Bab 34 : Tau

1.3K 147 10
                                    

"Astaghfirullah, bisa-bisanya gue bangun jam segini!!" kejut Mala terbangun dari tidurnya melihat jam menunjuk angka 8.

Meskipun hari libur, ia tidak boleh bermalas-malasan dan tetap harus mengurus rumah atas nama tanggung jawab. Mala berjalan melewati seluruh ruangan menuju dapur ia sama sekali tidak melihat adanya keberadaan Raka.

"Sepertinya Raka belum pulang" gumam Mala melihat sekitar.

Saat kakinya sampai di dapur, ia terkejut menatap datar Raka yang sudah duduk di meja makan sibuk dengan ponselnya. Ia hanya melaluinya tanpa banyak berkata.

Mala mulai memasak dibantu asisten rumah tangganya. Raka diam-diam memandangi Mala yang tengah memasak meski tangannya sibuk dengan ponsel.

"Besok gue ada perjalanan bisnis ke Jerman" ucap Raka sambil mengunyah makanannya.

"Iya" sahut Mala tak acuh.

Keduanya duduk berhadapan saling diam, tidak ada niatan sama sekali dari Raka untuk meminta maaf dan tidak ada niatan dari Mala untuk memulai percakapan lagi. Mereka hanya sibuk dengan makanan masing-masing, meski sesekali Raka mencuri pandang tanpa sepengetahuan Mala.

Tiga puluh menit sudah Raka pergi ke kantor untuk mengurus keperluan keberangkatannya besok ke Jerman.

Setiap hari Mala selalu sibuk, tak beda dengan hari ini. Ia akan berbenah dan menata rumah yang sebenarnya masih rapi, hanya saja butuh sentuhan perfeksionis dari jari jemarinya.

Setelah selesai dengan pekerjaan di bawah Mala lalu pergi ke kamarnya, menghabiskan waktu membaca novel, mencari-cari resep baru dan menonton drama sekedar menghibur diri.

Sore tiba, bahkan hampir malam ia masih pada posisi yang sama duduk menonton drama. Hingga dirinya teringat akan menata pakaian Raka yang akan di bawanya besok. Mala bangkit dari duduknya, meletakkan ponselnya di atas meja rias, berjalan akan membuka lemari pakaian.

"Malaa" suara lembut dari luar kamarnya sembari mengetuk pintu kamar.

Mala menutup kembali pintu lemari, berjalan menghampiri pintu kamarnya.

"Mama" panggil Mala membuka pintu kamar melihat Tari berdiri dihadapannya.

"Apa kabar sayang?" sapa Tari menyalami dan memeluk Mala.

"Baik. Tumben ke sini ma?" tanya Mala melepas pelukan. Ini bukan pertama kalinya Tari berkunjung ke rumah baru putrinya setelah menikah.

"Iya mama kangen sama kamu dan mantu mama"

Sebenarnya awal-awal pernikahan Tari sering datang untuk sekedar mampir meskipun ada atau tidaknya Mala dan Raka di rumah, tapi sekarang ia jarang berkunjung karena Tari ingin Mala hidup mandiri dan hidup dewasa mengurus keluarga barunya.

"Kalo gitu ayo masuk ma"

Tari duduk di sofa memperhatikan sekitar.

"Rapi..." ucap Tari melihat kamar yang rapi dan bersih.

Sesaat setelah itu perhatiannya teralih melihat lemari yang sedikit terbuka menampakkan baju yang menjuntai akan terjatuh. Lalu ia mendekat untuk merapikan pakaian itu. Saat menarik pakaian untuk di lipat kembali, tanpa sengaja ia menjatuhkan sebuah amplop. Diambilnya amplop coklat yang tergeletak di lantai itu. Dilihatnya detail, barangkali sebuah dokumen penting milik Raka.

Betapa terkejutnya Tari melihat tulisan 'kontrak nikah' tertulis di bagian bawah amplop tersebut.

"Apa ini?!"

Hembusan napas panjang terlepas. Menegakkan hatinya membuka amplop itu untuk memastikan bahwa prasangkanya salah. Menarik perlahan secarik kertas putih di dalamnya, membaca seksama untuk mengetahui isi sebenarnya.

Tetesan air mata jatuh beraturan membaca isi surat dengan cap jari dan teken dibawahnya.

"Ma ini minum..." ucap Mala terpotong melihat Tari memegang surat perjanjian antara dirinya dan Raka. Ia mulai menghampiri ibunya.

"Apa ini nak?!!" tanya Tari berurai air mata, menujuk surat yang dipegangnya.

"I-itu.." ucap Mala terbata-bata berusaha menjelaskan isi kontrak tersebut.

Tari langsung memeluk putrinya erat.

"Kenapa kamu ga bilang sama mama kalo kamu ga bahagia!" Tari menangis dipelukan Mala sambil mengelus rambut panjangnya.

"Mala bahagia kok ma.." Mala ikut meneteskan air matanya.

"Jangan bohong sama mama!!" Tari menatap Mala dalam. Memegang kedua pundak kokoh yang mampu bertahan hingga sekarang.

"Hikss.... maafin Mala karena nyembunyiin ini semua dari mama" tangis Mala pecah kembali memeluk Tari lebih erat.

"Kenapa kamu terima nak, kamu bisa saja menolak, mama tidak akan memaksa" ibu mana yang ingin anaknya hanya dijadikan pengantin dalam sebuah kertas bermaterai?

"Mala bahagia kok bisa hidup sama Raka" curhat Mala menangis dalam dekapan hangat sang ibu.

"Mama ga mau kamu terus begini. Ayo ikut mama kita bicara sama om Anton untuk mengakhiri perjodohan dan pernikahan ini!!" Tari menarik tangan Mala berjalan ke luar kamar. Ia benar-benar menyesali keputusannya mendukung perjodohan yang belum tentu membuat putrinya bahagia.

Tari merasa hancur dan bodoh telah menyerahkan putri yang dilahirkannya pada pria yang tidak mencintainya dan bahkan menganggap pernikahan mereka hanya sebuah drama yang akan berakhir setelah waktunya tiba.

Mala menahan tangan Tari, berdiri diam ditempatnya saat ini. Ia menggelengkan kepala memberi sebuah tanda penolakan.

"Ayo nak!!" paksa Tari terus berusaha menarik tangan Mala.

"Mala mohon ma.. biarkan Mala bertahan sebentar lagi" jawab Mala yang mendapat gelengan penuh haru dari Tari.

"Mala cinta sama Raka, menyerah sekarang bukankah pengorbanan Mala selama ini akan berakhir sia-sia?" Sambungnya berusaha meyakinkan Tari.

"Mala janji, jika sampai akhirnya Dia tidak mencintai Mala. Mala akan melepaskannya" ucap Mala pasrah akan semuanya.

Kembali Mala mendapatkan pelukan dari Tari, ia mengusap punggung yang memaksa tegap berdiri. Tari merasa dirinya gagal, bukannya mengantarkan Mala pada kebahagiaan ia justru malah mengantarkannya pada penderitaan sebagai istri yang dikontrak.

Bersambung...

Sudah dilanjut jangan lupa votenya🐣

AMALA  [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang