42 : lost

456 41 3
                                    


'Penyesalan terbesarku adalah ketika aku tidak sempat menemani mu didetik terakhir '

7 November

Sinar mentari menghangatkan alam semesta dipagi hari, yoongi berjalan keluar dari ruang rawat setelah berkemas untuk pulang. Ya—dia sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit setelah menjalani rawat inap selama tiga hari. Bahu letak luka tembakan waktu itu masih tetaplah terasa sakit, untuk itu dokter memasangkan nya arm sling sebagai pembantu supaya bekas luka tembak itu tidak perlu dibuat  bergerak dulu untuk sementara waktu.

Langkahnya membawa yoongi masuk keruang rawat sang adik. Ia langsung mendapati jimin masih tertidur pulas diatas ranjang nya.

"Aigoo, semenjak disini kau jadi bangun siang ya. apa kau tadi malam tidak bisa tidur lagi, eoh?" Yoongi mendudukkan diri disamping ranjang dengan tangan nya yang mengusap surai hitam legam milik jimin, hal yang dilakukan nya justru membuat jimin menggeliat tak nyaman dan berakhir terbangun.

"Yoongi hyung?"

Mungkin ia memang tak bisa melihat tapi ia sangat mengenali pemilik suara berat khas milik sang kakak. Suara yoongi bahkan terdengar sampai kealam bawah sadarnya.

"Nde, ini hyung"

Jimin bangkit terduduk, menggapai-gapai udara kosong mencari presensi yoongi yang mungkin akan ia temukan, yoongi meraih tangan jimin dan meletakkan telapak tangan mungil itu pada wajahnya.

"Hyung kemana saja? Kenapa tidak pernah menemui ku. apa hyung sudah lelah merawat ku?"

"kalau aku lelah aku tidak akan mungkin kemari, jimin-ah, aku mungkin sudah pergi dan tak akan kesini. Aku minta maaf, kau pasti sangat kesepian ya"

"Tidak masalah, aku sudah biasa seperti ini. Lagi pula aku tidak ingin selalu bergantung pada mu, kau juga pasti punya kehidupan kan" yoongi mengusap halus permukaan pipi jimin yang mulai menirus.

"Jangan terlalu bekerja keras, hyung. Kau sudah cukup melakukan yang terbaik kau tahu"

Meski agak sedikit heran mengapa sang adik sampai berpesan begitu, yoongi hanya mengangguk saja, ya ia sendiri juga merasa terlalu bekerja keras akhir-akhir ini, dan itu melelahkan.

"Kau perhatian sekali padaku"

Jimin hanya tersenyum simpul. Senyum yang terbit di wajah sang adik merupakan senyuman nya juga, ibarat bahagianya adalah bahagia yang tak terhitung nilainya.

Mendengar kabar kalau sebentar lagi jimin akan mendapat kesempatan untuk melihat dunia membuat yoongi senang sekaligus duka, duka karena ternyata seseorang yang telah memberikan kesempatan itu adalah sosok ayahnya sendiri. Ayah yang rela tak membela dirinya dipengadilan supaya mendapat hukuman mati agar dia bisa segera menjadi pendonor.

"Aku sudah mendengar berita baiknya, jimin-ah, kau akan bisa melihat lagi. Bukankah kau senang?"

Senyuman yang mengembang berubah menjadi raut wajah yang tampak suram.

"Ada apa? Kau tidak suka?"

"Bukan begitu, tapi aku ingin bertemu appa, hyung, aku merindukan nya, aku juga ingin dia datang saat aku operasi nanti"

Cepat atau lambat ia akan mendengar permintaan ini dari jimin, yoongi tahu.

"Appa tidak bisa datang, Nanti kita saja yang temui appa ya, tapi sebelum itu lakukan operasi nya dulu. kau ingin melihat appa bukan?"

"Iya, tapi⎯ "

Jimin memilin ujung selimut nya, kebiasaan saat ia khawatir terhadap sesuatu.

"Apa hyung yakin operasi nya akan berhasil? Jujur aku takut"

A Hope In Winter ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang