Bab 2 : Owy si Kucing

6.1K 588 53
                                    

Blaze mengunyah burger mekdinya dengan nikmat, sesekali ia bergumam bersyukur akan nikmat dari Tuhan yang diberikan lewat uang nya Halilintar.

"Lo kerja apa sih Je? Duit kok banyak banget." Tanya Blaze penasaran. Yah walaupun dia juga pandai menghasilkan uang sih, tapi gak sebanyak Halilintar yang sampai bisa menafkahi mereka.

"Ngepet." Sahut Halilintar asal.

Sontak Taufan dan Thorn yang sedang minum langsung menyemburkan minuman mereka.

"EWW ARSA ANYA LO JOROK BANGET SIAL!" Teriak Blaze kesal, korban semburan keduanya.

"Ngadi-ngadi lo Je!" Taufan langsung memukul bagian belakang kepala Halilintar.

"Kalo kak Je ngepet, kok aku gak pernah liat kak Arsa jadi babinya ya? Apa kak Je yang jadi babi terus kak Arsa yang jaga lilin?" Tanya Thorn dengan polos.

Taufan langsung menatap sengit ke Halilintar yang hanya sibuk mengunyah makanan di hadapannya, tak memperdulikan akibat dari kata-kata asalnya.

"Enggak Nya, gue sama Jeje gak ngepet, aduh Je! Gara-gara lo ni ah!" Ujar Taufan panik.

Halilintar hanya mengangkat bahu tak peduli, "Udah gausah dijelasin, kepo banget lo bocah." Sinis Halilintar, kembali lanjut makan.

Blaze dan Thorn berbisik-bisik, "Beneran ngepet kayaknya." Bisik keduanya yang tentu saja dapat didengar oleh Taufan, yang hanya bisa tepuk dahi karena pasrah.

"Abang lo itu kerja jadi freelancer." Kata Taufan menjawab pertanyaan Blaze dan Thorn.

"Huh? Freelancer apaan?" Tanya Blaze.

"Banyak tanya lo bocah, makan lo sono." Sinis Halilintar.

"Cerewet banget! Freelancer apaan sih, Sa?" Pemuda bermata jingga itu menjulurkan lidahnya mengejek Halilintar dan fokusnya kembali tertuju pada Taufan.

"Kayak joki tugas gitu, tapi bayarannya lumayan lah, si Jeje udah mulainya dari SMA, makanya banyak duitnya." Jawab Taufan menjelaskan secara singkat.

Keduanya ber'ooh'ria dengan panjang, masih penasaran dengan apa yang Halilintar kerjakan, abisnya kemana-mana si sulung itu selalu bawa laptop, tapi setidaknya penjelasan singkat dari Taufan sedikit membantu.

"Aku ngira ngepet, abisnya banyak banget uangnya kak Je, rasanya kayak gak abis-abis." Celetuk Thorn.

Halilintar mendengus, "Cepet, lama-lama gue tinggal!"

"Ih gak boleh loh kak makan cepet-cepet, nanti keselek." Kata si bungsu Auriga itu.

"Bodo, lama gue tinggal beneran."

"Dih abang siapa sih ini? Sewot banget dari tadi." Gerutu Blaze sembari memakan mcflurry nya.

"Biasa, lagi jadwalnya." Ucap Taufan, dan tentu saja dihadiahi injakan kuat dari Halilintar ke kakinya. Nyut-nyutan bro.

-------------

Kini keempatnya telah berada di mobil, jam juga sudah memasuki waktu maghrib, sebelum pulang ke rumah, mereka pun mampir ke masjid terdekat untuk melaksanakan kewajiban mereka sebagai umat beragama.

"Iihh! Kucing!" Pekik Thorn gemas pada seekor kucing berbulu lebat yang meringkuk di dekat mobil mereka.

Wajah pemuda itu nampak segar sehabis beribadah. Blaze yang berjalan di dekat Thorn juga menghampiri si kucing yang kini bermanja-manja dengan tangan Thorn.

"Kok kayak mirip sesuatu ya, tapi apa..?" Gumam Thorn menatap kucing tersebut.

Blaze mengangguk mengiyakan, rupa sang kucing memang tampak familiar.

"Snow White.." Ujar Thorn pelan.

Blaze mengangkat kucing itu, "Ini jantan loh Nya, masak dikasih nama Snow White sih." Kata Blaze dan memberikan kembali kucing itu pada Thorn.

Thorn cemberut, "Suka-suka aku! Kita pelihara ya? Ya?!" Katanya memaksa dengan manik emerland yang melebar dengan taburan bintang disana, puppy eyes level max.

Blaze segera mengambil kacamata hitam imajiner dan memasangnya, menghalau cahaya silau di hadapannya.

"Uh.., tanya Jeje ya? Kan dia yang punya kendali di rumah." Ucap Blaze.

Wajah Thorn sedikit sedih, tapi kembali cerah ketika ia melihat sosok Halilintar dan Taufan yang berjalan menghampiri mereka.

"Kak Je! Kita pelihara Snow White ya?! Boleh ya?!" Tanya Thorn setengah berteriak. Mengangkat si kucing yang mengeong di tangannya.

"Meow!"

Dahi Halilintar mengerut sedikit, "Snow White?"

"Ya! Namanya Snow White, boleh pelihara ya?!"

"Kalo lo bisa bertanggungjawab, gue izinin. Yang akan lo jaga itu makhluk hidup, di akhirat nanti lo bakal diminta pertanggungjawaban atas semua yang lo lakuin di dunia, siap ga?" Ustadz Halilintar berkhotbah.

"InsyaAllah siap! Aku yang ngerawat, kak Je yang beli perlengkapan Snow White."

Disini, Taufan langsung ngakak, "Ujung-ujungnya lo juga yang keluar duit HAHAHAHA!" Katanya sembari tertawa bersama Blaze.

Halilintar mengusap dahinya pusing, nasib jadi yang tertua dan gak bisa nolak permintaan si bungsu.

"Oke." Kata Halilintar pada akhirnya.

"YEAY!"

"Meow!"

"Nambah anggota keluarga lagi nih kayaknya."

-------------

Sementara itu, disisi lain benua, lebih tepatnya di tempat pemakaman di New York, hujan tengah melanda kota yang dijuluki sebagai kota tanpa tidur itu, awan gelap, rintik hujan dan angin yang berhembus membuat suasana di area itu terlihat benar-benar berduka. Tiga orang terlihat sedang berdiri di depan salah satu makam, dan tak jauh dari mereka, berdiri seorang pria berambut pirang dengan jas hitam yang sedang memperhatikan ketiga orang itu.

"Baba, terimakasih karena sudah merawat Nana, Gara dan Indra selama ayah koma. Ayah... Beliau masih belum sadar, jadi, kami sepakat untuk pulang ke Indonesia buat tinggal bersama Bunda." Ujar Gempa, si pemilik manik emas. Dua orang disamping si manik emas hanya diam memperhatikan, namun raut wajah sedih terlihat sangat jelas di wajah mereka.

"Nana tahu Baba selalu percaya kalo Nana bisa membuat keputusan yang tidak akan membuat Nana nyesal, dan Nana mutusin buat nyari Bunda." Tambahnya lagi.

Hening sejenak sampai akhirnya, Ice yang berdiri di sebelah kanan Gempa pun berbicara, "Gara bakal kangen banget sama es coklat buatan Baba, walaupun Nana bisa bikin yang sama, tapi kalo bukan Baba yang buat rasanya beda. Doakan yang terbaik untuk kita dari sana ya, Baba." Kata si manik ocean itu sambil mengusap air matanya yang tiba-tiba saja mengalir.

"Rara mah, lagi sedih-sedih malah mikirin makanan." Satu-satunya yang menggunakan kacamata diantara mereka menyeletuk, walaupun terdengar sinis, namun manik silver nya terlihat berkaca-kaca.

"Intinya Baba, selamat tinggal." Tambah Solar.

Setelah kalimat itu, sosok pirang yang sedari tadi berdiam diri tak jauh dari mereka pun mendekat, "Young master's, sudah waktunya." Ujarnya.

"On my way, Ocho." Kata Ice dan Solar bersamaan.

Gempa, si sulung Yudistira hanya diam di tempatnya, bibirnya terbuka, "Ocho, tetap awasi dia. Berhati-hatilah, dan jangan sampai tertangkap."

"Roger."

--------------

Eyyo, gimana menurut kalian bab baru ini? Cukup memuaskan kah? Beri dukungan untuk karya ini dengan memberikan vote dan komentar ya!

Oke sekian, Adios~

-RezleaReinn

ATLAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang