01. Cinta Pertama

274 42 3
                                    

"The pain of the first love is the greatest sorrow; one who has never loved before cannot know what it means to lose it."

••••


Hari sabtu pertama di bulan April tepat pada tanggal satu, laporan cuaca malam ini hujan deras disertai petir.

Ting!

Suara elektronik mungil itu bersuara, membuat sang pemiliknya terbangun dari tidur lelapnya. Masih dengan mata terpejam, diambilnya ponsel berlogo apel yang berada tepat sampingnya. Ketika ponselnya telah tergenggam, kedua matanya menyipit melihat layar ponsel yang menyala.

Rossa Bawel : 'Kalau gak dateng, fix kita musuhan setahun!'

Setelah membaca salah satu pesan dari teman dekatnya, Cinta Anindya kembali meletakkan ponsel itu dengan malas. Bukannya membalas pesan itu, tapi ia malah menarik selimutnya kembali. Rasanya tak ada energi untuk beranjak pergi menuruti ajakan Rossa, ㅡteman dekat sekaligus sahabat sematinya.

Gertakan dari Rossa tak membuatnya takut. Justru Rossa yang mungkin akan ketakutan jika mereka musuhan satu tahun. Bagaimana pun, Cinta adalah sahabat semati Rossa.

Hari ini Cinta merasa tubuhnya sangat lemas dan ia malas untuk bergerak apalagi pergi keluar rumah. Entah karena ia terlalu lelah akibat pekerjaannya dalam minggu ini atau memang karena sebenarnya ia ingin menghindari bertemu seseorang jika ia berangkat menuruti Rossa nanti. Membayangkannya saja sudah membuatnya gugup setengah mati.

Cinta tak bisa tidur, isi kepalanya dipenuhi oleh segala kemungkinan yang akan terjadi jika ia berangkat ke reuni SMA. Seperti, 'Dia dateng gak ya? Kalau iya, nanti gue harus nyapanya gimana? Kalau dia nanti udah gandeng pacar, gue bisa ngendaliin ekspresi muka gue gak ya? Atau jangan-jangan dia udah mau nikah terus bagi undangan?'

Cinta tiba-tiba saja melempar selimutnya sambil berteriak frustasi. Sial, kenapa masih saja tidak bisa menghadapi 'dia'? Sudah lima tahun berlalu, harusnya Cinta sudah bisa mendapat seorang penngganti atau minimal ia bisa membuang semua rasa sampai tidak tersisa lagi. Harusnya Cinta sudah menggandeng pria lain dan datang ke reuni sekolah dengan percaya diri.

Tapi sayangnya semua itu tidaklah terjadi. Sungguh ironi, Cinta masih diam di tempat yang sama dengan perasaan yang sama pula.

Ponsel Cinta kembali berbunyi nyaring, kali ini sebuah panggilan telepon bukan pesan lagi.

Cinta meliriknya malas, ia kira akan ada nama Rossa Bawel di layar ponselnya tetapi bukan. Orang lain yang menghubunginya, Elang Bagaskara. Sempat ragu, akhirnya Cinta menerima panggilan itu setelah menghela napas panjang. Tentunya ia sudah tahu kenapa Elang menghubunginya sekarang. Apalagi kalau bukan ajakan, ㅡtepatnya paksaan, untuk pergi ke reuni SMA.

Kenapa semua orang memaksanya?

"Halo, Lang?" jawab Cinta setelah menerima panggilan itu.

"Berangkat 'kan? Gue jemput, ya?" tanya Elang dari seberang sana. Terdengar suara klakson motor dan mobil bersautan, sepertinya Elang sudah berada di jalan.

Cinta masih enggan untuk mengiyakan, ia masih ragu pada dirinya. "Hmm, gue males banget banget banget."jawabnya dengan menekankan tiga kali kata terakhir yang diucapkan.

"Siap-siap aja sekarang. Tiga puluh menit, hm atau sejam lagi gue nyampe rumah lo. Gue kejebak macet."

Belum Cinta mengiyakan, panggilan itu terputus secara sepihak.  Cinta mendengus sebal. Ia bahkan sudah bilang ia malas tapi masih saja dipaksa.

Lalu akhirnya sudah tidak ada pilihan lain lagi, Cinta harus mengumpulkan niat yang sedari tadi masih berceceran. Daripada nanti Elang sudah datang dan ia masih berpakaian lusuh begini.

Cinta & JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang