masih suasana MOS

47 27 18
                                        

Ini masih hari pertama, tapi diasa sudah dibuat naik darah di setiap detiknya. Ya bagaimana, adik kelasnya mengobrak-abrik segala hal yang sudah terencana. Padahal meskipun jam pelajaran kosong, mereka seharusnya pulang bersama peserta Mos. Tapi ini tidak. Mereka sudah mencoba membuka pintu gerbang, senja yang tadinya bercengkrama dengan para peserta, dibuat ingin memaki satu dunia rasanya.

"Mbak, ituloh anak-anak mau buka pintu gerbang" laporan dari Niril, membuat senja menekukan alisnya.

"Belum waktunya pulang ril, nanti jam 11an. Bilangin ke hilmi aja coba" karna senja masih menjaga situasi dan kondisi agar senantiasa berjalan dengan sesuai.

"Gak ada mas hilmi, mas hilmi ke ruang kepala sekolah tadi. Yang cowok udah jaga di depan tapi tetep aja mbak temen-temenku kurang ajar semua ituloh" ya bagaimana, tubuhnya Niril ini kecil jika ia menjaga gerbang. Yang ada dia terdorong sampai lapangan. Seperti yang dibilang Niril, teman se angkatannya ini memang tidak paham tentang sopan santun.

Niril menggandeng tangan senja, sedangkan senja sudah memingkis lengannya. Meskipun tidak ada ilmu bela diri yang ia punya, nyatanya ia punya suara yang lebih besar daripada toa.

"Heh, mbalik kelas kabeh! Gorong wayah e moleh kok gopoh moleh ae. Gak balik kelas tak celokno pak irul." (Heh, balik kelas semuanya! Belum waktunya pulang kok keburu pulang aja. Gak balik ke kelas tak panggilin pak irul) jangan salah pak irul ini adalah guru fisika yang selalu membuat takut para manusia-manusia seperti mereka. Tegasnya beliau bahkan tak segan untuk memberikan point.

"Mbak, aku mau beli jajan"

"Aku disuruh pak irul keluar, beli makanan"

Dan masih banyak lagi alasan yang mereka lontarkan, padahal sudah jelas-jelas pak irul ada di kantor dengan tugasnya yang bejibun.

"Balik gak? Gak balik aku siram air got satu-satu" jangan salah, ancaman dari senja tak pernah main-main. Kalau senja sudah bertindak tak ada satupun manusia yang bisa melarangnya.

"Mbak, jangan jahat-jahat jadi kakak kelas. Mentang-mentang wakil ketua osis." Nah ini yang senja tak suka, mereka berbicara tanpa pernah berpikir menggunakan otaknya.

"Koen ae pas aku dadi menungso biasa gak isok ngimbangi, opo maneh saiki duwe jabatan ngene. Gak duwe utek, wani silit wedi rai lakyo ngene iki. Gak pantes koen ngomong ngono, gak level!" (Kamu aja waktu aku jadi manusia biasa gak bisa ngimbangin. Apa lagi sekarang punya jabatan gini. Gak punya otak, berani pantat takut muka ya gini ini. Gak pantes kamu bilang gini, gak level) Kan, makanya jangan pernah memancing di air keruh. Ini ucapan senja masih belum seberapa, kalau ia sudah keluar tanduknya mereka semua harus waspada.

"Aku hitung 1-3 kalau gak ada yang masuk kelas lagi, bukan cuman kalian yang aku siram sama air comberan."

Senja mulai menghitung.

"1"

"2"

Mereka semua terbirit-terbirit menaiki tangga untuk masuk ke kelasnya kembali. Biarkan saja mereka semua memaki senja dalam hati. Toh, ia sudah biasa menelan semua ini.

"Ngono ae gak isok" (gitu aja kok gak bisa) senja menolehkan kepalanya kepada para anggota osis yang menjaga pintu gerbang. Padahal, mereka semua adalah anggota ekstrakulikuler pencak silat yang selalu menenteng piala yang kini mentereng di ruang kepala sekolah.

"Soalanya yang tak jaga bukan hatinya kak senja, jadi gak bisa." Sautan yang lancar dari seorang lutfi membuat senja ingin meremas cowok yang tingginya 170an ini. Sayangnya, senja hanya sebatas pinggang lutfi. Iya tau, senja memang pendek. 150cm saja dia tak sampai.

"Halah, kamu jaga gerbang aja gak bisa. Apalagi jaga mbak senja. Paling kalau ada apa-apa ya, mbak senja yang maju bukan kamu. Itupun kalau mbak senja mau sama kamu. Ayo lut, sadar diri. Apa mau disadarin anak- anak lagi?" Ucapan dari niril yang ternyata dari tadi melihat dari jarak 5meteran, dan kini malah ada di samping senja, lutfi, dan hasyim.

"Gerojoken banyu ruqyah lek gak sadar-sadar ril. Ayo melebu manek"  (guyurin air ruqyah kalau gak sadar-sadar ril. Ayo masuk lagi) senja menggandeng tangan niril, kembali memasuki kelas yang dimana para peserta sudah memulai materi mereka.

.
.
.

"Besok hari ke dua, kita ke lapangan. Karna belum dapet seragam olahraga, silahkan pake seragam olahraga dari sekolah kalian masing-masing ya. Kita ketemu lagi besok jam 06.45. see you, hati-hati pulangnya" setelah materi selesai, dan ini memang sudah waktunya untuk pulang. Senja mengingatkan para peserta ajaran baru untuk memakai seragam olahraga, karna besok akan diadakan games sekaligus pengenalan lapangan sekolah.

peserta pulang, ini juga waktunya untuk para murid yang lainnya kembali berjumpa esok hari. Sisa yang ada di sekolah hanya para osis yang sedang melakukan evaluasi, dan mempersiapkan hari kedua MOS dengan sebaik-baiknya. Padahal, kepala senja akhir-akhir ini mau meledak rasanya. Memikirkan MOS yang memakan waktu dan tenaga begitu besar. Sedangkan, lomba porseni sudah didepan mata. Meskipun bulan depan dirinya sudah tak menjabat, tapi persiapan kepanitiaan ldks sudah melambai-lambai beberapa bulan kedepan.

Semoga saja, perempuan pertama ini yang memikul banyak beban dimudahkan oleh tuhan. Dijadikan bahunya sekuat-kuatnya karang. Meskipun beribu-ribu rencana membuatnya sesak nafas tak karuan, tapi kapan lagi ia bisa menikmati masa-masa SMA yang sedang sibuk-sibuknya seperti sekarang?

Ada banyak doa dan keinginan yang seorang senja selalu panjatkan tiap malam, berharap sang tuhan mengabulkan dan mau mempermudah hal-hal rumit yang selalu menikamnya tiap malam. Padahal, anak ini sudah berusaha sekaras ini kan? Tak mungkin jika hadiahnya hanya ketabahan.

Senja mawardi, semoga kamu bukan hanya menerangi tapi juga mampu mengobati pilu yang menggerogoti relung sanubari.

Tiang luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang