BAB XXIII One Fine Day

1.2K 146 28
                                    

"Apa ini tak terlalu pagi?" Tanya Nabila menampakkan wajah kesal pada Paul yang kini telah berada di depan rumahnya pagi-pagi seperti ini.

"Ini sudah pukul sembilan dan kau masih menyebut ini pagi?" Semprot Paul yang tak setuju dengan ucapan Nabila barusan.

Bukan tak ada sebab Paul di hari Minggu pagi seperti ini telah berada di depan pintu rumah Nabila. Beberapa hari yang lalu, Paul telah meminta gadis yang berada dihadapannya ini untuk menemaninya mencari buku di Big Bad Wolf yang diselenggarakan di ICE BSD. Namun Paul kini justru merasa kebingungan karena mendapatkan respon yang tak ramah seperti itu dari Nabila. Paul juga merasa beberapa hari ini tak membuat masalah apapun pada gadis itu. Jadi letak kesalahan Paul sekarang dimana?

"Mengapa beberapa hari ini kau tak menghubungiku?"

"Menghubungi untuk apa?" Tanya Paul sambil mengerutkan keningnya.

Sungguh Paul tak mengerti maksud dari pertanyaan Nabila barusan. Memang setelah pertemuan terakhir mereka di kafe itu, Paul sama sekali tak berinisiatif untuk menghubungi ataupun mengonfirmasi mengenai agenda yang akan mereka lakukan hari ini. Paul juga sama sekali tak mengabari Nabila saat dirinya menuju rumah gadis itu. Paul menganggap hal itu tak perlu dilakukannya mengingat mereka berdua beberapa hari yang lalu telah sepakat untuk pergi bersama hari ini. Toh hal itu tak membuat janji mereka batal bukan?

"Kau menantikan kabar dariku?" Tebak Paul sambil tersenyum miring pada Nabila yang tak kunjung menjawab pertanyaannya barusan.

"Aku hanya butuh konfirmasi apakah hari ini jadi ataukah tidak." Kilah Nabila cepat menutupi kepanikannya.

"Aku akan mengabarimu setiap hari jika itu yang kau inginkan." Balas Paul kembali ingin menjahili Nabila yang terlihat salah tingkah sambil mengalihkan pandangannya tak berani menatap Paul lagi.

"Aku tak mengerti dengan apa yang kau katakan barusan." Bohong Nabila ingin menghentikan pembahasan itu. "Ayo cepat kita pergi dari sini!" Ajak Nabila tiba-tiba sambil menarik lengan Paul untuk ikut bersamanya menuju mobil Paul yang terparkir di depan rumahnya itu.

Paul mau tak mau hanya pasrah mengikuti Nabila yang tiba-tiba menarik lengannya padahal tenaga yang dikeluarkan gadis itu tak seberapa besar. Sebenarnya Paul saat itu masih ingin menjahili Nabila yang terang-terangan terlihat salah tingkah padahal sebelumnya gadis itu menunjukkan wajah kesal padanya. Menurutnya, semburat merah yang muncul di wajah Nabila membuat gadis itu terlihat lucu. Paul hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat perubahan sikap Nabila yang menurutnya sangat cepat itu.

"Kau masih kesal karena aku menjemputmu sepagi ini?" Tanya Paul pelan-pelan setelah mereka berdua telah berada di dalam mobil.

"Ya, menurutku pukul sembilan di hari Minggu seperti ini masih terlalu awal untuk mengawali hari." Jawab Nabila sambil memberikan tatapan tajam pada Paul.

"Hari-hari Minggu sebelum ini aku selalu memulai kegiatan pukul tujuh pagi." Jelas Paul sambil melajukan mobilnya meninggalkan komplek perumahan Nabila.

"Kau selalu lupa untuk memasang seatbelt jika tak diingatkan ya!" Ceramah Paul sambil melirik Nabila yang tak kunjung memakai seatbeltnya.

Nabila menepukkan dahinya pelan sambil mengutuki dirinya beberapa kali kelupaan memakai seatbelt jika tak diingatkan.

"Pukul tujuh pagi untuk berolahraga bukan? Jika untuk berolahraga aku juga selalu memulainya pukul tujuh pagi." Bela Nabila kembali sambil memasang seatbelt setelah diingatkan oleh Paul.

"Waktu olahragaku selalu pukul enam pagi." Balas Paul sambil melirik singkat ke arah Nabila. Nabila yang sedikit jengah dengan Paul yang selalu memiliki cara untuk membantahnya juga reflek melihat ke arah lelaki itu. Pandangan mereka berdua saat itu sempat bertemu sesaat lalu dihentikan secara sepihak oleh Paul yang kembali fokus untuk melihat jalanan. Suasana mobil itu tiba-tiba hening karena mereka berdua mendadak menghentikan pembicaraan. Nabila reflek menggaruk tengkuknya dan mengalihkan pandangannya kembali menuju jalanan. Mengapa tiba-tiba menjadi awkward seperti ini? Nabila menggelengkan kepalanya dan menepis pikiran-pikiran aneh yang sempat muncul di otaknya.

Sebelum TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang