Bab Bonus: Seven Years Later

3.8K 426 136
                                    

"BLAZE ORION AURIGA!"

"HAHAHAHAHAHAHAHA!"

Blaze menyeringai, ia berlari melompati tangga dan menghampiri sosok sang ayah yang sedang duduk di meja makan dengan koran di tangan, bersembunyi di balik punggung ayahnya, menjadikan pria itu sebagai tameng hidupnya.

Halilintar menggeram, rambut dan sebagian tubuhnya basah kuyup, seperti biasa, ulah Blaze.

"Sini lo, brengsek. Biar gue banting lo, sialan!"

Bu Irma, si wanita tua yang telah lama mengabdikan dirinya pada keluarga Yudistira-Auriga ini tertawa kecil sembari menggelengkan kepalanya, sosok Thorn yang berdiri di dekat Bu Irma langsung berkacak pinggang menatap kelakuan kedua kakaknya.

"Siapa suruh susah di bangunin? Udah tua kok masih kebo." Blaze menjulurkan lidahnya, masih bersembunyi dibalik tubuh ayahnya.

"Haduh, masih pagi loh? Aku baru dateng masak udah ribut kayak gini." Solar menghela nafas sambil berpangku dagu di meja makan, menatap lelah pada pertengkaran tiada henti yang Halilintar dan Blaze lakukan.

"Biasa dek, kamu kayak gak tau kakak-kakakmu aja." Sahut si kepala keluarga yang masih sibuk dengan korannya.

"Ayah!" Thorn menegur sang pria yang lebih tua.

Amato langsung menatap Thorn dengan cengirannya yang biasanya. Thorn mendengus kesal, kemudian pemuda berusia 23 tahun itu berbalik dan kembali membantu Bu Irma untuk menyelesaikan membuat sarapan.

"Kamu mending mandi, kak. Mau di marahin Arsa kamu?" Akhirnya, Amato mengambil alih.

Halilintar mendengus kasar, jika sudah bawa-bawa nama kembarannya, si sulung mau tidak mau menurut, "Arsa mana?" Tanyanya kemudian ketika tak menyadari keberadaan sang kembaran.

"Ke pasar, bentar lagi kayaknya pulang, apa yang tuan besar katakan benar, kak. Lebih baik kak Alin mandi dulu." Ujar Bu Irma.

Melihat wanita tua itu juga memerintahkan hal yang sama, Halilintar langsung mengangguk, sebelum beranjak pergi, pria itu menatap tajam ke Blaze yang menjulurkan lidahnya untuk mengejeknya.

Halilintar berbalik dan pergi dari ruang makan, pria itu menghentikan langkahnya ketika ia melewati ruang keluarga, dengan ragu ia masuk kesana dan menemukan tiga figura di dekat nakas yang di hias dengan indah.

Halilintar berlutut, ia menutup matanya sejenak dan berdoa. Beberapa saat kemudian ia membuka matanya dan tersenyum tipis.

"Selamat pagi, Bunda, Nana, Gara."

"Hali? Kamu belum mandi?"

Halilintar berjengit kaget, pria berusia 28 tahun itu menoleh agresif ke sosok Taufan yang menatapnya dari pintu masuk ruang keluarga, dengan paman Mecha yang membantu Taufan dengan kursi rodanya.

"Arsa, bikin kaget aja. Kapan pulang?" Halilintar bangkit berdiri, ia kemudian menyalimi sosok Mecha yang langsung mengacak-acak surainya.

"Tumben banget baru bangun, Jen. Itu kenapa basah kuyup? Di kerjain Orion lagi?" Mecha bertanya sambil menyeringai.

Si sulung mengusak surainya yang basah dan kemudian mengangguk lelah, "Ya begitulah, Om. Kayak gatau Oni aja. Dan tolong jangan panggil aku Jen." Ujarnya dengan menggerutu.

"Jadi kamu belum mandi, Lin?" Taufan bertanya sekali lagi, tatapan si biru terlihat tajam.

Halilintar meringis melihat tatapan itu, "Iya, sorry. Mau mandi nih, tadi nyapa Bunda sama adik-adik dulu." Jelasnya kemudian.

Manik sapphire itu melembut, "Kamu mandi gih, setelah itu turun untuk sarapan, ya?" Suruh Taufan.

Halilintar pun mengangguk, ia pun mengusak surai Taufan dan mengangguk kearah Mecha sebelum berakhir naik kembali ke kamarnya. Taufan, pemuda itu sedikit bersemu, masih tak terbiasa dengan perhatian yang kakaknya itu berikan padanya.

ATLAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang