52. Matahari Jade Manor (END)

18.3K 1.4K 403
                                    

Haii Guyss!
Semoga kalian merasa terhibur
dengan cerita Only ya. Jangan lupa klik bintang di pojok bawah kanan dan komen sebanyak banyaknyaaaa 🤗
Salam dari Varel 🫶
Awas Typo!!!

 Jangan lupa klik bintang di pojok bawah kanan dan komen sebanyak banyaknyaaaa 🤗Salam dari Varel 🫶Awas Typo!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Previously

"Nyonya, tolong berdirilah, kita bicarakan baik-baik," pinta James seraya membantu wanita itu berdiri. Wanita yang masih cantik di usianya sekarang.  James tidak tega melihat seseorang menangis di depannya.

"Kau bisa membantuku, kan, James? Aku mohon,"

"Saya tidak menjamin itu, Nyonya. Tapi, saya akan berusaha membujuk Tuan agar mengijinkan Anda bertemu Tuan Muda Arvind dan kembar. Tapi, sekali lagi, saya tidak menjamin bahwa akan berhasil," James membungkuk sopan di hadapan wanita tersebut.

"Baiklah, jika tidak bisa. Bolehkah kau pertemukan aku dengan mereka secara diam-diam? Aku sangat ingin bertemu mereka. Aku merindukan mereka. Aku___ aku benar-benar ingin bertemu anakku. Tolong bantu aku, Jamess!"

🧸🧸🧸

'Setiap pertemuan pasti memiliki makna tersembunyi dan setiap perpisahan akan meninggalkan pelajaran yang berharga'

Bagian 52

Kalian ingat Alan? Iya, anak pertama keluarga Arthur Alexander yang gila pekerjaan mulai menunjukkan perkembangan. Dimana dia mulai kembali dekat dengan saudara-saudaranya yang lain, bukan hanya Ares saja. Tapi, masih ada hal yang membuatnya sesekali merasa canggung.

"Varel," Alan menyunggingkan senyum tipis begitu mulutnya mengucapkan nama anak yang entah kenapa membuatnya sering tersenyum akhir-akhir ini.

"Apa aku gila?" Ujarnya dalam hati penuh tanda tanya.

Dari lantai dua Jade Manor, matanya bisa menangkap pergerakan lincah seorang anak kecil pendek dan sedikit gembul yang sedang berlarian sambil tertawa cekikikan. Di tangannya ada sepotong kain berwarna hitam yang tampak familiar di matanya. Reflek keningnya berkerut mencoba memproses apa yang sedang dilakukan bocah aktif itu.

Tak lama, adiknya Aaron muncul menyusul anak itu dari belakang, sepertinya berusaha mengejar langkah kaki Varel.

"Sayanggg! Itu jangan dibuat mainan! Ayo kembalikan, tidak baik anak kecil bermain dengan dalaman," kata Aaron di sela napasnya yang ngos-ngosan. Walau terlihat kelelahan, tidak ada sama sekali terdengar nada yang mengandung kemarahan terselip dalam ucapannya.

Alan terus memperhatikan. Dia tersenyum begitu Varel berhasil lolos dari tangkapan Aaron. Faktanya, anak kecil memang sangat lincah. Anak itu terus berlari sambil menenteng potongan kain hitam itu di tangan kiri sedangkan tangan kanannya memegang botol susu berukuran 240 ml. Alan mendengus geli. Dia tidak ingin membantu dan memilih menjadi penonton.

VAREL (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang