Bab 5 - Reuni Kecil

22 3 0
                                    

-Jika kehidupan dapat diprediksi, maka kehidupan akan berhenti, dan tanpa rasa.-

Eleanor Roosevelt

☆☆☆

Sagara menuruni anak tangga rumahnya, berjalan hati-hati menuju ke dapur agar tidak menyebabkan keributan mengingat hari sudah beranjak tengah malam. Ia sedang membutuhkan asupan kafein lebih banyak daripada biasanya karena berkas-berkas kasus pembunuhan yang harus dibaca dan dipelajarinya lagi agar tidak melewatkan hal sekecil apapun.

Niat Sagara untuk membuat kopi urung saat matanya tanpa sengaja melihat sosok Lazuardhi yang sedang berdiri di halaman samping rumah yang tersambung dengan dapur. Ia pun memutuskan untuk menghampiri sang ayah lebih dulu.

"Papa?"

Lazuardhi berbalik dan cukup terkejut melihat keberadaan Sagara. "Ga, kamu belum tidur juga?"

"Belum, pa. masih baca-baca berkas kasus," jawab Sagara. "Papa ngapain jam segini belum tidur? besok kita ke pernikahannya Panji loh, kalau bangun kesiangan, mama pasti bakal pidato kenegaraan lagi," katanya sambil bergidik membayangkan Liana mengomel besok pagi jika sampai mereka kesiangan.

"Papa nggak bisa tidur," kata lazuardhi.

"Kenapa emangnya, pa? Papa lagi mikir apa?" tanya Sagara.

"Nggak mikir apa-apa sih, cuma tidur di sofa itu bikin punggung papa sakit," kata Lazuardhi berterus terang.

"Lagian ngapain papa tidur di sofa sih? Berantem lagi sama mama?" tanya Sagara yang tidak bisa untuk tidak tersenyum mendengar curhatan ayahnya itu.

Lazuardhi berdecak kesal. "Ya gara-gara papa menyetujui kamu jadi ketua tim satuan tugas, mama marah karena rencananya ngajak kamu liburan ke Bali dan Tulungagung jadi batal."

Sagara tertawa tipis. "Ya ampun, aku kira kenapa. Kalau gitu papa tidur di kamarku aja, gimana?" tawarnya kemudian.

"Nggak usah, nanti kalau mama kamu udah tidur pules, papa baru deh balik ke kamar. Kamu sendiri ngapain turun?"

"Bikin kopi," jawab Sagara yang kemudian mengajak Lazuardhi ke dapur. "Masuk pa, angin malem nggak baik," katanya lagi.

"Iya," Lazuardhi lalu menutup pintu geser yang menghubungkan halaman samping dan dapur sementara Sagara membuat kopi dengan mesin pembuat kopi yang baru dibeli mamanya beberapa hari yang lalu saat mereka belanja bulanan.

"Pa, mau aku buatin apa gitu?" tawar Sagara.

"Nggak usah, perut papa udah penuh."

"Kalau gitu papa mau aku temenin ngobrol?" Sagara Kembali menawarkan diri.

Lazuardhi menggelengkan kepalanya. "Nggak usah, kamu balik aja ke kamar. Papa bentar lagi juga balik ke kamar kok," katanya.

Sagara mengangguk. Ia lalu Kembali ke kamarnya sambil membawa secangkir kopi yang masih mengepulkan uap panas. Sementara Lazuardhi masih termenung di tempatnya, memperhatikan punggung Sagara hingga anak sulungnya itu menghilang ke lantai dua rumah mereka.

∞∞∞

"Ma, yuuuuk...!!" Langit berseru dari ruang tengah sebelum kemudian menyusul Lazuardhi dan Sagara yang sudah lebih dulu berada di halaman rumah dan sudah rapi dengan pakaian masing-masing.

Lazuardhi dan Langit mengenakan kemeja batik dengan motif yang sama, dipadukan dengan setelan jas sementara Sagara mengenakan beskap yang khusus untuk groomsmen karena Panji memang memintanya untuk menjadi salah satu pendamping pengantin untuk acara hari ini.

RAJAPATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang