23. Perkara Ikan Goreng

32.1K 3.2K 586
                                    

Haii 👋
Salam sehat salam bahagia

Kasih semangat doong biar Only gk malas nulis 😵
👇
TEKAN ⭐ DI POJOK BAWAH & KOMEN DI KOLTAR YAA 🤗

Awas Kesandung Typo 🙌
🧸
🧸
🧸
🧸
HAPPY READING 😘

"Varel varel,, Sayang, coba lihat Abang, hm? Kenapa? Kalau ingin menangis, menangis saja, tidak perlu di tahan"

"Le-Lel calahh, Lel-Lel ma-ap, Bang Ah-lesh ca-kitt lagiiii"

Varel berucap tersendat-sendat karena mencoba menahan tangis. Tubuhnya sedikit di goyang-goyangkan oleh Aaron.

"Tidak, Varel tidak salah, Bang Aaron yang salah. Abang minta maaf yaa"

"Lel maap, Bang Alon maap, Bang Alesh?"

"Bang Ares juga minta maaf, oke?"

"O-otte" Varel mengangguk sembari mengusap hidung merahnya.

Semua yang dilakukan Varel dan Aaron tidak luput dari pandangan Ares yang susah untuk dijelaskan.

"Sudah cukup"

🧸🧸🧸

BAGIAN 23

Arthur melangkahkan kaki memasuki pintu berukuran besar yang di dominasi warna hitam mengkilap, gagang pintunya berwarna emas, terlihat elegan dan mewah di saat bersamaan. James pun tak ketinggalan, dia dengan langkah pasti mengikuti setiap langkah Arthur dari belakang. Beruntung setelah kejadian memalukan sekaligus menegangkan tadi tidak membuat Arthur memotong gajinya.

"Lel mau tuuu, Lel mauuu"

Baru saja masuk, Arthur telah disambut oleh suara imut anak bungsunya membuat dia mengurungkan niat awalnya untuk memeriksa Varel di kamar mereka berdua. Yah, tidak ada yang salah! Sekarang, kamarnya adalah kamar Varel juga.

Membelokkan langkah, Arthur mendapati Varel, Aaron, Arvind dan si kembar sedang duduk bersama sambil menonton TV yang menampilkan iklan tentang enaknya bumbu racik ikan goreng. Varel terlihat sangat antusias, dia menunjuk-nunjuk TV menggunakan jemari gempalnya. Di depan anak itu ada sebuah mangkuk plastik khusus yang berkualitas tinggi dan aman untuk balita.

"Tidak bisa, Sayang. Daddy tidak akan mengijinkan Varel makan itu," suara lembut Aaron terdengar. Sepertinya dia mencoba memberikan pengertian pada Varel.

Arvind yang sedari tadi diam mengamati Varel ikut bersuara "Iya, nanti mulut Varel jadi bau," kekeh Arvind mengacak lembut rambut Varel dengan tangan kirinya.

Sebenarnya Arvind sudah bisa menggerakkan tangan kanannya tapi Dokter Dylan menyarankan agar tidak terlalu banyak digunakan selama beberapa hari ke depan.

"Kayaknya nggak papa deh Bang. Kita bisa minta pelayan buat masakin Varel itu, sedikit aja," saran Vian yang berada di samping kiri Varel. Kedua tangannya sibuk memegangi botol susu dan pacifier milik Varel.

"Em, Lel mauu mamam ittu" Varel menggumam kecil dengan bibir manyun. Tangan berisinya meremas-remas biskuit yang sudah tergigit di beberapa bagian olehnya sampai setengahnya hancur membuat remah-remahan biskuit itu jatuh ke dalam mangkuknya.

Aaron menggigit bibir bawahnya gemas, dia sebenarnya juga ingin memenuhi keinginan anak itu, tapi takut terkena semprotan amarah sang Daddy.

VAREL (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang