07. Menemukan Jawaban

149 21 0
                                    

Sudah beberapa bulan berlalu pasca kerja kelompok di rumah Jiwa dan sudah selama itu pula Cinta memendam rasa penasarannya. Pembicaraan Jiwa kemarin tentang 'Jiwa hanya ingin menggambar wajah orang yang disukai dan ia meminta ijin untuk menggambar wajah Cinta' terngiang terus di kepala Cinta, dan tentu hatinya pun ikut menjerit meminta penjelasan. Akan tetapi Cinta tidak berani untuk membahasnya lagi meskipun hatinya selalu meraung-raung setiap ia bertemu dengan Jiwa.

"Eh otak, perintahin mulut dong biar ngomong! Jangan diem aja! Gue udah teriak setiap hari sampai serakk.. uhukk uhukk.. 'Kan gue batuk."

"Diem deh hati. Kalau ternyata kemarin bercanda aja gimana? Gue takut mau gerakin bibir, selalu terkatup tiap udah di depan Jiwa. Mati kutu."

Kira-kira seperti itu perdebatan hati dan otak Cinta setiap hari. Hatinya sudah berteriak penasaran, tapi otaknya selalu menahan karena takut salah paham. Bagaimana kalau cuma bercanda? Bagaimana kalau cuma salah paham? Berbagai kemungkinan jelek mengumpul di kepala Cinta.

"Ah payah lo."

Terdengar suara serak Rossa yang kini sedang terlihat tidak sehat, namun ia masih bersabar mendengarkan cerita Cinta tentang Jiwa.

"Di mana rasa percaya diri lo itu?" Rossa kembali bersuara setelah meneguk segelas teh hangatnya. "Masa udah lama belum juga berani nanya?"

Cinta kali ini memilih diam sambil menopang dagu. Semangkuk soto ayam yang sudah hampir dingin ia biarkan begitu saja. Sudah pasti ia akan mendapat omelan Rossa jika ia bercerita tentang kegundahan hatinya, tapi Cinta adalah orang yang tidak bisa memendam cerita dengan Rossa.

"Nanti deh gue bilang ke Jarrel, biar Jiwa peka."

Perkataan Rossa berhasil membuat Cinta panik, buru-buru ia menolaknya. "Nggak! Jangan bilang siapa-siapa."

"Ah elo. Ya sampai kapan lo digantungin begini? Jemuran aja cuma sehari ngegantung hanger udah kering. Lah ini elo udah enam bulan, lama-lama lo jadi jamur merang!!"

"Gue doang kali yang suka sama dia. Dia-nya enggak."

"Nggak mungkin. Gue bisa tahu kalau Jiwa juga suka sama lo." ujar Rossa dengan segenap keyakinannya.

"Sok tahu lo."

"Yee nggak percaya nih Jamur Merang!"

Cinta hanya memutar bola matanya malas lalu mulai mengaduk soto ayam yang sudah dingin. Rasanya tidak napsu makan. Bukan karena kegalauannya, tapi ini murni karena ia yang mulai merasa tidak enak badan sejak semalam. Cuaca beberapa hari ini memang sedang tidak bagus. Seharian bisa hujan deras, lalu besoknya bisa berubah sangat panas.

Hari ini Cinta benar-benar merasa tidak berenergi seperti biasanya, bahkan pelajaran ekonomi yang ia suka pun tidak bisa memberinya semangat sedikit pun. Sampai akhirnya ketika kelas hari ini sudah usai, Cinta baru sadar bahwa badannya demam karena Elsa.

"Pantes lo lemes banget kayak sayur kangkung yang udah basi tujuh hari! Harusnya tadi ke UKS aja gue anter, sekalian bolos. Benci banget gue mapel ekonomi. Bikin ngantuk kayak dinina-boboin." celoteh Elsa sehabis menyentuh dahi Cinta. "Buset deh panas banget kening lo kayak setrikaan."

Cinta menyentuh dahinya untuk memastikan perkataan Elsa, memang benar dahinya cukup hangat, ㅡtapi tidak sepanas setrikaan. Elsa hiperbola! Telapak tangan dan kakinya juga sudah merasa dingin sejak tadi. Cinta sadar bahwa tubuhnya sedang sakit.

"Lo udah dijemput 'kan?" tanya Elsa ketika selesai berdoa bersama di kelas. "Buruan pulang terus istirahat. Makan yang banyak, minum obat demam terus cuss bobo cantik."

Cinta & JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang