BAB XII Berbohong

1.5K 177 45
                                    

"Jadi kau kemarin kemana saja?" Nayl yang baru saja masuk ruangan Paul tanpa salam langsung memborbardir Paul dengan pertanyaan seperti itu.

Paul melirik singkat ke arah Nayl yang sedang mengambil tempat duduk tepat diseberangnya. Tak mempedulikan pertanyaan Nayl tadi, Paul kembali berkutat pada monitor macbooknya

Tadi pagi, Paul memiliki jadwal kuliah hingga pukul 12.00 WIB. Beberapa saat sebelum kelas berakhir, dosen mata kuliah itu memberikan beberapa tugas yang harus dikumpulkan pada pertemuan berikutnya di minggu depan. Paul yang tak suka menunda-nunda pekerjaan langsung mengerjakan tugas itu saat ini juga. Kebetulan siang ini dirinya tak ada agenda dan pekerjaan apapun, jadi tak ada yang salah baginya untuk mengerjakan tugas itu walaupun masih sangat awal.

"Tampaknya kau sedang sibuk hari ini." Tebak Nayl sambil memainkan beberapa pulpen yang tersusun rapi bersama alat tulis lainnya di meja itu.

Paul yang seperti biasa malas berbasa-basi dengan orang lain lebih memilih untuk mengabaikan celetukan Nayl. Bagi Paul, berbicara itu seperlunya saja. Jika itu penting, Paul akan bersemangat untuk menanggapinya. Namun jika orang yang mengajaknya berbicara itu membahas hal yang tak seberapa penting baginya, Paul memilih untuk diam tak menanggapi. Ia lebih memilih menyimpan energinya dan tak membuang itu untuk hal yang tak bermanfaat.

"Padahal aku ingin melaporkan sesuatu mengenai material bangunan yang akan kita pesan." Ucap Nayl kembali tak bosan untuk mengajak Paul berbicara.

Paul menghentikan kegiatannya yang sedari tadi sedang fokus mengerjakan tugas. Paul baru menyadari kemarin sore seharusnya dirinya menghubungi Nayl untuk membahas masalah pemesanan bahan material untuk pembangunan kafe area belakang. Namun setelah ia bertemu dengan mas Adrian, dirinya malah pergi begitu saja meninggalkan ruangannya tanpa membereskan barang-barangnya di meja itu. Ia pada saat itu tak sadar langsung bergegas untuk menemui Nabila untuk menanyakan beberapa hal yang baru disadarinya.

"Aku hampir lupa!" Seru Paul jujur pada Nayl. "Seharusnya aku menghubungimu kemarin sore untuk membahas hal ini." Sesal Paul merasa tak profesional pada pekerjaannya.

Nayl terkekeh mendengar ucapan Paul yang menurutnya terlalu serius. "Kemarin sore aku sempat kemari." Ujar Nayl memberikan informasi pada Paul. "Tapi kau tak ada." Lanjut Nayl kemudian.

Paul terdiam sejenak mendengar ucapan Nayl. Jadi pada sore hari saat Paul mendatangi kampus Nabila, Nayl malah menyusulnya kemari. Paul merasa sangat tak enak pada Nayl karena pergi begitu saja disaat penting seperti itu. Paul yang tak tahu harus mengatakan apa memilih untuk berdiam diri sejenak.

"Kemarin siang setelah bertemu mas Adrian aku langsung pulang." Jelas Paul memilih untuk berbohong.

"Tapi laptop dan beberapa berkas milikmu masih berceceran di meja ini." Bantah Nayl sambil menunjukkan meja yang berada di hadapannya saat ini.

"Ya aku sedang mencari udara segar sebentar di jalan." Jawab Paul asal sambil kembali menatap layar macbooknya untuk menutupi kegusarannya.

"Sebenarnya kau pulang atau hanya mencari udara segar?" Bantah Nayl curiga dengan tuturan Paul yang tak sinkron.

Sebenarnya Nayl kemarin memang menghampiri Paul ke ruangannya untuk melaporkan beberapa hal. Nayl yang biasanya dengan santai membuka pintu ruangan Paul pun melakukan hal seperti itu juga kemarin. Namun tak seperti biasanya, ruangan itu kosong tak ada orang tetapi beberapa barang milik Paul seperti laptop dan beberapa berkas masih berada di meja itu. Jika Paul memang sedang pergi sebentar, ia pasti meninggalkan ruangan itu dengan keadaan terkunci. Paul juga tak mungkin pulang dengan keadaan berantakan dan tak membawa pulang laptopnya. Hal itulah yang membuat Nayl sedikit bingung dengan perubahan drastis yang Paul perlihatkan itu.

Sebelum TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang