( 1O. ) : Wake up ( O1. No more heart beat )

176 22 3
                                    

Sorry for typo...
~Happy Reading~



















Mata lentik yang sekian lama tertidur itu kini mengerjap dengan pelan, membiasakan diri dengan tempias cahaya yang seakan menusuknya untuk kembali terpejam. Dengung suara yang riuh membuat tangannya bergerak cepat hendak menutup gendang telinganya sekarang.

Tapi usaha yang tersia itu membuatnya menatap bingung, matanya liar menatap sekeliling. Hingga kepala lelaki yang telah menetap di hatinya itu tampak bersandar, beristirahat di atas tangan kanannya dengan lelah.

Tatapan matanya menjadi teduh penuh kasih, tapi itu tidak lama sebelum dia merasa sangat panik. Histeris, kemana... Kemana detakan itu?

Dimana detakan berisik yang selalu menyertainya selama ini?

Dimana genderang perang yang selalu bertalu-talu itu?

"Dimana? Dimana suara itu? Kenapa sunyi? Kenapa tidak terdengar? Kenapa hanya suara lain yang berisik??"

Membangunkan lelaki yang kini menatap bingung ke arahnya, menatapnya dengan perasaan bersalah. Meruntuki diri atas apa yang terjadi padanya, mengumbar seribu maaf yang bagai angin lewat di telinganya.

"Axell, dimana? Mengapa disini sunyi? Mengapa tidak terdengar apapun? Bagaimana ini hiks?"

Tangisan tertahan Leon umbar, tangannya menggenggam erat kain penutup tubuhnya. Dadanya terasa begitu sunyi, detakan jantung miliknya yang selalu berisik itu seakan tengah teredam oleh sesuatu. Berhenti, meskipun Leon ingin membuatnya kembali berdebum tapi itu seakan sia-sia belaka.

Grepp...

Hingga tangan lebar itu menahan tangannya, mata teduh Axelloth menatap penuh rasa bersalah padanya. Leon tidak ingin lelakinya itu menatapnya dengan guratan iba, tapi Leon juga tidak bisa memungkiri rasa kehilangan akan setiap detakan ribut saat dirinya berada dekat dengan Axelloth Sang belahan jiwanya.

"Maaf, aku minta maaf. Karena keegoisan ku, kau harus begini Leon, sekali lagi aku minta maaf." Ucapan lirih Axelloth layangkan pada Sang pujaan hatinya.

Hanya ini cara satu-satunya agar mereka tetap bisa bersama meskipun itu akan membuatnya dibenci Sang pujaan hatinya sendiri.

"Axell, tidak... Aku tidak bisa mendengar detak jantung ku sendiri. Aku, aku menjadi aneh. Apakah aku hidup? Apakah aku benar-benar bisa hidup seperti ini hiks.. hiks... Hidup ku yang malang."

"Maaf Leon."

Grepp...

Hanya pelukan erat yang bisa Axelloth lakukan, hatinya itu terasa begitu sakit tersayat perih. Melihat Sang kekasih yang begitu kesakitan tak bisa menerima takdir terkutuk miliknya.

Harusnya dia bisa bertahan meski sebentar, harusnya Axelloth tidak egois untuk waktunya kembali. Tapi takdir tidak sebaik itu pada mereka, memberikan setiap pilihan sulit dengan jalan keluar yang kadang terasa mustahil namun juga memikat.

Hingga setelahnya hanya terdengar jeritan pilu dari Leon Charleston, Sang pangeran yang kini tengah bingung akan jati dirinya sendiri.

Pantaskah dia masih disebut manusia sekarang?

Leon meragukan hal itu saat ini.





















----o0o----






















Leon kembali menutup matanya meskipun itu sedikit sulit, dirinya terlihat begitu egois. Matanya terbuka menatap Axelloth yang telah pergi dari kamar besar ini. Bukan karena Axelloth yang menginginkan itu, tapi Leon lah yang ingin sendiri saat ini. Dia butuh ruang untuk membiasakan diri atas hal baru yang dimilikinya kini.

In The Middle of The Night [Jichen] [✔] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang