masih dulu

42 30 7
                                    

Setelah acara panas-panasan dan beribu pertanyaan yang menghampiri senja. Mereka semua dialihkan menuju kelas yang luas dengan kipas angin yang pas. Surabaya ini panas, bahkan senja yang tidak terbiasa dengan cuaca yang menyengat sampai membuatnya berkeringat atau bahkan mukanya memerah seperti disengat.

Senja mondar mandir memberikan arahkan kepada anggotanya yang mempunyai tugas masing-masing, menjadi wakil tak seindah yang dibayangkan orang-orang. Mungkin, tugasnya hanya sekedar menyuruh-nyuruh, padahal ia memikul beban yang harus diselesaikan tepat waktu.

"Sen, porseninya dua minggu lagi" pernyataan dari pengurus osisnya, bu endah. Membuat senja tercengang. Dua minggu katanya, sedangkan senja huru-hara menyiapkan persiapan mos ini memakan waktu berbulan-bulan, apalagi ini lomba yang diadakan se-jawa timur. Kalau kata orang tiktok shick shack shock.

Senja masih belum mengatupkan mulutnya, jiwa dan raganya shock. Padahal ia sedang berada di tengah-tengah para peserta didik baru yang bersliweran.

"Sen, tutup mulutnya gak? Bisa-bisanya mangap terus-terusan" senja mengedipkan matanya dan segera menutup mulut. Padahal yang membawakan berita ini sang guru pembimbing, beliau bahkan tau kalau senja keseringan pusing. Ini lagi, sudah membawakan kabar dadakan malah menyuruh senja menutup mulutnya yang memang tak terkontrol.

"Kenapa-kenapa?" Hilmi yang memang dasarnya menjadi manusia yang di dalam tubuhnya mengalir ke-kepoan yang mendarah daging menghampiri bu endah dan senja.

"Hil, seriusan porseni dua minggu lagi?" Senja menanyakan sebuah kepastian yang jelas sudah pasti kepada hilmi, duduk di kursi sambil memegang kepalanya yang sebentar lagi akan tumpah ruah.

"Loh, kamu barusan denger kabarnya nja? Padahal anak silat udah latihan dari minggu yang lalu" fakta dari hilmi yang membuat diasa kembali ingin mengobrak ngabrik dunia.

Senja menatap keduanya secara gantian, bu endah, dan hilmi. Mukanya memelas seperti ingin dikasihani. Sedangkan mereka berdua saling lirik satu dengan yang lain. Senja merenung-menekung. Lomba porseni ini memang biasanya diadakan setahun sekali, tapi dulu senja tidak mengikuti. Ya karna memang ada yang lebih kompenten dari senja apalagi soal pidato bahasa inggris. Senja yang modal  peringas-peringis ini ya jelas tidak lolos.

Bu endah menepuk pundaknya, sambil tertawa seperti manusia yang tidak punya rasa bersalah "wes, ibu yakin senja iki isok pasti"

Keyakinan yang diberikan bu endah, malah membuat senja ingin menenggelamkan kepalanya sekarang juga. Halah, dunia dan seisinya ini ingin senja sumpa serampahi meskipun ada manusia yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali.

Setelah bu endah masuk ke kantor, diasa dan hilmi masih duduk di depan kelas yang berada para peserta di dalamnya. Bukan, mereka berdua tidak melakukan rapat dadakan. Hilmi hanya menemani senja yang dunianya tidak sedang baik-baik saja.

"Mbak sen, ayo masuk" niril, sosok adik kelasnya yang dekat dengan senja menariknya untuk menemui para peserta.

Sedangkan senja ogah-ogahan, karna kali ini kegiatannya hanya mempresentasikan lingkungkan sekitar, toh di dalam sudah ada sang kepala sekolah yang menerangkan. Bahkan sudah ada osis yang berkeliaran, saatnya senja bersantai seharusnya. Tapi kunyuk satu ini tak membiarkan senja tenang sedikit saja.

Senja memasuki ruang kelas yang dimana para mata sudah tertuju padanya. Padahal ia sedang berada di tengah-tengah pintu bisa-bisanya masih menjadi pusat perhatian para manusia.

"Nah ini, kakak senjanya ini salah satu murid berprestasi yang sering menggotong medali dan piala bergengsi" ternyata yang membuat senja menjadi perhatiaan karna kepala sekolahnya menjelaskan secara rinci para manusia yang selalu hoki.

Tepuk tangan dari para manusia yang ada di dalam kelas, membuat senja menutup muka dengan map yang ada di genggamannya. Sebenarnya senja sudah terbiasa berhadapan dengan orang-orang, tapi yang tidak membuatnya terbiasa adalah pujian orang-orang yang berlebihan seperti sekarang. Senja bukan manusia yang secerdas dan seintlektual itu. Dia hanya manusia, yang hanya mendapatkan keberuntungan secara cuma-cuma. Masalah pinta? Hahaha tanyakan pada sang orang tua ketika di rumah. Yang dibaca bukannya buku pelajaran, tapi novel tebal yang berisi tentang kisah cinta rumit yang ujungnya itu-itu saja.

"Udah cantik, wakil ketua osis, pinter lagi. Kira-kira besok jodohnya kak senjanya ini siapa coba?" Kan, kepala sekolahnya ini sepertinya sedang melakukan sarkas kepada senja. Jodohnya siapa? Jelas-jelas ia saja belum lulus di bangku SMA. Apa dirinya ini diusir karena sering membuat malu ya? Siapa yang tidak tau kisah-kasih seorang senja yang sudah menjadi cerita booming di kuping para guru dan murid lainnya.

Ah senja, padahal banyak orang yang ingin ada di posisinya. Sedangkan senja? Dia saja malas berbasa basi kepada manusia bumi. Padahal kalau diingat kembali, dua tahun lalu dia hanya manusia biasa yang masih haha-hihi sana-sini. Sekarang? Ia sering memaki. Kalau bundanya tau, sudah habis ia dikuliti. Mungkin bagi sebagian orang diasa membanggakan, sedangkan di rumah ia menjadi sosok pembangkang.

Tiang luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang