Beranjak Remaja

55 7 6
                                    

— 𝙁𝙍𝙄𝙀𝙉𝘿𝙕𝙊𝙉𝙀 —

Bima Bin Bilal. Tertulis dengan sangat rapi di batu nisan yang telah lama tertancap di atas gundukan tanah tersebut. Apabila sudah selesai berdoa di makam Papa Juna, Rachel beranjak sedikit dan sampai di makam milik sahabat masa kecilnya—Bima. Tidak terasa, sakitnya hampir sama seperti ketika Rachel kehilangan Papa Juna. Biar bagaimana pun, Rachel menyesal karena tak pernah mengucapkan kalimat baik kepada Bima.

"Bim."

"Kenapa makam lo kecil terus?"

"Pasti nanti makam punya gue lebih besar dari punya lo."

Rachel tersenyum tipis, ia menabur bunga segar yang dibelinya dalam perjalanan ke sini. Jika bukan karena hari ini hari yang melelahkan, maka Rachel tak akan berada di pemakaman.

"Setiap ke sini gue ngga pernah bosan untuk mengucapkan rasa rindu gue, Bim."

"Kangen banget sama Bima, penasaran Bima kalau sudah besar akan bagaimana, ya?"

"Apakah masih sama berisiknya?"

"Maaf, ya. Rahel cuma bisa kirim doa buat Bima, dan semoga sampai ke Bima di sana."

Dan Rachel mulai berdoa. Peristiwa yang merenggut nyawa Bima kala itu terjadi begitu saja, Rachel sebenarnya bisa mengejar untuk menarik Bima. Tapi, tubuh Rachel sudah terlalu kaku dan tak bisa bergerak sama sekali. Sehingga Bima harus celaka.

"Andai lo masih di sini, pasti gue ngga kesepian."

Rachel mengusap nisan milik Bima, membersihkannya dengan sebotol air yang ia bawa. Baru setelah selesai, Rachel beranjak berdiri.

"Kehadiran lo memang sesingkat itu, tapi sampai sekarang sulit banget ngelupain semua hal yang udah lo lakuin ke gue."

"Kalau begitu gue pamit, di sana Papa gue juga ada, kan? Tolong temani Papa gue juga, ya."

"Terima kasih, Bima."

Langit yang biru telah berubah menjadi sedikit oranye, itu berarti waktu telah berlalu. Siang akan selesai untuk hari ini, berganti dengan sore hari menjelang malam. Rachel meninggalkan area pemakaman, ia berjalan sembari memegangi tali tas ranselnya.

Dering panggilan masuk lantas membuat Rachel terburu-buru merogoh ponselnya. Panggilan yang berasal dari Mama Sona itu tentu tak bisa Rachel biarkan begitu saja.

"Assalamualaikum, Ma, ada apa?"

"Waalaikumsalam. Kamu di mana? Kenapa jam segini belum pulang?"

Rachel memainkan jemarinya. "Ini, Rahel lagi di jalan. Kebetulan tadi ada pelajaran tambahan, Ma."

"Mama cemas, tahu. Karina sudah pulang dari satu jam yang lalu, tapi kamu belum sampai juga."

"Maafin Rahel, Ma. Rahel lupa bilang ke Mama kalo Rahel ada kelas tambahan tadi, soalnya tiba-tiba juga," dusta Rachel. "Ma, Rahel malam ini mau makan sama mie instan, boleh?"

"Ngga. Mama sudah siapkan ayam goreng, tumis kangkung, sayur asem, jadi jangan makan sama mie instan!"

Rachel terkikik, sekadar menghibur diri yang lara.

"Ya udah, Rahel bentar lagi sampai, kok."

"Iya, lain kali kalo ada apa-apa kabarin Mama dulu."

"Iya, Mamaku tersayang~"

Rachel mematikan sambungan sepihak, ia lantas mengambil sepedanya yang diparkir di depan area pemakaman. Meskipun sudah bukan anak Sekolah Dasar lagi, tetapi sepeda menjadi alat transfortasi terbaik bagi Rachel. Yah, walau terkadang Rachel suka sedikit cemas, masih ingat dengan jelas bagaimana Bima mengalami kecelakaan fatal.

FRIENDZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang