Bab 14 - Keheningan yang berbahaya

20 2 0
                                    

-Untuk mempelajari pelajaran terpenting dalam hidup, seseorang harus mengatasi rasa takut setiap hari-

-Ralph Waldo Emerson-

☆☆☆

Mabes Polri, Jakarta.

Sagara menghembuskan napas berat sebelum mengetuk pintu ruangan Kapolri. Untuk pertama kalinya ia merasa cemas ketika harus berhadapan dengan atasannya itu karena sampai saat ini ia dan timnya belum bisa memberikan hasil penyelidikan yang memuaskan.

Sudah satu minggu sejak tim satgas melakukan konferensi pers di Polresta Surakarta untuk menginformasikan tentang keberadaan pembunuh berantai aktif yang menyasar pasangan suami istri sebagai korbannya, namun semua laporan yang masuk kebanyakan adalah laporan palsu yang malah membuat masyarakat dan media membuat teori-teori yang menyesatkan, belum lagi berita-berita palsu yang di broadcast beruntun secara online.

"Selamat siang, pak."

Lazuardhi menatap datar pada Sagara yang baru saja masuk ke ruangannya dengan raut wajah keruh dan penuh beban. "Duduk, Ga."

Sagara lalu duduk di salah satu kursi, berhadapan dengan Lazuardhi. "Bapak mencari saya," ujarnya setelah Lazuardhi hanya menatapnya saja tanpa berniat memulai pembicaraan.

"Ya, ada yang mau saya bicarakan."

"Terkait kasus yang saya pegang sekarang?" tanya Sagara langsung pada intinya.

Lazuardhi mengangguk. "Saya dengar desas-desus yang tidak menyenangkan di Mabes beberapa hari ini, terutama tentang tim satgas. Bisa jelaskan, ketua tim Sagara Abdi Baskara?"

Sagara menutup matanya sejenak. Ketika Lazuardhi sudah menyebut nama panjangnya dalam situasi pembicaraan seperti ini, itu berarti mereka benar-benar akan berada dalam pembicaraan yang serius dan tidak melibatkan hubungan pribadi mereka sebagai ayah dan anak.

"Sampai saat ini tim satgas masih meyakini jika semua pembunuhan di Jakarta, Yogyakarta dan Surakarta dilakukan oleh orang yang sama. Seperti laporan terakhir yang saya berikan ketika kami kembali dari Surakarta, pelaku memiliki ciri khas yang ditemukan pada semua korban."

"Media dan masyarakat boleh berasumsi liar dengan berbagai macam teori yang mereka miliki, tetapi kami akan tetap berpegang teguh pada hasil penyelidikan yang sudah kami lakukan sejauh ini. Tentang desas-desus diantara para polisi yang menyebut kami membesar-besarkan kasus ini, saya dan tim sama sekali tidak terpengaruh selama bapak sebagai Kapolri tetap memberikan izin pada kami untuk menyelesaikan kasus ini sesuai dengan prosedur yang seharusnya."

"Bagaimana dengan anggota tim kamu?" tanya Lazuardhi.

"Maaf, pak. Memangnya kenapa dengan anggota tim saya?" Sagara menatap Lazuardhi dengan wajah bingung.

"Bagaimana pendapat pribadi mereka?"

Sagara menghembuskan napas pelan dan berkata, "Satu hal yang paling saya tekankan dalam tim ini ketika kami pertama kali bertemu adalah bahwa kami bekerja sebagai tim, tetapi sebagai individu kami berhak memiliki pemikiran dan pendapat sendiri. Kami berdiskusi dan saling berbagi pemikiran pada seluruh tim. Begitulah tim ini bekerja, pak."

Lazuardhi menautkan kedua tangannya di meja, memperhatikan Sagara yang sekarang justru terlihat tangguh ketika membahas timnya. "Kasus ini berjalan dengan sangat lambat. Bukan begitu, Sagara?"

"Benar, pak. Kasus ini memang berjalan sangat lambat. Kami sudah memiliki profil pelakunya tapi belum bisa menemukan motifnya dan juga hubungan antar kota tempat terjadinya pembunuhan-pembunuhan itu."

RAJAPATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang