Biar Kutebak. Namamu Chandra Abimanyu, Kan?

0 0 0
                                    

Setelah beberapa lama berjalan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh pria tadi, Chandra tiba di kuil batu yang dikatakannya. Bangunan tersebut tidak terlalu besar, mungkin hanya sekitar lima kali lima meter. Pondasinya terbuat dari tumpukan batu alam, tiangnya terbuat dari kayu akasia setinggi tujuh meter yang menjulang di empat arah mata angin, dinding dan atapnya terbuat dari anyaman rotan yang telah dipipihkan sedemikian rupa, dan ada formasi batuan kecil yang melingkari lubang api tempat melemparkan persembahan. Di Samping lubang api tersebut, terdapat sebuah lemari kayu sederhana yang berisikan beberapa botol cairan kekuningan. Setiap sudut ruangan dipenuhi oleh lilin aromaterapi yang membuat seisi ruangan dipenuhi aroma lavender.

Chandra melihat ke arah lubang api tersebut. Disana, ada kayu-kayu bakar yang menjadi bara menyala dan hanya sedikit api. Dia berpikir, apa yang harus dia lakukan? Apa cairan di lemari itu memiliki fungsi khusus? Apakah dia harus menuang sedikit ke dalam api? Dia pun mencoba, hanya beberapa tetes, dan api tersebut menjilat-jilat hampir setinggi atap. Dia sedikit mundur, mengeluarkan sepotong kecil sisa makanannya yang terakhir, dan melemparkannya dalam api.

Dia melakukan apa yang dikatakan pria yang ditemuinya tadi. Saat memejamkan mata, dia berkata dalam hati, "para dewata, maaf aku hanya bisa mempersembahkan sisa makanan terakhirku ini. Apa yang kupersembahkan ini sebenarnya bisa kugunakan selama dua hari, namun tidak apa-apa, aku merasa sangat bersalah karena telah memikirkan yang tidak-tidak mengenai para pertapa. Kumohon, terimalah persembahan ini atas nama para pertapa, yang dengan sangat berani mampu mengorbankan diri mereka bagi kehidupan yang sedikit lebih tenang untuk orang-orang.

"Pria tadi mengatakan bahwa aku bisa berdoa apapun setelah memberikan persembahan. Aku hanya ingin meminta, walau aku tidak tahu kau bisa mengabulkannya atau tidak, tolong, aku tidak meminta untuk kau menghidupkan kembali keluargaku, aku tidak meminta untuk mempertemukanku dengan mereka secepat mungkin. Aku hanya meminta untuk memperbaiki hidupku. Cukup keluarkan suara dalam kepalaku, jangan biarkan dia terus menguasai dan mempengaruhi ku, cukup. Sisanya biar aku yang urus. Kumohon." Dia pun membuka matanya, dan meninggalkan kuil tersebut.

Chandra kembali menyusuri dinding ke arah barat. Seharusnya, gerbang perbatasan tidak jauh dari sini. Sebenarnya dia tidak terlalu berharap pada apa yang dia bicarakan setelah memberikan persembahan, dia hanya membicarakan apa yang dia mau. Bahkan untuk sekarang, rasa-rasanya dia tidak percaya pada eksistensi para dewata. Bagaimana mungkin eksistensi seperti itu ada dan segala bencana masih merundungi hidupnya?

Setelah beberapa lama, dia akhirnya melihat gerbang yang selama ini dicarinya, sebuah gerbang dari logam yang menjulang setinggi dinding, sangat besar, terlihat sangat berat. Akhirnya, dia bisa terlepas dari dinding Parvati dengan segala kenangan buruk yang ada di dalamnya. Dia segera menghampiri dinding tersebut dan menemukan dua orang yang sedang berjaga.

"Apa yang membuatmu sampai disini, nak? Kau sepertinya berasal dari jauh?" Seorang dari mereka mendekatinya. Orang tersebut memiliki busana yang persis dengan orang yang ditemuinya tadi, bedanya dia tidak membawa tongkat.

"Aku berasal dari desa yang sangat jauh dari sini, keluargaku telah dibantai oleh para Rasuk dan untung saja dapat melarikan diri, tujuanku adalah untuk berpindah ke dinding Narendra, mencari penghidupan yang lebih baik." Chandra menjawab dengan yakin, sebisa mungkin tetap tidak memunculkan kecurigaan apa pun yang berhubungan dengan identitasnya.

"Bagaimana mungkin? Kudengar, banyak manusia jahat yang menghadang sepanjang perjalanan menuju tempat ini?" Orang satunya bertanya.

"Satu kali, aku menemukan orang itu. Dia berkata akan merawatku, memberikan hidup yang lebih baik, mempertemukanku dengan orang baik yang akan menjadi keluargaku, namun nyatanya dia hanya ingin merampok dan membunuhku. Untung saja aku berhasil melarikan diri dan akhirnya memutuskan untuk melakukan perjalanan menuju perbatasan, dan keluar dari dinding Parvati agar bisa hidup dengan persona baru di dinding Narendra."

"Sebelum itu, rasa-rasanya aku penasaran pada caramu selamat dari berbagai musibah itu. Jika aku menjadi dirimu, mungkin aku akan memilih untuk mengakhiri hidup. Untuk anak seusiamu, semua kejahatan itu tidak seharusnya terjadi." Dia adalah yang termuda dari kedua orang itu, mungkin di usia dua puluhan.

"Tidak, kau tidak bisa mengatakan demikian. Setiap orang memiliki fase kehidupan masing-masing, yang kita lihat sekarang adalah hasil dari semua yang telah dilaluinya. Kita tidak pernah tahu apa yang dilakukannya untuk mengatasi segala hal yang menghadang, pun kita tidak pernah tahu sudah berapa banyak dia mencoba untuk menyerah dan mendapati alasan untuk tetap melakukan perjalanan." Rambut putih yang telah menutupi seluruh bagian kepalanya tidak berbohong, waktu yang berlalu atas dirinya mengajarkan kebijaksanaan. Dia pun melihat ke arah Chandra. "Tapi, kenapa dinding Narendra? Kenapa tidak desa lain yang mampu kau tempuh lebih cepat?"

"Aku sebenarnya ingin melakukan itu. Namun, karena satu dan lain hal, aku memilih untuk pergi keluar. Sedari kecil, aku tumbuh menjadi anak yang tidak tahu apa-apa mengenai dunia, mengenai apa yang terjadi, kenapa kita tinggal dalam dinding, aku tidak tahu semua hal seperti itu. Melalui perjalanan ini, aku menemukan banyak sekali alasan mengapa kita semua hidup seperti ini. Jujur saja, selama perjalanan menuju kemari, aku hampir tidak bertemu dengan orang sama sekali, aku memilih melalui hutan dan jalan-jalan sepi, aku tidak peduli dengan hewan buas yang mungkin akan menerkamku kapan saja aku lengah, aku lebih takut pada manusia yang berniat jahat." Sebenarnya, Chandra berniat untuk mengada-ada, tidak menjawab dengan sungguh-sungguh pertanyaan tersebut, namun dia terbawa emosi, dia tidak bisa mengendalikannya.

"Bukankah jika kau pergi ke dinding Narendra, kau tetap bisa bertemu dengan orang jahat? Itu pun jika kau berhasil. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi begitu kau menginjakkan kaki di luar dinding. Bisa saja para Rasuk menghadang dan membunuhmu sesegera mungkin. jika kau masih selamat, bagaimana caramu untuk menyebrangi lautan yang ada di depan sana." Penjaga yang lebih muda bertanya.

Chandra tidak siap dengan pertanyaan itu, dia tidak pernah berpikir sampai sana, karena itu dia hanya terdiam tidak menjawab.

"Ah, biar kutebak. Apa kau melakukan hal yang sangat jahat sampai-sampai kau harus melarikan diri dan mengubah identitasmu?"

Chandra terdiam. Dia memposisikan dirinya sedemikian rupa agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Orang yang lebih muda itu mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum aneh. "Sepertinya benar demikian. Buat kutebak lagi, apa kau membunuh ayah angkatmu dengan tanganmu sendiri?"

Chandra terbelalak. Bagaimana mungkin orang ini mengetahui apa yang selama ini dia sembunyikan? Apakah kabar mengenai dirinya memang sudah benar-benar tersebar ke penjuru dinding Parvati?

"Jaga mulutmu, anak muda! Bagaimana mungkin kau menuduh anak sekecil ini membunuh ayahnya sendiri? Apa kau gila?" Pria yang lebih tua mengingatkannya.

Namun dia tidak memedulikan kata-kata seniornya itu, dia melanjutkan, "Biar kutebak. Namamu pasti Chandra Abimanyu, berasal dari desa di perbatasan Utara, melarikan diri karena ada monster dalam dirimu, yang membuatmu tega untuk membunuh. Iya kan?" 

*** 

Konspirasi ParvatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang