Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) manusia lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya.
☆☆☆
Teriakan histeris memecah keheningan menjelang subuh di salah satu perumahan padat penduduk di Ibukota. Jalan sempit dan gang-gang kecil dengan rumah-rumah penduduk yang berhimpitan membuat teriakan histeris itu cukup mudah membangunkan warga sekitar. Beberapa orang keluar dari rumah mereka masing-masing, masih dengan mata mengantuk serta baju tidur ala kadarnya, beberapa lainnya berhamburan dari dalam Musala kecil dimana seharusnya adzan Subuh segera dikumandangkan.
Seorang wanita berusia pertengahan dua puluh tahun jatuh terduduk dan menangis histeris di dekat pagar rumah salah seorang warga. Wajahnya pucat pasi dan matanya menyorotkan ketakutan. Salah seorang warga memberanikan diri mendekatinya dan bertanya apa yang terjadi.
"Mbak, ada apa?"
"Ana mayit. Ana mayit!" wanita itu berkata dalam bahasa jawa. * (ada mayat. Ada mayat!")
Keriuhan terdengar di tengah kerumunan warga. Mereka saling beradu pandang dan bertanya apa maksud dari perkataan wanita itu. Beberapa warga yang memahami perkataan wanita itu tampak terkejut. Mereka lalu memutuskan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumah tetangga yang ditunjuk oleh wanita itu.
Sementara para wanita bergegas membantu wanita itu untuk pindah ke tempat yang lebih tenang. Tidak ada niatan untuk ikut melihat apa yang terjadi di dalam rumah, seakan mereka sudah memiliki firasat yang buruk, apalagi melihat ketakutan di wajah wanita yang mereka kenali sebagai asisten rumah tangga pemilik rumah itu.
Langkah para pria terhenti di depan pintu rumah yang terbuka lebar. Mereka melihat genangan darah di lantai serta sesosok pria yang tak lain adalah pemilik rumah sudah terbujur kaku di sofa dengan tubuh bersimbah darah.
"Telepon polisi, cepat telepon polisi!" kata salah satu warga dengan tergagap setelah terpaku sejenak melihat kengerian dihadapannya.
Warga lainnya pun seketika tersentak dari keterpakuan mereka. "Polisi, telepon polisi!"
"Semuanya saja jangan sentuh apapun sampai polisi datang!" kata salah seorang warga berwajah tegas yang kemudian segera mengajak warga untuk keluar dari rumah korban dan menunggu kedatangan polisi.
Aparat kepolisian datang lima menit kemudian setelah mendengar laporan tentang terjadinya pembunuhan, mereka juga membawa tim forensik untuk memeriksa tempat kejadian perkara.
Polisi bergerak cepat, secepat informasi menyebar dari mulut ke mulut yang menyebabkan tempat kejadian perkara pun dipenuhi oleh warga sekitar dan bahkan sejumlah wartawan sudah melakukan liputan sambil menunggu keterangan resmi dari pihak kepolisian.
Wanita yang menemukan korban pertama kalinya sudah diamankan oleh pihak kepolisian sebelum didahului oleh para wartawan. Dua orang polisi wanita membawanya ke Polres untuk dimintai keterangan.
"Ndan, ada satu korban lagi disini!" seru salah seorang anggota polisi dari dalam sebuah kamar yang berada di dekat tangga, tidak jauh dari ruang tamu.
Seorang pria yang memimpin tim itu bergegas menuju ke kamar. Langkahnya memelan saat ia melihat kondisi korban yang berjenis kelamin wanita. Kondisi yang sangat berbanding terbalik dengan korban pria.
"Seperti dua kasus sebelumnya, Ndan." ujar anggota yang berada di dekat korban wanita yang terbaring di tempat tidur dengan posisi seperti sedang tidur dengan kedua tangan bersedekap di dada serta wajah. Ia lalu menunjuk bekas cekikan di leher korban yang sudah mulai membiru.
"Minta tim forensik mempercepat otopsi korban untuk memastikan penyebab kematian kedua korban. Kumpulkan bukti-bukti yang berkaitan dan wawancarai para tetangga terdekat sebelum mereka diwawancarai oleh wartawan di luar sana."
"Siap, Ndan!"
Pria itu masih mengamati korban wanita itu dengan seksama sebelum kemudian keluar dari kamar untuk melihat korban pria di ruang tamu. Setelahnya, ia bergegas keluar dari rumah itu menuju ke tempat yang lebih tenang dan menghubungi seseorang.
∞∞∞
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia
"Pembunuhan kembali terjadi di Ibukota. Pasangan suami istri ditemukan tewas mengenaskan pagi tadi di rumah mereka oleh asisten rumah tangganya. Ini menjadi kasus ketiga dalam tiga bulan terakhir yang terjadi di Ibukota dengan korban pasutri. Hingga berita ini diturunkan, polisi masih melakukan olah tempat kejadian perkara."
Ketegangan mewarnai ruang rapat. Sesosok pria paruh baya duduk di ujung meja berbentuk persegi panjang. Ia tampak berwibawa dalam balutan seragam kepolisian, meskipun begitu matanya menatap tajam layar besar yang menampilkan siaran langsung dari salah satu stasiun televisi di lokasi terjadinya pembunuhan terhadap pasangan suami istri yang seketika menjadi topik hangat di tengah masyarakat.
"Ini kasus ketiga dalam tiga bulan terakhir," sosok pria paruh baya itu akhirnya bersuara. Nada suaranya tenang namun dalam dan cukup mengintimidasi beberapa orang yang duduk bersamanya.
Tidak ada yang menanggapi. Masing-masing mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak ingin beradu pandang dengan sosok yang merupakan pucuk pimpinan tertinggi Kepolisian Republik Indonesia itu.
"Saya ingin Bareskrim mengambil alih kedua kasus sebelumnya dan juga kasus yang terjadi hari ini,"
Satu orang lain ikut bersuara, "mohon izin bicara, Jenderal."
"Silakan."
"Saat ini Bareskrim sedang menangani banyak kasus, saya khawatir tidak ada cukup anggota untuk mengusut kasus ini. Selain itu, akan lebih baik jika..."
Pria paruh baya berpangkat Jenderal itu segera memotong ucapan anak buahnya, "saya tidak menerima alasan apapun," ujarnya penuh penekanan namun tetap dengan nada yang tenang.
"Siap, laksanakan!"
"Jangan sampai kasus ini berlarut-larut. Kasihan warga kalau terus menerus hidup dalam ketakutan."
"Kita bisa meningkatkan patroli wilayah untuk berjaga-jaga, selain itu kita juga bisa meminta partisipasi warga untuk melakukan kegiatan jaga malam secara bergilir," ujar salah satu anggota memberikan usulan.
"Ide yang bagus," tanggap yang lainnya.
Anggota lainnya ikut berkomentar. "Mungkin bisa diterapkan di seluruh wilayah Ibukota. Mengingat ketiga peristiwa pembunuhan terjadi di tiga wilayah yang berbeda, kita harus berjaga-jaga di wilayah lainnya juga."
"Meskipun terlambat tapi setidaknya kita bisa melakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi kasus keempat dan seterusnya," ujar pucuk pimpinan tertinggi kepolisian itu menyetujui usulan dari salah satu anggotanya.
"Masalahnya adalah media, pak. Pemberitaan besar-besaran di seluruh media nasional semuanya memojokkan kepolisian."
Kapolri menghela nafas panjang dan berkata. "Mereka berhak melakukan hal itu, mengingat kita juga sampai detik ini tidak mendapatkan titik terang tentang pelaku. Tidak perlu mengkhawatirkan media, lebih baik fokus pada ketiga kasus ini. Saya ingin laporan kasus ketiga ada di meja saya sebelum makan siang. Tolong sampaikan pada yang bertanggungjawab atas kasusnya."
Pucuk pimpinan tertinggi Kepolisian itu akhirnya beranjak dari tempat duduknya setelah mengakhiri rapat darurat yang memang sengaja digelar setelah terjadi kasus pembunuhan ketiga tadi pagi.
Tiga kasus pembunuhan dengan menarget korban yang sama, pasangan suami istri. Terjadi di tiga wilayah yang berbeda yang cukup padat penduduk. Dalam tiga bulan berturut-turut. Tidak ada saksi mata. Tidak bukti atau jejak yang ditinggalkan pelaku.
TBC
ADA YANG PENASARAN ?
TUNGGU KELANJUTANNYA YA...
RAJAPATI START !!!
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJAPATI
Mystère / ThrillerPembunuh meneror Ibukota. Dalam tiga bulan terakhir, tiga pembunuhan terhadap pasutri di tiga wilayah berbeda di Ibukota namun dengan ciri khas pembunuhan yang sama. Peristiwa pembunuhan-pembunuhan ini menyebabkan keresahan publik sekaligus membuat...