Sejarah Akan Terulang (2)

0 0 0
                                    

"Batara Arun. Kau didakwa karena telah melakukan pelanggaran yang tidak dapat dimaafkan oleh anggota dewan langit. Kau telah menikahi seorang wanita siluman hina Tanpa sepengetahuan kami, yang mana jika hal ini didiamkan, akan merusak moral dari bangsa dewata di masa depan. Karena itu, anggota dewan memutuskan untuk menjatuhkan hukuman mati kepada kalian berdua, dan untuk Batara Antagrata, karena kau mengetahui kejahatan ini namun tidak memberitakannya kepada dewan, kami memberikan hukuman berupa menjadi algojo eksekusi hari ini."

Arun, Alin, dan Antagrata berada di ruang pengadilan dewata. Tangan mereka terikat ke belakang, dipaksa untuk duduk diatas lutut mereka di depan hakim tinggi, dan menggunakan sebuah kalung bermantra yang membuat mereka tidak bisa melarikan diri. Disana, sudah hadir banyak sekali dewata yang menonton keberlangsungan sidang tersebut, mulai dari rakyat biasa, prajurit bawahan Arun, sampai beberapa dewata dengan pengaruh penting.

"Mohon maaf hakim tinggi, hamba mengajukan keberatan. Bagaimana mungkin saling mencintai dikategorikan sebagai kesalahan yang diganjar hukuman mati?" Antagrata mengangkat suaranya yang terdengar sangat marah agar didengar oleh semua hadirin, mencoba menyadarkan mereka.

Sebuah teriakan terdengar dari arah kursi hadirin. "Tutup mulutmu! Ocehanmu itu sama tidak pentingnya dengan semua obrolan yang kau arahkan pada kami selama ini!" Dia melempar sebuah tomat busuk ke arah Antagrata, yang diikuti oleh aliran protes dan lemparan tomat busuk lainnya.

Pada awalnya, Lemparan tersebut hanya mengarah kepada Antagrata, namun lama kelamaan, Alin mulai menjadi sasaran. Mereka berdua pun mencoba melindunginya dengan punggung mereka.

Hakim tinggi pun mengetuk palunya dengan keras, mencoba meminta perhatian para hadirin. "Dimohon untuk tenang. Hargai forum ini." Dia terlihat membaca secarik kertas yang ada di mejanya. "Mencintai memang bukan sebuah kesalahan. Apalagi, cinta merupakan anugerah yang diberikan oleh Batara tinggi Vishnu kepada segenap makhluknya. Tapi, tidak berarti kalian bisa menikahi siapa pun yang kalian mau. Pernikahan antara dewata dan siluman ular belum pernah terjadi sepanjang usia dunia, karena hal itu merupakan lakuan yang menyalahi hukum alam. Untuk itu, kami menjatuhkan hukuman mati kepada keduanya."

"Maafkan hamba menginterupsi, hakim tinggi. Sepertinya, menjatuhkan hukuman mati kepada keduanya bukan keputusan yang bijak." Seorang dewata tampan dengan sayap besar berwarna putih keemasan di punggungnya mengangkat tangan, mencoba memberikan pendapatnya. Dia adalah Harsa, salah seorang adik dari Antagrata. Semua mata mengarah padanya sekarang.

Antagrata dan Arun dapat sedikit bernafas lega. Harsa merupakan anak yang sangat cerdas, mereka tidak akan kecewa. Arun pun berbisik pada Alin. "Yang baru saja berbicara itu adalah Harsa, adik dari Antagrata. Kau tidak perlu takut, dia akan memiliki pandangan yang bagus untuk kita." Alin yang sedang berada dalam keadaan kelelahan itu hanya mengangguk pasrah. Sebuah luka masih belum kering dari bibirnya karena pukulan salah satu dewata kemarin.

"Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Batara Arun merupakan salah prajurit terbaik yang dimiliki oleh kerajaan langit. Kisah tentang kekuatannya tersohor ke penjuru dimensi, membuat siapa pun enggan melawan kita. Tak terhitung berapa banyak medan perang yang dapat diselesaikannya tanpa kesulitan. Menurut hamba, potensi seperti ini mungkin saja hanya lahir satu kali setiap seribu tahun. Karena itu, menjatuhkan hukuman mati padanya bukanlah hal yang bijak."

Hakim tinggi mendengarkan Kalimat itu dengan baik dan mulai memikirkannya. "Perspektif yang dapat diterima. Bagaimana dengan anggota dewan, apa kalian setuju dengan pendapatnya barusan?" Suara orang mengatakan setuju pun mulai memenuhi ruangan tersebut. "Apakah ada pembelaan atau pendapat lain?"

Seseorang dari anggota dewan pun berdiri. "Maaf menginterupsi, hakim tinggi. Hamba rasa tidak adil jika kita tidak memberikan kesempatan pada Batara Arun untuk menyampaikan pembelaannya."

Konspirasi ParvatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang