Prolog

2 0 0
                                    

Seorang pria berjanggut panjang menatap jauh ke luar gerbang yang dia jaga dengan mata sayunya. Siang dan malam ia lalui tanpa mengendurkan semua indra perasa yang dia miliki, karena tak seorang pun tahu kapan para "Rasuk" akan menyerang masuk ke dalam dinding.

Tubuh lelahnya hanya mampu menyandar pada sebuah kursi kayu sederhana yang disediakan disana, setidaknya itu adalah jalan paling bijak yang bisa dia lakukan. Karena, sekecil apapun energi yang mungkin akan dia gunakan untuk melakukan sesuatu, akan mengurangi performanya ketika sesuatu yang tidak diharapkan terjadi.

Dua orang wanita pertengahan empat puluh datang ke arahnya dan membawa beberapa benda. Sebuah botol berisi air minum, nampan berisi makanan, sebuah ember dengan penutup, dan beberapa batang dupa. "Tuan penjaga, kami datang membawakan keperluanmu."

"Silahkan letakkan di sana." Matanya terus melihat jauh, tidak menoleh sama sekali. "Kalian jauh-jauh datang memanjat tangga untuk sampai di atas sini, kalian pasti lelah. Bawalah beberapa potong roti yang ada di nampan itu. Kalian pantas diapresiasi."

Wanita satu lagi menjawab, "tidak mengapa, tuan. Kau lebih membutuhkan semua ini. Kami tidak mau terjadi sesuatu yang buruk pada anda karena kami melakukan hal tersebut. Silahkan nikmati apa yang dapat kami hidangkan. Dan maaf, maaf sekali, hanya ini yang dapat kami berikan. Keadaan di dalam dinding akhir-akhir ini pun tidak begitu mudah."

Lelaki itu akhirnya sedikit menggerakkan kepalanya, alis nya sedikit berkerut, pikirannya melayang jauh kemana-mana. "Tidak begitu mudah? Apa yang terjadi?"

Perempuan satu lagi menjawab setelah meletakkan barang yang dia bawa dan mengambil barang-barang yang harus diganti. "Paceklik sudah mencekik dinding Parvati selama beberapa bulan, musim penghujan yang seharusnya telah datang pun tak kunjung membasahi ladang-ladang kita. Harga pangan semakin hari semakin tinggi, sedangkan yang dapat kami hasilkan semakin menurun. Andai saja ada sebuah sihir yang dapat mengubah semua itu dalam satu jentikan."

Wanita satu lagi meletakkan barang yang sebelumnya sudah dia angkat dan langsung bersimpuh di depan pria itu. "Tuan, aku yakin apa yang kau miliki adalah anugerah para dewa. Aku yakin bahwa kelebihan yang diberikan padamu ada untuk membantu manusia di dalam dinding Parvati. Aku mohon, bantulah kami. Rapalkan sebuah mantra yang mungkin dapat membuat kami hidup dengan lebih baik." Wanita itu mulai menangis.

Wanita satu lagi meletakkan barang-barangnya dan mencoba menghalangi temannya melakukan itu. "Asmita, jangan lakukan itu! Tuan penjaga punya kewajiban yang lebih besar daripada mengurusi kehidupan kita di dalam dinding. Beliau menjaga kita dari para Rasuk dan iblis yang bisa menyerang kapan saja!"

Asmita menangis semakin keras dan mendekap kaki sang penjaga. "Tidak, tuan penjaga adalah utusan para dewa. Dia bisa melakukan apapun untuk kita."

Temannya menampar Asmita. "Asmita, jaga mulutmu. Jangan seperti ini." Dia pun menarik Asmita agar tidak mendekap kaki tuan penjaga. "Maafkan kami, tuan penjaga. Kami akan pergi dari sini." Dia kembali menarik Asmita lebih kuat. "Asmita, ayo pergi."

"Pergi dari sini. Kalian semua pergi dari sini!" Tuan penjaga merentangkan kedua tangannya dan mulai memejamkan mata. Suasana disana mulai berubah, sebuah energi besar sedang terkumpul. Tuan penjaga sedang mengumpulkan energi alam untuk melakukan sesuatu.

Kedua wanita itu terkejut dengan aura yang tiba-tiba terasa. Temannya menarik Asmita semakin keras. "Ayo, kita pergi. Cepat."

"Tuan penjaga, berjanji lah. Berjanji lah!" Asmita semakin mendekap kaki tuan penjaga.

"PERGI DARI SINI!" Tuan penjaga memelototi Asmita. "PERGI DARI SINI! PARA RASUK SEMAKIN MENDEKAT! PANGGIL PARA PENJAGA DIBAWAH UNTUK NAIK. CEPAT!"

"Rasuk? Asmita, apa kau sudah gila? Kita harus turun sekarang!"

Konspirasi ParvatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang