Bab 2 - Kehidupan

30 4 0
                                    

Hari ini kupelajari satu hal lagi tentang kehidupan. Bahwa banyak misteri dan hal-hal serba tidak pasti yang harus kita hadapi dalam hidup ini. Detik ini kita bahagia, belum pasti detik berikutnya bahagia itu berlanjut. Kadang-kadang, ada duka yang menunggu di ujung rasa bahagia yang kita rasa.

-Erwin Arnada-

☆☆☆

Sagara keluar dari pintu kedatangan internasional bandara, ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. "Home sweet home!" gumamnya sambil melangkah ke luar dari bandara dan memesan taksi online.

Perjalanan panjang dan melelahkan dari Lyon ke Jakarta sedikit terobati saat akhirnya ia bisa merasakan lagi suasana yang sangat Indonesia. Sambil menunggu taksi online di area titik penjemputan, Sagara mengamati sekitarnya. Samar-samar ia mendengar beberapa orang bercakap-cakap dalam bahasa jawa, lalu percakapan lain dengan bahasa daerah lainnya.

Tak lama kemudian taksi online yang dipesan Sagara datang, seorang laki-laki muda dengan wajah polos dan lugu menyapanya dengan ramah.

"Mas Sagara?" tanya laki-laki itu.

Sagara mengangguk. "Mas Ridwan?"

Lelaki itu mengangguk.

Sagara lalu memeriksa aplikasi pemesanan miliknya untuk melihat jenis kendaraan dan nomor polisinya. Setelah memastikan semua sesuai dengan detail pada aplikasi, ia pun memasukkan kedua kopernya ke dalam mobil dibantu oleh Ridwan.

"Saya duduk di depan ya," kata Sagara.

"Silakan, mas," tanggap Ridwan.

Mobil lalu meninggalkan area bandara. Sagara sekali lagi menghembuskan nafas lega karena akhirnya sudah menginjakkan kaki di Indonesia lagi setelah satu setengah tahun lamanya ia tinggal di Lyon sendirian tanpa keluarganya.

"Mas baru datang dari luar negeri ya?" Ridwan memecah keheningan di mobil.

"Iya, mas."

"Sudah berapa lama di luar negeri, mas?"

"Satu setengah tahun."

"Wah, lumayan lama juga. Kerja, mas?"

Sagara mengangguk sebagai jawaban, ia lalu mengalihkan perhatiannya ke luar jendela mobil. Jakarta pun tetap Jakarta. Ramai, sibuk dan macet. Meskipun begitu, ia juga tetap merindukan suasananya. Suasana yang dalam kamusnya adalah suasana yang sangat Indonesia.

"Tiga hari terakhir ini Jakarta heboh lagi, mas."

"Heboh kenapa, mas?"

"Kayaknya ada pembunuh berantai, mas. Dua hari yang lalu ada kasus pembunuhan, korbannya pasutri."

"Mas, nggak boleh asal menyimpulkan pembunuhan berantai begitu," kata Sagara.

"Loh, ini sudah kasus ketiga dalam tiga bulan terakhir. Polisi-polisi itu sampai sekarang belum bisa menangkap pelakunya. Warga sekarang ini sedang ketar-ketir setiap menjelang malam, sampai banyak yang inisiatif mengadakan ronda malam bergilir," kata Ridwan dengan bersemangat. "Kebetulan saya tetangga korban pertama," imbuhnya kemudian.

"Tetangga mas pasutri juga?" tanya Sagara.

Ridwan mengangguk. "Kasihan, mas. Mereka itu orang baik. Yang laki-laki guru agama, kalau sore mengajar ngaji di musholla lingkungan. Istrinya buka warung belanja di rumah. Keluarga yang sederhana sekali. Anak tunggal mereka yang menemukan jasadnya pertama kali setelah pulang dari acara kampus."

Sagara menjadi sedikit tertarik setelah mendengarkan cerita Ridwan. Ia pun mengalihkan perhatiannya kembali pada Ridwan yang tetap fokus mengemudikan mobilnya. "Orang baik kadang musuhnya lebih banyak, mas. Mungkin ada motif lain dari pembunuhan-pembunuhan itu. Balas dendam, atau perampokan."

RAJAPATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang