Di lorong yang sepi di sisi lain mansion, Gunnar berjalan sendirian dengan tenang, matanya menatap jauh ke depan. Taman yang terletak di samping lorong memberikan ketenangan padanya, memberi kesempatan untuk bernapas sejenak dari keramaian pesta yang tengah berlangsung di dalam mansion.Saat dia melintasi lorong, dua orang berjalan melewati dia tanpa menyadari keberadaannya. Mereka sibuk dengan obrolan mereka sendiri, terlalu asyik untuk memperhatikan Gunnar yang berjalan sendirian di lorong.
Tiba-tiba, percakapan mereka menarik perhatian Gunnar, dan dia secara tidak sengaja mendengar potongan pembicaraan mereka.
"Kau tahu, jika Tuan Aester pernah mengangkat seorang anak dari kalangan rakyat jelata?"
Gunnar berhenti sejenak, telinganya menangkap setiap kata yang diucapkan oleh mereka.
"Eh, benarkah? Saya pernah mendengarnya, tapi saya tidak terlalu percaya."
"Itu benar, karena saya mendengarnya dari paman saya. Bahkan yang parahnya lagi, mereka dahulunya adalah seorang pencuri."
"Awalnya saya pikir itu hanyalah rumor semata. Bagaimana bisa rakyat jelata seperti mereka menjadi bangsawan?"
"Haha, saya pun terkejut. Saya tidak keberatan jika Tuan Aester menjadi seorang bangsawan, tetapi seharusnya, anak-anaknya yang seorang rakyat jelata harus tetap berada di bawah."
Gunnar mendengarkan dengan rasa marah, menyadari bahwa pembicaraan ini mengenai dirinya.
"Benar katamu. Saya jadi kesal mendengarnya. Beruntung anak itu, karena saya tidak pernah melihat wajahnya. Jika saya tahu, saya akan memberinya pelajaran agar dia tetap menyadari posisinya."
Kalimat terakhir membuat Gunnar hampir benar-benar menghajar kedua orang itu. Namun, dia mengurungkan niatnya dan kembali berjalan.
Gunnar segera memasuki mansion dengan harapan menemukan suasana yang menenangkan. Tetapi, begitu dia melangkah masuk ke dalam ruangan, banyak orang-orang sedang asyik menebar gosip tentang keluarganya. Dia merasa begitu terganggu, tapi dia berusaha untuk tidak terlalu peduli.
Beberapa orang-orang yang mengetahui wajah Gunnar dan tahu siapa dirinya, seketika berhenti berbicara. Gunnar hanya merasa kesal terutama kepada mereka yang mencaci maki di belakangnya, tanpa berani berbicara di hadapannya.
"Mengapa berhenti? Bicara lebih keras!" ejek Gunnar dengan sinis.
Tentu, badan Gunnar yang kekar dan besar, membuat para bangsawan yang mencemoohnya ragu untuk melanjutkan perkataan mereka.
Gunnar tidak berlama-lama segera mengalihkan pandangan, dan segera meninggalkan ruangan itu.
Ketika keberadaan Gunnar tidak terlihat lagi, para bangsawan yang tadi merasa tertekan seketika merasa lega.
"Eh, siapa dia?"
"Dia adalah anak angkat Tuan Aester."
"Lihat rakyat jelata itu, sungguh tak memiliki etika!"
Oh, lihatlah mereka, para pangeran dan putri tata krama, yang tampaknya merasa sudah mencapai kesempurnaan tanpa pernah berkedip. Mereka seolah-olah menganggap kehidupan adalah pesta tak berujung di mana daging-dagingan dan anggur mengalir begitu saja, sementara, orang-orang biasa, harus berjuang keras untuk menggapai sesuatu. Sehingga, tak terbesit sekalipun pada benak bedebah mereka, bagaimana jika mereka menjadi orang yang mereka bicarakan. Mereka tealh membuat Gunnar muak. Itulah isi hati Gunnar.
Gunnar akhirnya menemukan sebuah ruang sepi, jauh dari orang-orang, tempat di mana dia bisa merasa lebih tenang. Dia segera menghampiri sofa dan berbaring, lalu menutup matanya sambil menarik napas dalam-dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales Of Mortals (Indonesia, Ongoing)
AdventureSebuah kisah dari seorang anak laki-laki bernama Kaelan, yang hampir saja kehilangan nyawa ketika menyelamatkan seorang gadis kecil dari gerombolan penjarah. Beruntung dirinya, seorang sorceress dapat menyelamatkan nyawanya yang sekarat. Tapi sebaga...