue jadi penasaran kalau begini," gumam Buron, seperti sedang bicara sendiri.
Tiba-tiba Niko Madawi mengajukan usul yang baginya sendiri merupakan sesuatu yang meragukan.
"Bagaimana kalau kita panggil saja rohnya Handri?" sambil matanya menatap Dewi Ular.
"Kamu kan bisa memanggil rohnya dan mengajaknya bicara?"
"Mudah-mudahan nggak ada pengganggunya," kata Kumala.
Toh pada akhirnya Kumala pun setuju dengan usul ini. Maka lepas pukul 9 malam mereka pindah tempat ke pendapa yang ada di halaman belakang.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
50. Ciuman Neraka✓
FantastiqueSilahkan follow saya terlebih dulu. Serial Dewi Ular karya Tara Zagita 50 Jehans merupakan salah satu kasus pembunuhan yang sulit dilacak siapa pelakunya. Menurut pihak kepolisian, pelakunya adalah Rista. Karena gadis itulah yang kencan dengan Jehan...