Hari terakhir mos

32 19 10
                                    

Senja mengecek jam dinding yang berada di kamarnya, kali ini ia sudah berjanji terhadap dirinya sendiri. Memakai seragam putih-abu dilengkapi dengan almamater berwarna biru.

Senja sudah mempersiapkan segalanya dengan matang. Akhirnya, alasan yang membuat ia sakit kepala sudah selesai. Persiapan yang dihabiskan berbulan-bulan, untung berjalan lancar.

Seperti biasa, ia selalu berkaca sambil berkata "aku cantik. Aku baik. Aku bisa menyerap hal-hal baik. Dan aku pintar." Afirmasi di setiap pagi, yang selalu ia ucapkan dalam hati.

.
.
.

"Kok tumben gak telat?" Ucapan dari hilmi. Yang mencegahnya di pintu masuk gerbang.

Sedangkan senja mengernyit, menghentikan langkahnya, senja menoleh ke arah sang ketua. "telat salah. Gak telat lebih salah. Maksud mu itu gimana sih hil? Kalau gak boleh dateng tepat waktu, aku balik lagi kerumah nih"

Ancaman senja malah membuat seorang hilmi tertawa. "Sen, kaget sumpah! Dapet keajaiban darimana kok tiba-tiba dateng lebih awal dari biasanya? Gak sabar ketemu mas fajar ya?"

Senja tak menjawab, melanjutkan perjalanan ke arah dimana para teman kelasnya berada.

Sedangkan hilmi masih tak mau menyerah. Ia ikuti senja kemana. "Sen, seriusan mau ketemu mas fajar? Orangnya udah ada loh di rooftop"

Senja mengurungkan niatnya yang ingin pergi menemui para sahabatnya. Ia menatap hilmi yang masih bicara tanpa henti. "Hil, bisa gak, gausah menganggu pagi ku yang udah aku susun supaya gak berantakan ini? Terus, kalau mas Fajar ada di rooftop aku harus gimana hil? Lari ke pelukannya? Ngawur! Daripada ngurusin Mas fajar, mendingan traktir aku makan!" Senja dengan segala tingkah lakunya memang sulit ditebak.

Hilmi mendengus "ini kamu yang untung sen, akunya yang buntung"

Padahal, mereka ada di tengah-tengah lapangan yang megah. Bisa-bisanya mereka berdua tak sadar sudah menjadi objek beberapa pasang mata. Senja, seorang perempuan ceria yang tak pernah marah. Kalau kata teman sebayanya "si perempuan positif, yang selalu banyak tingkah"

Memasuki area ruang guru, mereka berdua menghentikan candaan. Tau batasan dimana letak mereka bercanda, dan dimana waktu yang seharusnya untuk bercengkrama.

"Nja, laporan keuangan yang pak saipul minta udah ada?" Pertanyaan dari mbak nisa, staf tata usaha. Baru saja ia memasuki ruang guru, sudah ada saja bahan cobaan yang baru.

"Lah, laporan keuangannya kan dikelola niril. Aku tidak tau menahu." Mendudukkan bokongnya di kursi, sedangkan di depannya ada mbak nisa yang sudah fokus mengerjakan laporan. Sedangkan ia dengan tidak tau diri malah merecoki mbak nisa.

"Bilang ke Niril Nja, laporannya harus udah ada nanti setelah selesai acara" Titah Mbak Nisa mutlak. Meskipun ia sedang fokus mengetik, tetap saja tidak terdistraksi dengan kelakuan senja.

Senja menarik nafas panjang, menghembuskannya pelan. Niat hati ke ruang TU untuk mendinginkan hatinya. Malah, Mbak nisa yang sepertinya tidak mau diganggu.

Senja mengirim pesan ke niril untuk segera menyelesaikan laporan keuangannya. Melirik kanan kiri, sepertinya bersembunyi di sini adalah pilihan yang terbaik. Tapi kan, nanti senja menjadi MC. Mau tidak mau, suka tidak suka mereka pasti bertemu juga.

"Kenapa lirik-lirik kanan kiri Nja? Tumben gak jaga gerbang. Gak mau ketemu siapa?" Mbak Nisa bertanya. Selain teman sekelasnya, Mbak Nisa ini memang manusia pengertian setelah mereka.

Senja menundukkan pandangannya, menghela nafas. "Mbak, tau kan kalau anak osis ngenalin ekstrakulikuler pencak silat ke murid baru"

Mbak Nisa, Melirik sebentar ke arah Senja yang sendu. Ia menganggukan kepalanya paham. Siapa yang tidak tau antara kisah cinta Senja dan Mas Fajar? Bahkan cabang yayasan mereka pun tau.

"Aku gak expect kalau anak silat yang dipanggil Hilmi itu ternyata ada Mas fajar. Gimana ya mbak? Duh, hatiku dag-dig-dug lagi sekarang." Senja berujar. Memegang dadanya yang berdetak lebih kencang daripada biasanya.

Padahal, Senja dan Fajar ini putus 6 bulan yang lalu. Masalahnya juga bukan Masalah sepele yang dibesar-besarkan. Mereka masih sama-sama mempunyai rasa. Bedanya, yang satu menyibukan diri, yang satu malah lari. Dan baru kali ini, Senja dan Fajar bertemu kembali.

"Kamu, masih suka sama Fajar Nja?" Pertanyaan dari Mbak Nisa yang seharusnya tidak perlu mendapatkan jawaban dari Senja.

"Ya allah Nja, cowok kayak Fajar kamu gamonin. Banyak Nja cowok diluaran sana. Apalagi, kamu ini cantik. Pinter. Relasinya banyak. Siapa yang gak mau sama kamu?" Mbak Nisa menggelengkan kepala. Andai saja, Senja ini adiknya betapa merepotkannya ia mendengarkan keluh-kesah seorang Senja Mawardi memenuhi telinganya setiap hari.

"Tapikan aku maunya sama Mas Fajar mbak." Ucapan Senja yang tidak pernah diduga Mbak Nisa keluar dari mulut gadis cantik yang dipujinya.

Mbak Nisa mendengus, mengelus dadanya sambil beristgfar. "Kalau masih sama-sama suka yaudah balikan aja!"

"Tapi, Gak mungkin aku ngomong duluan mbak. Mau ditaruh dimana muka ku? Ah, Mbak Nisa ayo bantuin" Senja yang sejak tadi berada di depan Mbak Nisa. Sekarang ia pindah di sampingnya. Menggoyang-goyangkan lengan Mbak Nisa.

"Taruh di tasmu, nanti kalau udah diterima-pasang lagi. Lagian, hubungan adem ayem bisa-bisanya minta putus duluan. Pasanganmu itu cuman sibuk Nja, bukan selingkuh!" Nasehat dari Mbak Nisa, membuat Senja terpana.

"Mbak, kesibukan dia yang mana yang gak aku pahamin? Dia bilang, Dia sibuk kerja. Aku maklumin. Dia bilang, Dia sibuk latihan. Aku pahamin. Aku disuruh nunggu, Aku iya-in. Mau ditunggu berapa lama lagi mbak? Jelas-jelas aku udah bukan prioritasnya. Disuruh ngertiin mulu, sedangkan dia gak pernah mau ngerti." Duduk di bawah keramik, Senja menjelaskan semua asal muasal kenapa hubungan mereka berdua bisa terpecah.

Mbak Nisa prihatin, Hubungan Anak muda memang diluar kendali manusia. "Ya terus, kalau kayak gitu kamu kenapa masih gamon? Tapi Nja, Fajar emang gak pernah keliatan sama Cewek-cewek. Dia ini, tipe manusia yang lurus aja. Makanya kita kaget, kok bisa-bisanya Fajar malah sukanya sama orang teledor kayak kamu Nja" Niat hati Mbak Nisa hanya ingin bertanya, Tapi malah meleber kemana-mana.

Senja menghela nafas. "Mbak ini nanya mulu kayak polisi. Gak tau lah mbak. Aku maunya sama Mas Fajar. Udahlah mau jaga gerbang, Mau jadi cewek gila sementara. Da-dah Mbak Nisa. Terimakasih sudah mendengarkan curhatan tidak bermutu Senja pagi ini. I love you" Senja berdiri, mengelus lengan Mbak Nisa yang sudah mendengarkannya sejak tadi.

Melambaikan tangan seakan-akan tidak ada hal berat yang terjadi, padahal beberapa menit yang lalu ia menjadi manusia yang tidak tau diri. Sebentar saja, Senja mau menjadi perempuan yang mengutarakan perasaanya lebih dulu. Tanpa tau malu. Dengan menaruh banyak harap meskipun nantinya, patah hati akan menghampiri hidupnya kembali.

Tiang luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang