chap 9

567 22 0
                                    

" kapan hasilnya bakal keluar " tanya barra yang saat ini sedang bersama seseorang

" karena lo periksanya sama gua jadi hasil nya bakal keluar dengan cepet, besok juga udah keluar " ucap seseorang dengan nada santainya

" daf bisa gak sih, lu serius sekali aja " kesal barra pada orang itu, yang sialnya adalah temannya, entah apa yang merasukinya dulu, hingga ia mau berteman dengan orang menyebalkan seperti daffa

Seorang pria yang saat ini sedang bersama barra ia bernama Daffa Syandana, teman dari barra sekaligus seorang dokter, rumah sakit yang menjadi tempat daffa bekerja adalah miliknya sendiri, sebenarnya daffa punya hobi aneh, yaitu melihat organ manusia, itu sebabnya ia memilih profesi sebagai dokter, dan membeli rumah sakit untuknya menyalurkan hobi anehnya.

" tapi lo yakin dia anak lo, nanti kalau bukan gimana?, kan kasihan istri lo, ntar mentalnya terganggu lagi " ucap daffa dengan hati-hati

Memang saat putra bungsunya dinyatakan hilang, adelia harus masuk rumah sakit jiwa untuk waktu yang lama, karna mentalnya yang terguncang, anak yang selama ini ia harapkan, anak yang selalu ia doa kan agar terlahir dengan selamat, malah dinyatakan hilang, ibu mana yang tidak sedih.

" gua belum ngasih tau lia, gua juga takut kalau dia bukan putra gua, gua belum berani ngasih tau lia, tapi gua janji gua akan kasih tau dia kalau hasil tes DNA menyatakan kalau dia putra gua, kalau bukan, ya, mau gimana lagi, ini yang terakhir kalau dia bukan putra gua, nyerah gua udah nyerah, gua udah gak sanggup nyari dia, gua akan mencoba buat mengikhlaskan semua yang terjadi " curhat barra pada daffa

Bagi barra daffa bukan hanya sekedar temannya, tapi daffa juga tempat ia untuk menceritakan perasaan yang mengganjal di hatinya, perasaan yang tidak bisa ia ungkapkan kepada siapapun.

Apakah daffa kesal?  jawabannya tidak, ia malah siap menjadi rumah ke-2 untuk barra.

" lu yang sabar ya, lu kuat barra, lu hebat, lu harus kuat buat lia " ujar daffa sambil mengelus lembut punggung barra

" thank you daf " barra tidak bisa mengatakan apa-apa lagi, ia hanya sedang menikmati setiap elusan tangan daffa di punggungnya

***

" fernando SEBENARNYA APA YANG KALIAN LAKUKAN PADA KIA, kia " ucap manda di barengi dengan isakan nya

" kia kenapa ini bisa terjadi, sebenarnya lu ngelakuin apa sampe keluarga sialan itu ngebunuh lu " lirih manda

" gua janji sama lu gua bakan ngejaga rivan, seperti yang lu minta, kenapa lu kaget ya gua tau namanya, dulu lu cuman nyuruh gua buat jagain adek lo, lu gak bilang siapa namanya sekarang gua tau namanya, rivan kan, iya kan kia " ucap manda yang saat yang ini sedang memegang sebuah bingkai poto, yang terlihat dua orang gadis tengah tersenyum menatap kamera

" gua janji kia, gua janji " lirih manda sambil memeluk bingkai itu dengan erat

" astaga man, lu gapapa " teriak yudha yang baru saja memasuki ruangan manda, yang saat ini terlihat sangat berantakan

" gua gapapa kok yud, oiya dimana obat gua " tanya manda sambil berusaha untuk berdiri karena jujur saja kakinya benar-benar tidak sanggup untuk berdiri

" man, berapa kali gua harus bilang sama lu berhenti konsumsi obat-obat kaya gitu, itu bisa ngeganggu mental lu " peringat yudha, entah sudah berapa lama manda mengonsumsi obat penenang

Pernah suatu hari yudha melihat manda yang sudah terbaring tak sadarkan diri, tanpa pikir panjang yudha langsung membawa manda ke rumah sakit, saat berada di rumah sakit dokter mengatakan kalau manda overdosis obat penenang, dokter menyarankan untuk berhenti mengonsumsi obat penenang, apa lagi sekarang obat itu sudah mulai mengganggu mentalnya.

" tapi cuman obat itu yang bisa bikin gua tenang yud, gua mohon kali ini aja ya " ucap manda dengan memohon

" gak sekali gua bilang enggak ya enggak, lu ngerti gak sih, ini juga demi kebaikan lu, lu bisa mati man, atau lu bisa gila gara-gara tuh obat " marah yudha, dia begini juga demi kebaikan manda

Yudha mengenal manda tidak setahun atau dua tahun, ia sudah mengenal manda saat ia memasuki sekolah dasar hingga saat ini ia menjadi tangan kanannya, ia tau bagaimana sifat manda, keras, kata yang pas untuk sifat seorang manda

" rivan, iya rivan " gumam manda yang masih bisa di dengar oleh yudha

" hah?, lu kenapa man " tanya yudha dengan nada khawatir nya

" gua pergi dulu " bukan jawaban yang yudha dapet, melainkan manda yang langsung mengambil jas miliknya dan pergi meninggalkan yudha, sekarang yang ada di pikiran manda hanya rivan, ia butuh rivan sebagai obat penenangnya.

Rivan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang