Kenapa Kau Terlihat Begitu Sedih?

0 0 0
                                    

"Kau tidak marah atas apa yang kulakukan?" Antagrata bertanya ketika dia mulai tenang.

"Marah? Untuk apa?"

"Melakukan hal-hal tersebut. Mengeksekusi Alin, seakan-akan merekayasa cinta antara dirimu dan Isvara, apa kau tidak marah?"

"Begini, Antagrata. Aku adalah aku yang hidup sekarang, bukan Batara Arun yang kau kenal dahulu. Memang aku merupakan reinkarnasi darinya, memiliki banyak sekali kesamaan, dan kita juga bersahabat sekarang. Tapi, tetap ada hal yang berbeda, walaupun aku sendiri tidak tahu itu apa. Contohnya saja, dia bisa memperhitungkan sesuatu seratus langkah ke depan, aku tidak. Aku hanya akan melakukan apa pun yang kumau dan membuatku bahagia. Jadi, kau tidak perlu merasa bersalah. Lalu soal Isvara, aku memang agak jengkel ketika kau seolah-olah merekayasa semua itu. Namun pada akhirnya, aku memang benar-benar jatuh hati padanya, bukan karena aku adalah Batara Arun di masa lalu dan dia adalah Alin, atau juga karena stimulus yang kau lakukan. Hanya karena aku jatuh hati padanya, hanya itu. Karenanya, kau tidak perlu merasa bersalah."

"Terimakasih."

"Tidak masalah."

Kesunyian tercipta, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampai akhirnya, Chandra memutuskan untuk memecahkan suasana. "Oh iya, melihat wujudmu yang seperti sekarang ini, aku jadi bertanya-tanya. Dahulu, ketika masih menjadi dewata, seperti apa perwujudanmu?"

Antagrata menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Sebenarnya aku tidak terlalu ingat. Tapi sepertinya, aku lumayan tampan."

"Lalu, apa wujudmu berubah jadi seperti ini juga hukuman seperti yang Harsa dapatkan? Maksudku, Harsa kehilangan sebelah sayapnya, apa dirimu berubah menjadi seperti ini juga karena hal yang sama?"

Antagrata mengelus dagunya, berpikir sejenak. "Sepertinya bukan. Saat pertama kali masuk kedalam neraka, aku masih memiliki wujud dewataku. Seiring dengan segala macam siksaan yang diberikan oleh para iblis yang memang ditugaskan untuk menyiksa, tubuhku mengalami transformasi karena tak mampu menahan setiap siksaan yang diberikan. Mungkin wujud ini adalah salah satu bentuk adaptasiku."

Chandra membelalakkan mata. "Sekeras itu? Ah, aku jadi menyesal pernah bersedia masuk neraka demi menunggumu."

"Kurasa tidak, mana mungkin dewata dan manusia diberikan hukuman yang sama, bukan? Terdengar sangat tidak adil."

"Berarti setelah itu, kau masih memiliki wujud dewatamu?"

"Tentu saja. Namun setelah dipikir, wujud ini lebih nyaman."

"Bisa kau tunjukkan padaku bagaimana wujud dewatamu?" Chandra mulai memancing. Jika hipotesisnya benar, sesuatu akan terjadi.

"Tidak bisa, aku pernah mencobanya. Segel ini benar-benar mengurung segala aspek yang kumiliki."

"Ayolah, kau bahkan belum mencobanya. Aku sudah datang ke sini dan ingin melihatnya."

Antagrata terlihat agak sedikit ragu. "Baiklah, aku akan mencobanya. Terakhir kali aku mencoba, saat kau datang pertama kali kesini. Setelahnya, wujud itu tak bisa kembali." Antagrata memejamkan mata, memusatkan energi di sekitar dirinya, lalu memutar energi tersebut searah jarum jam dengan kecepatan tinggi. Setelahnya, cahaya putih keemasan mulai keluar dari tubuhnya dan memenuhi semua tempat, dibarengi dengan ledakan yang terdengar berasal dari jeruji-jeruji besi yang mengelilingi mereka.

Wujud itu kembali. Seorang laki-laki di pertengahan tiga puluh dengan otot-otot sempurna, kulit sewarna pualam, janggut yang dihiasi oleh bulu lebat bersemir kekuningan, dia mengenakan kain putih yang menyampir dari bahu sampai paha dengan kain lain di perut yang berfungsi sebagai ikat pinggang, di bagian bawah tubuhnya, dia menggunakan kain senada sampai betis sebagai celana. Yang terpenting adalah, mata dewata Antagrata kembali!

Konspirasi ParvatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang