Volume 1 Chapter 4 - Jalan Hidup

15 1 0
                                    

Kaelan segera membersihkan dirinya. Runa duduk menunggu di ruang tamu. Kaelan selesai dengan urusannya, ia mendekati Runa. "Terimakasih telah menyelamatkanku." 

Wajahnya yang polos terlihat bingung mendengar kata Kaelan. Runa bertanya, "Terimakasih apa?"

Kaelan mengelus rambutnya tersenyum tulus. Runa tidak mengetahui tindakannya yang membawa Gunnar dan Elara, telah menyelamatkan hidupnya. 

Kaelan menggandeng Runa keluar penginapan, dimana Gunnar dan Elara sudah menunggu. Mereka pergi bersama menuju kedai. 

Kota Artelo merupakan kota yang sudah familiar bagi Kaelan. Bagaimana tidak? Dia hidup di kota Artelo sebagai gelandangan.

Mereka tiba di depan pintu kedai. Gunnar segera membukanya, mereka pun satu persatu memasuki kedai. Disambut oleh suara ramai yang bising. Kedai itu dipenuhi oleh orang yang tertawa, berbincang, dan menyanyikan lagu. 

Gunnar segera mengambil tempat duduk di sudut kedai. Kaelan mengambil tempat duduk di sebelahnya, lalu Gunnar merangkulnya dengan kuat, hingga Kaelan hampir terjatuh.

"Apa yang akan kalian pesan?" tanya Gunnar, sambil melambaikan tangan kepada pemilik kedai.

Tak lama hingga pemilik kedai menghampiri mereka. 

"Uh... Aku ingin segelas bir," pesan Gunnar.

"Aku juga!" seru Runa.

Sepertinya Runa tidak mengetahui apa itu bir. Kaelan dulu pernah meneguk bir secara diam-diam, ia mengerutkan dahi. Rasanya sangat pahit di lidahnya, sehingga ia tidak mampu menelan dan memuntahkan bir itu. Ia kemudian menatap jijik setiap bir yang ia lihat sampai saat ini.

"Sebaiknya teh manis saja ya?" usul Elara.

"Teh manis!" balas Runa.

Saat Elara dan Gunnar sudah memesan, Kaelan baru menyadari keberadaan Draven yang secara tiba-tiba muncul memesan bir dan steak sapi. Kaelan tentu bingung, bertanya-tanya siapa orang itu? Tatapannya tajam, tidak banyak bicara dan tidak peduli sekitarnya. Di antara mereka bertiga, Draven adalah anggota termuda, dan Gunnar adalah yang tertua. Elara mengerti situasinya dan memperkenalkan Draven kepada Kaelan.

"Abaikan orang itu Kaelan. Dia sok pendiam, sebenarnya mesum," ejek Gunnar.

Draven mendecakkan lidah dengan ekspresi wajah yang sedikit kesal.

"Lalu apa yang akan kau pesan?" tanya Gunnar kepada Kaelan, "jangan sungkan kawan! Pesan sebanyak yang kau mau!" 

Senyum canggung terpampang di wajah Kaelan. "Terimakasih, aku ingin teh manis juga dan ayam panggang saja." Ia merasa tidak bisa meminta sesuatu yang berlebihan, mengingat dirinya berhutang nyawa pada mereka.

Semua pesanan telah sampai di meja mereka.

"Bersulang!" seru Gunnar.

Ditengah-tengah makan mereka, Gunnar berkata, "Ceritakan sedikit tentangmu Kaelan." Ia meneguk birnya.

"Tentangku?" Bingung entah apa yang harus Kaelan ceritakan. "Uh... Aku adalah seorang pedagang."

"Pedagang!? Kau seorang saudagar!?" Gunnar mencium bau emas. Ia berharap mendapatkan imbalan dari Kaelan.

"Seorang pedagang kecil... Aku bahkan tidak memiliki rumah haha."

Gunnar tampak kecewa. "Lanjutkan ceritamu."

"Jadi, aku berkeliling desa membeli dan menjual sesuatu." Ia juga menceritakan sedikit kisahnya tanpa mengumbar masa lalunya.

Kisah Kaelan tidak sependek yang ia ceritakan.

Tales Of Mortals (Indonesia, Ongoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang