11. ,

53 8 0
                                    



"Mang, dia yang duluan ngejambak rambut saya!" ucap Fhina sambil menunjuk wajah Dini dengan penuh emosi.

Kini semua orang sudah berkumpul di ruang TV. Dini, Lisya, dan Yunita duduk di sofa besar dengan Bangkit, Eko, Puja, dan Aura yang berdiri di belakang mereka, sedangkan Rizky duduk sendiri. Fhina dan Wina duduk berhadapan dengan Dini, Lisya, dan Yunita. Yurika tidak bersama mereka berdua, ia memilih berdiri di samping Mang Kalis yang memosisikan diri berada di antara mereka semua.

"Heh! Gue gak bakal jambak lo kalo gak ada penyebabnya!" balas Dini.

"Apa? Emang dasarnya aja lo iri sama gue, makanya lo jambak gue!" balas Fhina, gak mau kalah

"Idih amit-amit. Buat apa gue iri sama lontai."

"APA LO BILANG?"

Fhina yang berniat ingin menjambak Dini langsung ditahan oleh Mang Kalis. Sedangkan Dini hanya menatap Fhina dengan tatapan datar, ia bahkan duduk dengan menyilangkan kakinya. Menunjukkan rasa percaya diri tanpa takut sama sekali yang berhasil membuat Fhina semakin jengkel padanya.

"Udah cukup! Saya engga tau inti masalah kalian seperti apa. Tapi jangan gunakan kekerasan di sini," lerai Mang Kalis.

Seketika hening, tidak ada yang berani memulai obrolan. Lisya sudah berhenti menangis, namun mata dan wajahnya masih memerah dan sembab. Yunita yang duduk di sampingnya merangkulnya dan mengusap bahu Lisya, berharap Lisya menjadi lebih tenang.

Di sisi lain, perang tatapan mata masih terjadi di antara Dini, Fhina, dan Wina. Bangkit tak henti hentinya mengusap bahu dan puncak kepala Dini agar pacarnya itu lebih tenang dan tak termakan emosi. Tapi hal itu rasanya percuma karena ada Eko dan Puja yang selalu membisikkan pada Dini agar menghajar Fhina dan Wina yang memang sudah keterlaluan.

"Hajar, Din," bisik Eko.


"Jangan kasih kendor," tambah Puja.

"Diem anjir! Gak usah kompor meledug lo berdua," balas Bangkit sambil menjitak kepala Eko dan Puja.

Rizky hanya diam, dia memegang sudut bibirnya yang terasa perih dengan kepala yang terasa pusing dan berat. Ia bingung dengan apa yang telah terjadi. Apalagi setelah melihat Lisya dengan wajah sembab dan mata yang memerah. Lisya kenapa?

"Kamu kenapa, Yang? Ada apa ini? Kenapa semua ngumpul di sini?" tanya Rizky dengan ekspresi kebingungannya.

"Lo gak sadar apa yang udah lo lakuin?" tanya Bangkit.

Rizky menggeleng pelan, ia bingung dengan apa yang dikatakan oleh Bangkit. Memangnya apa yang telah ia lakukan?

"Emang gue ngapain?" tanya Rizky.

Seketika Lisya dan Dini saling pandang, mereka berdua sadar ada yang janggal di sini. Rizky terlihat seperti orang linglung yang tidak mengingat apa-apa. Dini meminta izin pada Lisya dengan memberi isyarat lewat tatapan matanya untuk menceritakan apa yang ia lihat pada Rizky dan Lisya mengangguk setuju.

"Oke, mumpung ada Mang Kalis sebagai penengah, gue mau ceritain apa yang gue liat tadi," ujar Dini.

Mang Kalis mengangguk setuju, ia mempersilahkan Dini untuk menceritakan semuanya. Namun di sisi lain, Fhina terlihat Pucat dan raut panik terlihat jelas di wajahnya. Kini semua orang menunggu cerita dari sudut pandang Dini dan menilainya dengan perspektif mereka.

"Gue liat Fhina keluar dari kamar dengan kemeja yang berantakan, gak lama lo juga keluar dari kamar yang sama dengan baju yang berantakan juga. Abis ngapain kalian berdua di dalem kamar?" ujar Dini sambil menunjuk Fhina dan Rizky secara bergantian.

Journey to The West East North SouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang