Part 3 - Tanah Terkutuk

9 1 0
                                    

Karl mengantar mereka menuju wilayah klan Hjalmar, yang menjadi pusat dari permasalahan. Eagnair berniat untuk menyelesaikannya hari itu juga. Di sana, Eagnair memberi pesan pada ketua klan Hjalmar, melalui salah satu pengikut mereka. Ketua klan Hjalmar menerima pesan, dan segera menyambut kedatangan Eagnair. Mereka dibawa memasuki mead hall, yang menjadi tempat pertemuan.

Dua ketua klan itu duduk saling berhadapan satu sama lain dengan santai, sementara para pengikut mereka tetap waspada, siap untuk menghunus senjata jika situasi memburuk. Pelayan dari klan Hjalmar, telah membawakan mereka beberapa hidangan dan minuman di meja.

Meski berada di wilayah yang asing bagi Eagnair, ia tetap tenang dan dengan santai mengambil sepotong paha ayam sambil berkata, "Aku tahu kau, Knudsen." Sikapnya seperti ia sedang berbicara pada kawan lamanya, daripada seorang kedua ketua klan yang sedang berkonflik.

Knudsen sedikit terkejut dan tertawa ringan. "Kau mengenali aku?" balasnya sambil menuangkan segelas anggur pada Eagnair.

Eagnair meraih gelas itu dan tanpa ragu langsung meminumnya, tidak memiliki kekhawatiran mengenai adanya kemungkinan teracuni di dalamnya. Eagnair menyimpan gelasnya dan kembali bertanya dengan tenang, "Jadi, apa alasanmu mengakui hutan yang seharusnya di bawah naunganku?"

Knudsen menatap mata Eagnair, menjawab singkat, "Entahlah."

Namun, Eagnair tidak tergesa, ia terus meneguk minumannya dengan santai, lalu berkata-kata seolah itu adalah percakapan sehari-hari, "Tidakkah kau mengenali diriku?" Ia berusaha mengintimidasi.

Knudsen hanya mengangguk pelan. "Tentu," katanya. Meski ia tahu siapa orang di hadapannya, ia tetap bergeming, tidak mudah terpengaruh oleh intimidasi.

"Jadi, kau berniat untuk memerangiku?" tanya Eagnair.

"Tidak, tentu tidak," jawab Knudsen, "bukankah holmgang lebih baik?"

"Tidak buruk," balas Eagnair dengan senyum tipis, "cukup dengan peperangan dan pertumpahan darah, ini masalah kau dengan aku."

Kedua ketua klan itu tahu bagaimana caranya mengendalikan suasana. Meski demikian pengikut mereka tetap waspada.

"Anggap jika aku telah kalah," kata Knudsen, "aku akan menyerahkan wilayahku kepadamu, tapi berjanjilah untuk melindungi rakyatku."

"Terlalu awal untuk berbicara seperti itu," balas Eagnair, "tapi, aku berjanji."

"Jika aku kalah, lakukan sesuka kalian terhadap hutan-hutan itu, dan aku tidak akan mengganggu kalian," tambah Eagnair.

Sebelum Knudsen menyulut konflik, ia memiliki pengetahuan tentang karakter Eagnair. Meski mungkin saja ia akan menghadapi kematian dalam duel itu, ia meyakini bahwa Eagnair adalah orang yang memiliki integritas. Ia tahu bahwa Eagnair tidak mungkin melakukan sesuatu yang buruk terhadap orang-orang yang akan menjadi rakyatnya. Apakah ia menang atau kalah dalam duel itu, itu bukanlah hal yang ia pedulikan, karena baginya dua kemungkinan itu tetap akan menguntungkan.

Mereka melangkah keluar dari mead hall, diikuti oleh ratusan mata dari belakang mereka. Eagnair berdiri tegap di samping lingkaran, melirik Knudsen. "Jadi, senjata apa yang akan kau gunakan?" tanyanya

"Pedang," balas Knudsen sambil mengambil sebuah pedang.

Eagnair menghormati pilihan Knudsen dan mengambil sebuah pedang juga. Mereka akhirnya, memasuki lingkaran yang akan menentukan takdir dari wilayah itu. Keduanya menghunuskan pedang, dan mulai menyerang satu sama lain.

Menit-menit awal, mereka saling mengukur satu sama lain. Eagnair menahan dirinya dari menggunakan sihir, untuk menantang dirinya sendiri. Ia mampu membaca setiap gerakan Knudsen.

Di sisi lain, Knudsen merupakan prajurit yang tangguh. Ia bukan lawan yang bisa di anggap remeh, meski begitu, lawan yang dihadapinya bagaikan dinding kokoh yang mustahil ia hadapi.

Satu, dua, tiga ayunan pedang dan dalam sekejap mata, Eagnair telah melumpuhkan Knudsen sehingga pedang yang Knudsen genggam telah terlepas.

Dengan napas yang berat, Knudzen berlutut menerima kekalahan yang sekaligus akan menjadi kematiannya. "Berikan aku kematian yang terhormat," kata Knudsen tegas.

Namun, Eagnair membuang senjata dan mengulurkan tangan pada Knudsen. "Sudah kukatakan, terlalu cepat untuk berkata seperti itu," katanya, "jika kau ingin kehormatan, maka bertarunglah di sisiku."

Knudsen meraih tangannya. 

"Bangkitlah, saudaraku!" seru Eagnair.

"Aku akan memenuhi janjiku," kata Knudsen.

"Lupakan hal itu. Aku tidak ingin terlalu banyak mengurus sesuatu," balas Eagnair.

Knudsen kecewa mendengar pernyataan itu, tapi Eagnair melanjutkan penjelasannya, "Aku menginginkan aliansi. Dengan itu, kau tetap dapat memimpin klanmu dengan bantuanku."

"Aku mengerti, dengan ini aku akan bertarung di sisimu," jawab Knudsen.

Knudsen mendapatkan keuntungan yang lebih besar daripada yang disepakati sebelumnya. Tentu ia menerima tawaran dari Eagnair, dengan begitu ia mendapatkan dukungan yang kuat.

Mereka kembali memasuki mead hall, untuk merayakan aliansi yang baru saja terbentuk bersama dengan bawahan mereka. Mereka duduk di sebuah meja panjang, dengan hidangan di atasnya, lalu menyantapnya sambil bertukar percakapan santai.

Di hadapan Eagnair dan Knudsen, Karl tidak setuju dengan terjadinya aliansi. "Eagnair, orang ini telah menyerang bawahanku," kata Karl, "bagaimana bisa kau menjadikannya sebagai sekutu?"

"Itu tidak akan terjadi lagi," balas Eagnair.

"Tapi-" 

"Itu. Tidak. Akan. Terjadi. Lagi," balas Eagnair dengan hentakan disetiap katanya.

Karl terdiam, dan menerima keputusan Eagnair.

"Lagi pula, apa yang sebenarnya kau inginkan dari hutan itu?" tanya Eagnair pada Knudsen.

Knudsen menjawab sambil mengunyah, "Musim dingin, setidaknya kami tidak akan kelaparan jika berburu di sana."

"Aku tahu kau memiliki raja," ucap Eagnair, "dia tidak membantu klanmu?"

"Raja bajingan, dia bahkan tidak memedulikan pesan yang aku kirim!" murka Knudsen sambil memukul meja. Ia menenangkan dirinya. "Maaf," katanya, "jadi aku berniat untuk memberontak. Persetan dengan upeti, lebih baik ditukarkan dengan sesuatu yang dapat kami makan, tapi mereka akan segera menyerang ketika hari itu tiba.

Sebuah tindakan yang berasal dari rasa putus asa, karena klannya yang tidak memiliki pangan yang cukup untuk melewati musim dingin. Tapi, dengan adanya aliansi, Eagnair bersedia untuk membantu. Dengan begitu, mereka dapat bertahan di musim dingin yang akan datang.



Tales Of Mortals (Indonesia, Ongoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang