Rasanya, Senja sudah mulai berpikir bahwa melarikan diri sebentar saja lebih baik. Rasanya, Senja ingin meminjam pintu Doraemon meskipun hanya 5 menit.
Di depannya sekarang pemain pencak silat tunggal putri sudah menampilkan keuletannya. Sedangkan, Senja ingin lari tapi tak bisa.
Menolehkan kepalanya ke arah belakang, meminta tolong pada para teman-temannya yang bahkan sudah angkat tangan. Sebenarnya, tidak ada masalah. Mereka berdua sudah terbiasa bersikap profesional. Hanya saja, Senja yang tidak mau bertemu dan bertatap muka dengan sang mantan.
Untungnya, Telfonnya berdering nyari di detik sekian. Jantungnya yang berdebar tak karuan kini perlahan berdetak normal.
Senja pamit mundur ke belakang, meskipun tatapan Bu Din dan Bu Endah tajam. Tapi, Senja tetap saja melipir ke belakang.
Berada di ruangan Osis yang hanya tersisa Faisal dan Haris, Senja mengangkat telfon dari Hilmi yang entah dimana keberadaanya. "Halo, kenapa Hil?"
"Nja, ada dimana? Kesini bentar boleh? Aku di ruang guru. Mbak Nisa ini mau nanyain sesuatu yang penting katanya." Padahal, Ruang guru dan area aula tidak jauh. Hanya berkisar 10 meteran. Bisa-bisanya seorang Hilmi menelfon Senja untuk sesuatu yang menurut Senja belum tentu penting.
"Hah? Ngapain? Ada siapa dulu di ruang guru? Kamu jangan bohongin aku ya Hil! Orang aku dari sana tadi. Mbak Nisa ke aku loh gak ngomong apa-apa." Belum apa-apa, Senja sudah menuduh yang tidak-tidak.
"Apanya? Seriusan ini penting banget. Gak ada aku bohong. Sumpah! Ini Mbak Nisa mau nanya anggaran bulan agustus. Kan niatnya mau pemindahan jabatan hari ini, biar Agustus nya kita gak usah mikirin masalah lomba-lomba dan segala keriwehannya. Biar kita fokus Sama LDKS. Jangan lupa bentar lagi juga kita PORSENI" Hilmi menjelaskan panjang lebar, permasalahan yang sebentar lagi mereka berdua hadapi. Ini bukan lagi tentang wakil dan ketua Osis tapi tentang program-program yang akan mereka berdua laksanakan.
"Ngawur! Pak As udah konfirmasi ya. Pemindahan jabatan itu dilakuin setelah upacara bendera. Yang berarti tanggal 17 Agustus pas! Jangan suka ngerubah aturannya sendiri Hilmi! Nah, kamu minta anggaran Agustus di bulan ini. Sedangkan, kamu tadi bilang kalau pemindahan jabatan dilakuin hari ini? Gak jelas! Ngapain kamu minta anggaran agustus kalau gitu? Lagian, kita juga gak bisa ngelepas Osis gitu aja, sedangkan kita berdua gak tau kandidatnya siapa aja kan? Males banget aku ngedebatin hal-hal yang gak jelas gini Hil. Kalau kamu kayak gitu, urus aja Osis ini sendiri! Aku out jadi wakilmu!" Senja menukik alisnya, berbicara dengan suara nyaring yang mungkin bisa didengar satu ruangan.
Senja punya kekuatan bicara panjang, sedangkan Hilmi suka sekali mendebat tanpa pikir panjang. Perbandingan dua kepala yang tak bisa menyatu memang. Tapi, anehnya angkatan Osis di tahun mereka merupakan angkatan Osis terbaik yang pernah ada.
"Kamu dimana seh? Makanya sini-o biar jelas semuanya. Kalau ditelfon gini kita tarik-tarikan urat. Bye. Aku tunggu 5 menit" Hilmi dengan sikap diktaktornya memang susah sekali dipisahkan.
Senja menutup telfon dengan rasa kesal yang tak dapat di sembunyikan.
"Kenapa seh? Hilmi ta? Kenapa lagi anak itu?" Pertanyaan dari Haris membuat senja menolehkan kepalanya, Haris, Teman satu kelasnya dan merupakan anggota Osis yang paling tidak ada suara diantara yang lainnya.
"Gak jelas emang temenmu! Bisa-bisanya ngubah kesepakatan. Aku udah capek-capek kesana-kesini, gak ngehargain usahaku sama sekali! Setres banget aku ya Allah! Ini kepalaku mau meledak sumpah Ris rasanya!" Senja duduk di kursi, menyenderkan kepalanya ke arah meja. Tenaganya sudah terkuras habis, tapi masih ada saja manusia yang lupa tentang jerih payahnya.
"Yaudah sana samperin aja Nja. Kan ada Mbak Nisa juga. Siapa tau, nemuin ujungnya. Ayo aku temenin" Diantara manusia Green flag yang Senja sering temukan, Haris ini adalah salah satu manusia yang paling manis.
Pemuda dengan tinggi 170an, mempunyai kulit coklat kematangan bahkan lesung di kedua pipinya. Membuat siapa saja akan terpana. Laki-laki yang tak banyak bicara, tapi langsung bekerja memang membuat siapa saja menjatuhkan hati secara percuma. Sayangnya, Senja Dan Haris memang sahabat dekat. Yang satu sering menceritakan kisah tak sampainya, Sedangkan yang satu lagi dengan patah hatinya.
"Gak mau! Aku gak mau ke sana! Aku kalau ngomong sama Hilmi sekarang itu bawaanya pengen aku maki-maki dia Ris. Tapi aku mau nangis juga sekarang rasanya." Senja menolak untuk berada di satu ruang yang sama.
Senja kembali bersuara "Kamu tau gak Ris? Aku ngerasa aku gak pernah dihargain sama Hilmi. Jerih payah ku sering dipandang sebelah mata. Usahaku itu emang gak seberapa dibandingin Dia, tapi apa gak bisa sekali-kali dia ngehargain aku? Minimal apresiasi Ris aku gak minta banyak. Aku mau nangis aja udah. Sana-sana Ris! Aku mau menjatuhkan air mataku yang gak seberapa ini untuk orang yang gak berharga!"
"Kamu nangisin apa Nja? Kalau kamu nangisin Dia, Kamu bakalan diapresiasi? Usahamu bakalan dihargain? Enggak Senja. Stop jadi perempuan yang selalu nangisin segala hal-hal remeh." Haris yang tadinya berdiri, Kini duduk tepat di depan bangku Senja.
"Ya terus aku harus apa? Disuruh sabar? disuruh legowo? Duh, udah kenyang."
"Kamu ini pinter di bidang akademis, Tapi giliran masalah hati goblok banget. Lawan anjir! Kemampuan mu itu gunain buat ngelawan dia. Kalau ngandelin logika sama hati nurani, aku gak mau temenan sama kamu lagi deh Nja. Sumpah!" Haris bersidekap sambil memicingkan mata ke arah senja.
Senja menghela nafas "jadi aku harus ngelawan argumennya Hilmi Ris?kalau aku nangis duluan gimana? Apa? Kamu mau traktir aku bakso telornya Cak Ubed ya? Duh makasih banget semoga Allah ngelimpahin Rezekimu ya Ris. Dah, aku mau kesana dulu. Doain aku ya!" Padahal, Senja tadinya sudah ingin berlinang air mata. Tapi, ini bukan pertama kalinya ia berhadapan dengan manusia yang suka memaksakan kehendaknya.
Senja menggendong tas ranselnya kembali, melihat ke arah Haris yang sedang mendengus. "Aku padahal cuman nyuruh kamu buat ngelawan. Kalau kamu nangis kan udah biasa Nja. Lap pake tisu dulu aja deh. Bakso Cak Ubednya lagi gak Ready. Tapi, kalau Bakso Tikus ada Nja. Mau?"
Senja menggeliat. "Tikus? Panganen dewe wes. Sumpah gak ready? Bujukan ngunu tak dungakno pedamu gak isok mlaku." (Tikus? Makan aja sendiri. Sumpah gak ready? Kalau bohong aku doain motor gak bisa jalan)
Membuka pintu, Senja memelotokan matanya. Tidak jadi. Tidak akan ia pergi ke Ruang guru meski dipaksa seribu kali. Tepat di depan matanya, Kini ada sepasang mata yang juga ikut shock atas kehadirannya.
Mas Fajar. Laki-laki yang sekarang sudah menjadi pria dewasa, yang dulu Senja sempat pamerkan kisah-kasihnya kepada para teman sebayanya. Kini tepat berada di depan pintu yang ia buka.
Senja terpana, setelah sekian lama mereka tidak berjumpa. Setelah sekian lama mereka tidak lagi bersua, rupanya seorang yang sempat ia cintai dengan sangat-masih sama. Kulit cerah dengan model rambut kesukannya masih menghiasi.
Di lorong kelas dan pintu yang memisahkannya ini, setelah 6 bulan mereka berpisah. Setelah 6 bulan lamanya tak bisa kembali merajut asa, dua insan manusia ini hanya bertatap tanpa berkedip.
![](https://img.wattpad.com/cover/349235223-288-k623599.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiang luka
Teen FictionDiantara hal-hal yang dibuat oleh semesta, pertemuan mereka adalah salah satu hal terindah yang mereka terima. Luka yang menganga, tertutup dengan beribu cerita sederhana.