Sejuk, itulah yang di rasakan rivan saat ini, tempat yang sepi dan sunyi, tempat dimana menjadi rumah terakhir bagi manusia, pemakaman, kata yang pas untuk tempat yang tengah rivan datangi
" hai kak, gimana kabar kamu di sana, kak liat rivan deh, rivan udah cape kak, tapi kaka selalu bilang sama rivan kalau cape itu artinya rivan udah dewasa, kak bisa gak dateng ke mimpi rivan, rivan kangen sama kakak " isakan tangis rivan semakin menjadi, ia menangis di bawah batu nisan yang tertulis nama Kaila Azkia.
" yah ujan kak, rivan pulang duluan ya, ah iya rivan lupa, selamat ulang tahun ya kak, bahagia selalu di sana, dateng ke mimpi rivan dong, rivan udah siapin kado buat kakak, jangan lupa mampir ya kak " lirih rivan sambil menghapus air matanya dan pergi meninggalkan pemakaman, ia pergi karena merasa langit tengah menjatuhkan air dan awan yang tadinya cerah berubah menjadi gelap.
" lho MANDA " teriak rivan saat melihat seorang wanita yang sepertinya tidak asing baginya.
" rivan lu sini? , sini-sini ujan " ujar manda yang menarik rivan untuk masuk ke area payung yang tengah ia gunakan
" iya, lu juga disini? Ngomong-ngomong lu ngapain disini? " tanya rivan sambil mengangkat kepalanya untuk melihat manda, jujur saja tubuh rivan lebih pendek dari manda, sepertinya tinggi rivan hanya sebatas dada manda, antara rivan nya yang pendek atau manda nya yang terlalu tinggi, entahlah.
" gua baru aja abis ke makam orang tua gua, dan lu kok disini? " tanya manda setelah menjawab pertanyaan yang rivan layangkan
" kalau gua abis dari makam kakak gua, orang tua lu udah gak ada? "Tanya rivan dengan hati-hati
" ya mereka sudah tidak ada, apa kau tahu jika aku yang membunuh mereka " ucap manda tepat di telinga rivan
" hah! , l-lu bercanda kan " gugup rivan, saat ini tubuhnya sudah berkeringat dingin
" tidak aku tidak bercanda, aku yang membunuh mereka " kali ini manda mengatakannya sambil menatap rivan dalam
Rivan bisa melihatnya, mata itu seakan mengatakan yang sejujurnya, rivan tidak bisa melihat kebohongan di dalam mata itu, mata itu berwarna hitam pekat sepertinya hanya kekosongan yang memenuhi mata itu.
" ke-kenapa lu ngebunuh mereka " tanya rivan yang berusaha mengontrol rasa gugup+takutnya.
" karena mereka memang pantas mati " jawaban manda membuat rivan bingung
" pantas mati katanya? Gimana pun kan mereka orang tuanya, kok dia tega banget sih " batin rivan
" aku tahu kau pasti bertanya kenapa mereka pantas mati, sekarang aku tanya ke kamu, apa orang tau memang di wajibkan menyiksa anaknya? " tanya manda yang mulai menjauhkan wajahnya dari telinga rivan
" tentu saja tidak, anak itu adalah sebuah amanah yang tuhan percayakan kepada manusia "
" jawaban yang bagus, tapi sepertinya bagi orang tua ku anak adalah sebuah kesalahan sekaligus sebuah kesialan "
" maaf aku tidak bermaksud ikut campur dalam urusan pribadi kamu, tapi jika kamu butuh temen cerita aku siap kok " ucap rivan yang mulai mengganti kosa katanya dari lo-gua jadi aku-kamu.
" kamu yakin siap mendengar cerita yang menyeramkan ini " tanya manda dengan wajah seriusnya
" mungkin aku gak bisa ngasih solusi tapi setidaknya kamu bisa ngeluarin unek-unek kamu yang selama ini kamu pendam " ucapan rivan berhasil membuat seorang manda terdiam
" sambil dinner mau? " tanya manda
" boleh, mau makan nasi goreng buatan po siti gak? Enak tau " ujar rivan mempromosikan nasi goreng buatan po siti yang selalu menjadi langganannya
" boleh, dimana? "
" ayo ikutin rivan " ucap rivan sambil menarik tangan manda untuk keluar dari kawasan pemakaman
Manda tak henti-hentinya melihat tangannya yang tengah di tarik oleh rivan, mungil, kata yang pas untuk tangan rivan.
***
" gimana enak gak? " tanya rivan antusias saat melihat manda yang baru saja memasukan nasi goreng yang meraka pesan ke dalam mulutnya.
" lumayan rasanya pas " jawab manda dengan suara yang halus
Deg
Deg
Deg" kayanya gua punya penyakit jantung ya? " batin rivan bertanya-tanya
" kamu gapapa " tanya manda saat melihat rivan yang melamun
" gak, aku gapapa kok "
drrrrtttt
drrrrttttDeringan di ponsel milik rivan mengalihkan atensi mereka
" hallo kenapa el " tanya rivan saat mengangkat telpon di ponselnya yang tertulis nama aziel
" lu dimana woi, kerja kelompok, lu lupa " ucap aziel di sebrang sana
" oiya, sorry gua lupa, sekarang gua langsung berangkat ke rumah jeje " ucap rivan yang baru teringat kalau ia ada tugas kelompok
Telpon di matikan secara sepihak oleh rivan
" man, maaf banget ya gue harus pergi ada kerja kelompok soalnya " ujar rivan dengan kedua tangannya yang di satukan tanda permintaan maaf kepada manda
" gapapa, pergi aja, belajar yang bener " nasihat manda
" yaudah kalau gitu gua pegi dulu ya, PO, RIVAN PERGI DULU " ucap rivan diakhiri dengan teriakannya tanda pamit kepada po siti yang sedang berada di dalam warung
Setelah kepergian rivan manda melanjutkan makannya yang sempat tertunda
" ya ampun kayanya eneng deket ya sama den rivan? " tanya po siti dengan tiba-tiba
" bisa di bilang deket, bisa juga di bilang enggak " jawab manda sambil menatap po siti
" po udah lama kenal rivan " tanya manda
" saya kenal den rivan udah dari 2 tahun yang lalu, sebelum neng kaila meninggal " ucap po siti dengan wajah sedihnya
" tadi po bilang kaila, apakah namanya kaila Azkia po " tanya manda, setelah mendapatkan anggukan dari po siti seketika tubuh manda menegang
" kia apa bener itu elu? , apa yang terjadi sama lu?, lu udah gak ada di dunia ini, kenapa kia lu kenapa? , dan lu kenal sama rivan? " pertanyaan-pertanyaan aneh mulai bermunculan di pikiran manda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rivan
Randombagaimana jadinya jika kau yang hidup luntang-lantung, ternyata putra bungsu dari keluarga ternama? itulah yang di rasakan oleh rivan, ia yang dari kecil sudah mengenal pahitnya kehidupan, bahkan ia sudah terbiasa dengan semuanya, tiba-tiba ia haru...