Cinta berdiri di antara Jiwa dan Gempi, memegang erat payung berwarna hitam. Dengan masih terisak, ia mengusap pipinya yang basah akibat air mata yang turun sama derasnya dengan hujan yang kini mengguyur sedari pagi. Langit sepertinya ikut menangis kehilangan sosok Agung, ㅡayah Jiwa.
Gempi memeluknya, masih dengan tangis yang kian meraung ketika tempat peristirahatan terakhir sang ayah tertutup tanah sedikit demi sedikit. Jiwa yang berdiri di sebelahnya, berusaha menenangkan sang bunda yang terlihat sangat pucat hingga lemas. Sedangkan Sore dan Bumi terlihat lebih tegar, meskipun wajah mereka terlihat sangat sembab akibat sudah terlalu banyak menangis dari semalam.
Banyak hal yang Cinta sesali. Mengapa beberapa tahun terakhir ini ia tidak meluangkan waktu untuk menjenguk Agung. Padahal, Cinta sudah menganggapnya sebagai sosok ayah kedua. Terlalu banyak kata 'andai saja' dalam benaknya sekarang. Yang lebih ia sesali lagi, ia bahkan tidak dapat bercerita kepada Agung bahwa ia kini sudah kembali bersama Jiwa. Cinta yakin, Agung pasti akan bahagia mendengarnya.
Bersama Jarrel dan Miko, Cinta duduk di sebuah kursi panjang yang berada halaman rumah milik Jiwa ketika pemakaman sudah selesai. Dari jauh ia mengamati Jiwa yang sekonyong-konyong sedang menguatkan diri di hadapan keluarga dan orang-orang yang melayat. Matanya terlihat sayu, badannya kadang sempoyongan saat berdiri, dan pandangannya sering kosong meskipun sedang berbincang dengan lawan bicaranya. Sesekali Jiwa melihat ke arah Cinta, lalu melempar senyuman tipis, ㅡyang malah membuat hati Cinta kian teriris sakit saat melihatnya.
Miko menepuk pundak Cinta pelan, "Udah jangan disesali. Om Agung pasti paham alesan lo nggak pernah jenguk beliau lagi ke Bandung."
"Gue belum bilang ke beliau, kalau semua ucapan om Agung yang pernah disampein ke gue ternyata bener." ucap Cinta dengan suara parau. Ia masih sibuk mengusap pipinya yang basah akibat air matanya yang terus menetes.
Ingatan Cinta kembali berputar pada empat tahun yang lalu. Cinta yang setiap hari masih merasa dunianya hancur karena berpisah dengan Jiwa, om Agung yang setiap pagi selalu menyapanya melalui pesan-pesan singkat untuk menyemangatinya. Pernah ada satu hari dimana Cinta benar-benar merasa seperti sedang terjebak di sebuah lubang hitam seorang diri. Pada saat itu, pesan dari om Agung seperti memberikan sebuah titik cahaya harapan bagi Cinta.
"Cinta. Om yakin, setelah semua hari pedih yang kamu jalani, akan ada suatu hari dimana kamu akan bersama Jiwa lagi. Dan di hari itu, Om akan tersenyum layaknya orang yang paling bahagia sedunia melihat kalian kembali bersama."
Dan itu, adalah pesan terakhir dari om Agung yang Cinta terima setelah ia memutuskan untuk menjalani hidup tanpa ingin mengingat tentang Jiwa lagi. Karena setelah itu, Cinta tak lagi berkunjung ke rumah Jiwa lagi dan memutus semua hubungan dengan keluarga Jiwa.
Penyesalan itu kini menyerangnya. Hingga dadanya terasa sesak, sakit, dan perih. Namun, Cinta sadar bahwa rasa sakit yang dirasakannya tak sebanding dengan hancurnya dunia keluarga Jiwa saat ini.
•••
Setelah hari mendung kelabu itu telah berlalu, Cinta kembali datang ke rumah Jiwa. Masih sama, awan kesedihan masih menyelimuti rumah keluarga itu. Namun, Bunda Jiwa terlihat sudah sedikit lebih tegar dari kemarin. Saat Cinta melangkah masuk ke dalam rumah, wanita itu segera menyambut Cinta dengan pelukan hangat.
"Cinta, Tante kangen sama kamu. Maaf kemarin nggak sempet nyapa kamu, ya."
Cinta tersenyum tipis, membalas pelukan bunda Jiwa yang terlihat semakin kurus. "Cinta juga kangen Tante. Maaf juga ya Cinta udah lama nggak mampir ke sini."
Ketika pelukan itu terlepas, Cinta dengan jelas dapat melihat kedua mata bunda Jiwa yang sembab, pipi tirus, dan juga kantung mata yang hitam. Sangat jelas, bahwa wanita itu sangat kelelahan dan barangkali tidak bisa tidur lelap beberapa hari terakhir ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta & Jiwa
FanfictionCinta dan Jiwa, masih berdiri di tempat yang sama. Mereka berdua terjebak dalam kerinduan yang tak terobati. Terbenam dalam kenangan manis yang pernah mereka lalui. Namun, apakah luka yang pernah menggores hati akan kalah dengan rasa cinta yang ma...