Ciuman Neraka 14

50 14 0
                                    

"Maksudmu ramai-ramai meniduri gadis yang akan dijadikan korban persembahan, begitu? Ooh, nggak sampai sebodoh itu aku. Justru setelah mengetahui hal itu, aku mengecam habis adikku sendiri. Ku bujuk dia untuk meninggalkan sekte itu, tapi nggak berhasil. Perbuatan liar itu biasanya hanya diketahui oleh anggota yang resmi maupun yang baru akan diresmikan. Terlebih dulu kami disumpah, walaupun tidak melakukan, tapi jika sudah melihat perbuatan cabul massal itu, maka sudah dianggap melakukan juga. Aku buru-buru menunda kedatanganku sewaktu mereka akan melakukan perbuatan bejat tersebut. Dan menurutku, keluarga Handri tidak mengetahui tata cara serta upacara 'pesta cinta' itu."

"Kau tahu, siapa gadis yang waktu itu akan dijadikan korban persembahan?" tanya Kumala dalam bisikan lirih sekali, agar tidak mengganggu khidmatnya acara pemakanan tersebut.

"Aku nggak tahu persis. Tapi aku tahu nama gadis itu adalah Niken.

"Niken?"

"Kalau kau mau tahu hal itu, tanyakan saja kepada Laksana."

"Siapa itu Laksana?"

"Yang berdiri di samping saudara angkatmu itu," sambil mata Hastomo melirik ke arah Pramuda.

Pria berusia 30 tahun dengan penampilan rapi dan tetap berdasi itu ternyata adalah pengikut sekte aliran sesat dan bernama Laksana. Kumala agak terkejut mengetahui bahwa Pramuda tampak akrab sekali dengan Laksana, yang mengaku masih punya hubungan darah dengan almarhum Handri.

Keterangan Hastomo itu dipercaya betul oleh Dewi Ular, sebab getaran gaibnya menyatakan bahwa apa yang dikatakan Hastomo adalah pengakuan yang jujur. Tapi Kumala belum tahu bahwa Niken adalah roh gadis malang yang tempo hari mendekati satenya Cak Soleh dan mengejar Rista yang kabur karena ketakutan.

Roh Niken itulah yang masuk ke raga Rista dan menyebarkan maut kepada pria berdarah bangsawan. Kumala hanya dapat menarik kesimpulan, bahwa kematian para korban itu disebabkan oleh munculnya dendam dari roh gadis yang dijadikan korban persembahan di malam purnama bulan lalu. Roh Niken menuntut balas, target sasarannya adalah para pengikut sekte yang pernah memperkosanya dan akhirnya membakarnya hidup-hidup.

Roh gadis itu juga mengincar setiap pria berdarah bangsawan, karena menurutnya para lelaki berdarah bangsawan itu perlu dibakar habis agar tidak memakan korban gadis perawan lainnya. Namun pada saat itu Kumala sangat mengkhawatirkan kelabilan jiwa Pramuda. Ia takut Pramuda terpengaruh oleh bujukan Laksana. Oleh sebab itu, setelah memberikan informasi kepada Mbak Mer yang datang ke pemakaman itu bersama beberapa anak buahnya berseragam dinas.

Kumala segera mendekati Pramuda dan membawa Pram agak menjauhi Laksana. Di bawah pohon kuburan yang rindang Kumala bicara dengan Pramuda secara bisik-bisik. "Jangan dekat-dekat Laksana lagi."

"Memangnya kenapa?"

"Dia pengikut aliran sesat pemuda Mammon."

"Ah, dia orang baik-baik kok. Dia itu..."

"Dia menggunakan ilmu hipnotis untuk mempengaruhi otak manusia agar mau menjadi pengikut Mammon."

"Tapi setahuku dia...."

"Pertemukan aku dengannya di ruang kerjamu. Kita bicara bertiga, dan akan kubuka kedok kebaikannya di depanmu," balas Kumala dengan tatapan mata tajamnya.

Jika sudah begitu, sekalipun Pramuda adalah boss besar di perusahaan tersebut, tapi ia tidak akan dapat berbuat apa-apa dan pasti tunduk dengan perintah Kumala. Karena hari sudah cukup sore, pulang ke kantor lagi adalah tindakan yang kurang tepat, maka Pramuda pun membawa Laksana ke rumahnya.

Jarak pemakaman itu dengan rumah Pramuda lebih dekat ketimbang mereka menuju ke rumah Kumala. Tanpa pemberitahuan apa pun kepada Laksana, Pramuda sengaja membiarkan BMW kuning menyala mengikuti Baby Benz-nya dari belakang.

Dengan berlagak seperti saudara kandung berkunjung ke rumah kakaknya, Pramuda akhirnya memperkenalkan Kumala kepada Laksana. Mereka bicara di gazebo yang ada di belakang rumah Pramuda yang berhalaman luas itu.

Mereka hanya bertiga, sementara Sandhi hanya sesekali memantau dari serambi samping, sesekali bercanda dengan Ipah, pelayannya Pramuda yang masih berusia 23 tahun dan masih gadis ting-ting itu.

"Lak, adikku ini agak tertarik dengan prospekmu tentang kelipatan saham anugerah yang kau bicarakan sejak kemarin itu, " kata Pramuda kepada Laksana.

Wajah pria tanpa kumis itu tampak berseri seri kegirangan. "Kalau begitu, masuk saja sebagai anggota yayasan. Seluruh kekayaanmu dapat berlipat ganda setiap bulannya jika kamu menjadi anggota yayasan kami, Kumala."

Sambil bicara begitu Laksana menatap Kumala tanpa berkedip. Dalam hati gadis itu tertawa geli, sebab ia merasakan getaran magis yang terpancar melalui pandangan mata Laksana. Kumala tahu bahwa Laksana sedang mengerahkan kekuatan hipnotisnya untuk mempengaruhi lawan bicara. Tapi gadis anak dewa itu mengubah selaput bola matanya menjadi cermin, dan kekuatan hipnotis tersebut memantul balik mengenai jiwa Laksana sendiri.

Hal itu belum disadari oleh Laksana, sehingga ia masih mengoceh tentang promosinya berkaitan dengan yayasan tersebut. "Progam yayasan kami bukan sekedar program omong kosong lho. Masing-masing anggota, terutama yang sudah satu bulan resmi sebagai anggota, dapat merasakan hasilnya. Jumlah kekayaan kami tanpa terasa sudah bertambah dua atau tiga kali lipat. Semakin besar loyalitas kami kepada yayasan, semakin banyak kelipatan yang kami dapatkan, Kumala."

"Loyalitas itu dalam bentuk apa?" pancing Kumala.

"Macam-macamlah, pokoknya yang berbau sosial, termasuk...."

"Termasuk mencari korban gadis perawan untuk dibakar hidup-hidup, begitu?" sahut Kumala yang membuat Laksana terperanjat dan tercengang beberapa kejab.

Jika Kumala sudah menyinggung soal itu, Pramuda diam saja tanpa berani berkutik.

"Aku juga masih perawan," sindir Kumala. "Aku belum pernah dijamah lelaki. Masih suci lho. Tolong sampaikan pernyataan ini kepada pendetamu, Gandha Songka, bahwa Kumala Dewi siap datang ke altar untuk dijadikan korban persembahan kepada dewa Mammon kalian. Tapi dengan catatan, bahwa pendetamu itu harus bisa menundukkan kekuatan Dewi Ular di depan para pengikutnya. Jelas!"

Laksana semakin menggeragap, senyumnya menjadi salah tingkah.

"Omong kosong kalau yayasanmu bisa menerima pengikut seperti aku. Yayasan sesat itu hanya menerima anggota lelaki. Keberadaan seorang wanita di situ hanya sebagai pelayan, atau sebagai korban persembahan dewa Mammon, yang akan dibakar hidup-hidup setelah ramai-ramai dinikmati kehangatannya. Bukankah begitu?"

"Hmm, eehhh... dari mana kau tahu hal itu, Kumala?"

"Nggak perlu tahu dari mana aku tahu," kata Kumala sambil tetap menatap Laksana dan memancarkan gaib penakluk yang mempengaruhi jiwa pria tampan itu.

"Yang perlu kau ketahui adalah, bahwa aku telah mendengar kabar tentang sekte aliran sesatmu itu.
Kudapatkan informasi tentang nama Niken sebagai nama gadis yang kalian jadikan korban bulan purnama yang lalu. Kaupun nantinya akan menjadi korban pembalasan roh Niken, seperti Handri, Kahar, Jehans dan yang lainnya. Tunggu saja giliranmu mengalami kematian seperti Handri."

"Tapi menurut pendeta Gandha...."

"Pendetamu bahkan dewamu nggak akan bisa menyelamatkan dirimu dari ancaman dendam gadis itu. Tapi aku menjanjikan perlindungan dan menjamin keselamatanmu jika kau mau jelaskan siapa gadis yang bernama Niken itu. Dari mana kalian mendapatkan gadis tersebut?"

Laksana seperti seorang terdakwa di depan majelis hakim. Diam, tertunduk, lemas, dan pucat wajahnya. Rupanya pria itu dan lainnya menyimpan kecemasan dan rasa takut akan mengalami nasib seperti Handri serta beberapa anggota lainnya yang telah mati secara mengerikan itu.







****

50. Ciuman Neraka✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang