What is happy ending?

808 44 3
                                    

Bagaimana jika penumpang yang telah waktunya turun dari kereta justru berlari mengejar kereta itu dan tidak mau keluar?

[Waktu terbang menjauh begitu cepat, mungkin bukannya terbang, waktu itu hanya terus berjalan. Tentang bagaimana waktu berakhir, itu bukan kita yang menentukan. Seperti kereta yang bergerak sesuai jalurnya, ada di mana kita harus turun di stasiun tujuan kita. Kapan? Ada waktunya, dan kita mungkin turun di waktu yang berbeda, dan tujuan akhir kita juga berbeda. Sudah waktuku untuk turun saat ini, namun kau masih harus mencari stasiunmu sendiri]

Sasuke duduk di kursi taman, ia melihat anak-anak bermain dengan ceria. Mengingat kembali perkataan yang pernah dikatakan temannya yang menderita penyakit serius saat itu, ya, teman. Teman hidupnya, yang mengkhianatinya dengan pergi lebih dulu dan meninggalkannya di dunia ini untuk terus memaksanya hidup sendiri.

Angin sepoi di taman membuatnya merasa mengantuk, namun ketika ia akan menutup matanya, ia akan merasa tak ingin membukanya lagi. Pria itu berjalan pergi menyusuri kedai-kedai di sekitar taman, ia lalu berhenti di sebuah kedai ramen. Pria itu berdiri diam agak lama, sebelum akhirnya memasuki kedai.

Meja yang ditempati masih sama, menu yang dipesanpun sama, pelayan yang menyajikan juga kebetulan sama. Sasuke memejamkan matanya sebentar, lalu membukanya lagi. Ia kembali berhalusinasi saat ini, ia bisa mendapatkan ilusi ini dua tahun belakangan, tak apa, toh dia sendiri tak ingin kehilangan ilusi yang indah itu.

Ia melihat sosok pirang yang duduk di sampingnya, tersenyum dan berkata dengan girang.

"Waah, kau membeli ramen, Sasuke? Ada apa denganmu? Apa sebegitunya merindukanku?"

"Ya, sangat.."

Air matanya menetes tanpa sadar, semua orang Konoha sudah tahu tentang Ninja Uchiha yang sering datang itu, jadi tak heran melihatnya menangis di kursi dekat jendela.

Sasuke memakan ramen kuah miso itu, lalu air matanya semakin deras. Ia merindukan Hokage ke tujuh, ia merindukan sahabatnya, ia merindukan rivalnya. Tidak, mungkin yang ia rindukan hanya Naruto, sosok yang akan selalu memaklumi sifat dinginnya, orang yang tersenyum saat mengobrol dengannya walaupun sifatnya bisa membuat orang kesal. Ia merindukan Naruto yang selalu ada di sisinya. Sungguh, jika bukan karena Naruto sendiri yang menitipkan keamanan Konoha padanya, jika bukan karena Naruto yang memberinya perintah untuk mengawal Hokage baru melewati segala jenis misi sulit. Ia sangat ingin menyusulnya, ia mencoba menyusulnya tanpa melanggar perintah Naruto. Sasuke terus menerima misi berbahaya untuk mengakhiri hidupnya, namun nihil, ia masih hidup dengan rasa sakit ini.

"Naru.. sampai kapan aku harus merasakan rasa sakit ini?"

Ia bertanya pada ilusi di sebelahnya, Naruto yang anak-anak itu berubah menjadi Naruto remaja, ia tersenyum lebar dan menjawab dengan percaya diri.

"Sampai kau move on dariku tentunya Sasuke! Kau akan melupakanku dan bahagia nantinya!"

Sasuke tersenyum tipis menanggapi jawaban itu.

"Dua tahun ini aku bahkan tak bisa melepaskanmu Naru.. ninja medis menyarankan aku untuk terapi agar halusinasiku tentangmu hilang. Tapi bagaimana bisa aku membiarkan satu-satunya 'kau' yang bisa kutemui menghilang? Naru.., jika kau berharap aku untuk melupakanmu, bukankah itu hanya impian kosong?"

Sasuke terkekeh pelan, menyantap mie hangat di mangkuk.

"Kalau begitu aku akan ada di sisimu, de? Sampai waktumu berakhir."

Kumpulan ff (Narusasu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang