24. Tuyul Berkepala Popok

35.3K 2.9K 634
                                    

Hai
Semoga kalian suka part ini
Jangan berekspektasi tinggi yaa

Yok tekan ⭐ di pojok bawah dan Komen di Koltar yaa😁

Awas typo !!!
🧸
🧸
🧸
🧸
Happy Reading 😘

Arthur berdiri dengan Varel dalam gendongannya.

"Susunya enak," komentar Arthur setelah melepaskan dot susu di mulutnya lalu berjalan meninggalkan meja makan tanpa menoleh lagi ke belakang. Seluruh wajah, telinga dan lehernya yang memerah tak luput dari penglihatan semua orang.

Varel yang melihat semua orang sedang menatap ke arahnya melambaikan tangan sambil tersenyum tanpa dosa. Seolah yang di lakukannya tadi adalah hal yang benar.

"Campai jumpaaa. Lel bobo dulluu, otte?" teriak Varel ceria.

"OTTE, SAMPAI JUMPAAA" balas semua orang serentak ikut melambai.

🧸🧸🧸

BAGIAN 24

Pintu terbuka menampilkan Aaron yang membawa sebuah nampan berisi semangkuk bubur, segelas air putih dan beberapa jenis obat-obatan. Selang 30 detik kemudian Dokter Dylan menyusul masuk ke dalam kamar. Dia sedikit mengulum senyum ketika mendapati Ares yang sudah bisa duduk bersandar pada headboard sambil memandang ke luar jendela.

"Apa yang sedang kau pikirkan wahai pemuda tampan?" Dokter Dylan sedikit bercanda. Berdiri di samping tempat tidur kemudian mengusap pelan rambut panjang Ares. Dylan sudah menganggap semua anak Arthur sebagai anaknya juga.

Ares berpaling menatap wajah Dylan dengan datar. Mulutnya masih senantiasa membisu.

"Kau seharusnya sudah bisa bicara. Kenapa tidak mau mengeluarkan suara, hm?" tanya Dylan penasaran membuat Aaron terkikik geli.

"Dia malu Paman," timpal Aaron membuat Ares mendengus kesal.

"Jangan mengejeknya Aaron, dia sedang sakit. Kasihan dia," sahut Dylan ikut membuat Ares bertambah kesal.

"Diamlah Paman!" Dylan tersenyum hangat setelah mendengar suara serak Ares. Akhirnya dia membuka suara. Dylan tidak mempermasalahkan ucapan Ares yang terkesan kurang sopan padanya.

"Abang nggak boleh gitu dong, hormat sedikit sama orang tua," Aaron mengambil tempat di sebelah kiri Ares lalu mulai menyuapinya.

"Dengarkan Paman, kau sudah dewasa, Ares. Kau juga berpendidikan. Seharusnya kau bisa lebih mengontrol emosimu. Cobalah berpikir jernih di saat-saat genting. Kau punya banyak adik, beri mereka contoh yang baik. Paman tahu, sedikitnya kau hampir mirip Arthur. Tapi, tidakkah kau berniat untuk menjadi lebih baik darinya?" Dylan menatap mata Ares lamat-lamat mencoba membuka pikiran pemuda itu.

Dylan mulai melanjutkan ucapannya ketika melihat Ares yang menelan ludah dengan kasar "Coba saja kau pikir, sebulan lalu, kau hampir saja membuang sesosok malaikat kecil yang tidak berdosa. Padahal dia sama sekali tidak tahu-menahu tentang apapun. Apa tidak ada rasa penyesalan dalam hatimu? Kau lihat sendiri bagaimana perlakuannya padamu saat kau sakit. Ibaratnya, kau berusaha melemparnya dengan batu tapi dia membalasnya dengan kapas,"

Ares terdiam menunduk begitu pun Aaron yang merasa sedih ketika mengingat kejadian itu.

Dylan menepuk pundak Ares "Setelah makan, kau akan mulai terapi untuk melancarkan peredaran darahmu. Satu bulan berbaring bukanlah waktu yang sedikit. Badanmu pasti terasa kaku untuk di gerakkan," ucap Dylan kemudian keluar kamar meninggalkan kakak-beradik itu.

VAREL (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang