Di tempat lain, lautan yang tenang. Sejumlah kapal laut berasal dari utara, berlayar dan segera menepi ke pesisir pantai barat daya kerajaan Edoria, dan berlabuh di sana.
Mereka merupakan bangsa dari berbagai klan berbeda, yang selalu berperang satu sama lain dan menumpuk lapisan mayat yang tak terhitung. Tetapi kini, mereka bersatu demi sesuatu yang lebih besar, sebuah tanah di mana mereka bisa berpijak dan menyebutnya sebagai rumah. Tidak lagi ada peperangan, tidak ada lagi penjarahan, hanya untuk bertahan hidup.
Tetapi mereka masih merupakan orang-orang yang terbentuk dalam peperangan. Dendam yang mereka miliki masih menjadi bayangan masa lalu yang terkadang muncul dalam diri mereka, karena itu pula mereka menjadi bengis dan melakukan penjarahan di berbagai tempat selain kaum mereka sendiri, dengan ganas dan serakah. Tidak ragu untuk merampas harta berharga yang mereka temui, juga membawa pulang tahanan sebagai budak mereka, yang kemudian mereka paksa untuk bekerja.
Orang utara itu melompat dari kapal-kapal mereka, satu persatu ke daratan. Setiap langkah yang mereka buat ketika menginjak pasir, menghasilkan suara gemerisik. Angin dari laut mengibas, menjadikan layar-layar kapal berdesir pelan. Bau asin laut tercium dan bercampur dengan aroma kayu yang menguar dari kapal.
Mereka mengenakan pakaian ringan yang terbuat dari kulit serigala dan beruang, helm yang bertanduk menciptakan aura yang mengerikan. Berbagai senjata berat, kapak perang dua tangan dan pedang serta perisai yang kokoh, telah mereka bawa di punggung atau terikat di pinggang mereka.
Tubuh mereka bertato dengan tanda simbolik yang mencolok pada kulit mereka. Cara bertarung mereka sangat kasar dan brutal, dan akan menjadi lebih ganas ketika minyak bjorn melapisi tubuh mereka. Sensasi panas dari minyak itu, membuat mereka menjadi lebih buas tanpa mempedulikan serangan yang mereka terima. Mereka adalah, berserker.
Eldric dan Lucio melakukan perjalanan untuk menemui berserker. Mereka mengikuti jejak asap yang tebal di langit. Asap yang menjadi pertanda bahwa para berserker telah melakukan penjarahan. Di sana, desa telah habis terbakar.
Eldric berbicara dengan beberapa berserker dalam bahasa mereka, "Bawa aku pada pemimpin kalian."
Salah satu berserker dengan wajah yang dingin, menghadap Eldric menjawab dengan tajam, "Kau ingin mati?" Sambil mengarahkan kapak kepada wajah Eldric dan Lucio.
Lucio menjadi marah dan hendak menyerang mereka, tetapi Eldric segera menghentikannya. Melawan banyak berserker hanya dengan kekuatan yang Lucio miliki adalah bunuh diri. Jadi Eldric memutuskan untuk menggunakan cara lain.
Eldric mengeluarkan kantung koin yang penuh kepingan emas. "Aku memiliki lebih banyak dari ini," kata Eldric, "tentu emas itu tidak kubawa, tapi aku akan membawa lebih banyak untuk kalian."
Para berserker yang semula terprovokasi oleh kedatangan Eldric dan Lucio, telah mempertimbangkan kembali setelah melihat godaan emas yang menggiurkan. Rasa marah mereka mulai memudar, dan setuju untuk mempertemukan Eldric dan Lucio kepada pemimpin mereka.
Mereka tiba di kamp para berserker yang dipimpin oleh seseorang yang mereka sebut sebagai Hersir, atau dalam kata lain adalah pemimpin. Ratusan mata memandang ketika Eldric dan Lucio melewati barisan penjaga yang tegak di luar tenda yang besar.
Saat mereka memasuki tenda itu, suasana seketika berubah. Ruangan yang riuh itu kini menjadi hening, dan semua tatapan hanya tertuju pada Eldric dan Lucio, seorang tamu yang tidak mereka undang.
Mereka yang berada dalam tenda itu duduk di kursi yang di tengahnya meja besar, hingga jarak mereka dari satu ke yang lain cukup berjauhan. Para penjaga berdiri tegak di luar, sedangkan yang di dalam berdiri, menyaksikan.
"Lucio berbisik pada Eldric, "Orang itu Eagnair?"
Namun, Eldric hanya tersenyum tipis tanpa memberikan jawaban langsung.
Hersir, dengan ekspresi yang semakin meradang, mengambil inisiatif untuk bertanya dengan bahasa orang utara, "Aku tidak mengingat memanggil orang sepertimu."
"Pria di sampingku, menyatakan holmgang padamu," jawab Eldric.
Kata itu membuat Hersir marah, dan membuat suasana menjadi lebih tegang.
"Bagaimana jika aku menolak," balas Hersir, "dan membunuh kalian semua di sini, sekarang?" Ia menancapkan kapaknya ke meja.
Eldric hanya tersenyum, menatap tajam Hersir. "Sebelum kau melakukannya," katanya, "aku akan mempermalukanmu di hadapan pengikutmu."
Dalam budaya mereka, menolak sebuah tantangan adalah suatu penghinaan terhadap kehormatan mereka, terutama jika di hadapan para pengikutnya. Eldric mengetahui hal itu, dan berani mempertaruhkan nyawanya. Yakin jika Hersir tidak akan melakukan hal yang membuat kehormatannya tergores.
Hersir memukul meja sangat keras, merasa terhina oleh kata-kata Eldric. Ia sebagai pemimpin telah tertantan dan menerima tantangan itu. Hersir di hadapan para bawahannya, harus menjaga kehormatannya.
Eldric meminta satu hal sebagai kesepakatan jika Lucio memenangkan duel, yaitu pasukannya dengan persetujuan dari Hersir. Jika Lucio kalah, maka bayarannya adalah nyawa mereka berdua.
"Kesepakatan yang tidak adil bukankah begitu?" kata Hersir. "Kalian akan mendapatkan pasukan jika aku kalah, tapi aku tidak akan kalah."
Orang-orang di sekitar mereka menjadi saksi atas kesepakatan yang mereka buat.
Lucio hanya mengikuti alur tanpa mengerti apa yang mereka katakan. Lagipula ia tidak peduli, dan hanya menatap tajam Hersir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales Of Mortals (Indonesia, Ongoing)
AdventureSebuah kisah dari seorang anak laki-laki bernama Kaelan, yang hampir saja kehilangan nyawa ketika menyelamatkan seorang gadis kecil dari gerombolan penjarah. Beruntung dirinya, seorang sorceress dapat menyelamatkan nyawanya yang sekarat. Tapi sebaga...